“AAAAA!!”
Dog… dog… dog…
“Bangun! Banguuun!”
Dog… dog… dog…
Ku
lihat angka yang ditunjuk jarum di benda bulat yang tergantung di salah satu
dinding kamarku. Lima. Jam lima pagi udah ada yang
gedor-gedor pintu kamar orang.
Dengan muka yang cocok sebagai bintang iklan sakit
kepala, aku bangun dan beranjak dari tempat tidurku. Bukan untuk meminum obat
sakit kepala dan tiba-tiba tersenyum lebar. Karena tidak mungkin juga bintang
iklan obat sakit kepala pipinya penuh sama jigong. Tapi apapun jenis tidurnya
kalau dibangunkan secara terpaksa emang bikin serangan pusing mendadak. Sama
kaya dosen yang tiba-tiba ngadain kuis dadakan.
”Kenapa
sih teriak-teriak?!” dengan mata setengah merem aku mencari orang yang sepagi
ini udah teriak kesetanan.
”Feby...
Feby... Febyyyy!” orang itu Dinda yang sekarang teriak manggil-manggil namaku
dan di depan mukaku. Dinda temen sekostku ini emang hobinya teriak-teriak. Saat
ada kecoa, tugas yang banyak, baju kotor sedikit, bahkan hanya karena ada cowo
cakep yang liat dia walau hanya sepintas sekilas Dinda pasti teriak. Mungkin
saat dia lahir bukan nangis tapi teriak.