Untuk kamu--diriku 10 tahun yang
lalu. Aku hanya ingin memelukmu erat dan berbisik lirih, “terima kasih”.
Andai, waktu diputar ulang membawaku
kembali ke masa lalu—10 tahun lalu. Aku yang saat ini bertemu kamu--aku 10
tahun lalu. Aku yakin kamu baru saja kelelahan mengayuh sepeda merahmu. Menyusuri
jalan menanjak dan menurun di Purwokerto. Sepeda yang akan menemanimu tiga
tahun kemudian. Sepeda yang membuatmu kuat dari pelbagai macam hujatan, yang
ternyata itu tidak seberapa.
Sepuluh tahun lalu itulah masa
keemasanmu. Kamu yang begitu percaya diri bisa melakukan pelbagai hal. Bebas
membuat banyak hal tanpa rasa takut dengan tuntutan hidup orang dewasa.
Menembus dunia baru, bahkan membayangkannya saja belum pernah.
Aku tidak pernah membayangkan
waktu itu kamu berani sekali memulai perjalanan panjang. Anak yang penakut,
cupu, pemalu, dan jelek itu pergi jauh dari rumah. Aku tidak akan pernah
menyesal pernah melakukannya. Justru aku bangga denganmu, kamu membuktikan bahwa
kamu bisa. Dan itulah sebabnya aku sekarang berani berkelana jauh sendirian.
Satu hal yang aku sesali. Kenapa
kamu mudah percaya pada orang lain? Aku kasih tahu sekarang, mereka yang 10
tahun lalu kamu anggap baik ternyata jahat. Mereka dengan mudah menyakitimu,
mengkhianati kepercayaanmu, dan tidak tanggung-tanggung sekarang mereka dengan
mudah menghinamu di depan umum. Dan, aku--kamu yang sudah 10 tahun berlalu ini--harus
menanggung sakit hati itu sekarang. Aku menangis saat ini mengingat hal itu.
JANGAN PERCAYA ORANG LAIN, BODOH! Aku ingin menulis itu 1000 kali untuk
menamparmu!
“Kamu mau kopi?” aku akan
memberimu kopi dulu, sebelum bertanya padamu lebih lanjut. Agar kita bisa
mengatur jalan supaya kamu bisa berdamai dengan kebodohan itu. Walau itu sudah
terlambat, apakah kamu ingin menguatkanku agar bisa lolos dari bayang-banyang
kebodohanmu itu? Jangan kasih aku kopi, aku tidak akan percaya kamu akan
menawariku secangkir kopi dan kita mengobrol di sebuah kedai kopi. Ini aku yang
sekarang, yang akan dengan mudah keluar masuk kedai kopi, mencicipi kopi paling
kini. Kamu, mana bisa seperti itu.
Oke, kamu pasti akan mengelak,
“tapi mereka baik ke aku kok”. Ya, itulah kebodohanmu—aku 10 tahun lalu. Mudah
sekali dibodohi, diperalat orang, sampai harus menanggung beban orang lain.
Iya, iya, iya, cukup. Karena itu satu-satunya kekurangannmu 10 tahun lalu.
Sudah, pembahasan ini hanya akan memasukkan aku ke api neraka seketika.
Selebihnya, aku begitu bangga
padamu. Luar biasa bangganya sampai aku ingin bilang terima kasih jutaan kali
agar kebodohanmu itu bisa aku kubur dalam-dalam. Tenang saja kamu dari dulu
pintar sekali menyimpan perasaan, pun sampai sekarang.
Mana ada temanmu yang tahu kalau
waktu itu kamu dekat dengan 2 laki-laki sekaligus. Iya, dekat saja kan kamu
bodoh, mudahnya percaya dengan orang lain dan suka bingung sendiri. Tapi kamu
waktu itu seperti sudah punya firasat akan ditinggalkan. Dalam hal ini kamu
hebat, sudah punya perisai kuat. Lebih baik ditutupi dan jangan sampai patah
hati.
Sudah aku bilang sepanjang tahun
2009 itu tahun keemasanmu. Banyak hal yang kamu capai apalagi soal finansial.
Kamu yang pintar menjadikanmu banyak mendapat beasiswa. Ditambah kerja
serabutanmu yang lumayan banyak juga. Kalau mau dibandingkan penghasilanmu saat
ini dengan 10 tahun lalu itu lebih besar yang dulu. Kok bisa?
Coba sekarang kamu tanya pada
dirimu? Lelahkah? Itu belum seberapa lelahnya karena sekarang kamu lelah tidak
bisa melakukan banyak hal. Iya, aku yang sekarang hanya bisa melamun sepanjang
hari. Melamun dan menunggu kamu yang sepuluh tahun lalu akankah datang kembali?
Aku menjemputmu sekarang, aku rindu
kamu. Sungguh rindu ini menggodaku setiap malam, kapan aku bisa sebebas kamu—aku
10 tahun yang lalu? Kalau kamu tidak ingin merasakan seperti yang aku rasakan
sekarang, jangan pernah sekalipun pulang ke rumah! Jangan! Teruslah berjalan ke
manapun kamu mau. Pergilah sejauh mungkin, temukanlah rumah yang sesungguhnya.
Aku mencintaimu—aku 10 tahun
lalu. Sungguh sangat cinta. Kalau waktu bisa aku atur sesukaku, akan aku ulang
terus tahun 2009 ini. Aku mencintaimu dengan segala kebodohan dan keberanianmu.
Oke, aku makin gila sekarang
karena menginginkanmu. Tapi maukah kamu—aku 10 tahun lalu—ikut denganku
sekarang. Menemaniku yang tengah membangun lagi semua hal yang pernah kamu
rintis waktu itu. Sesuatu hal yang seharusnya sekarang aku petik hasilnya atau teruskan.
Tapi harus aku bangun lagi dari pondasi karena kebodohanmu itu.
Sudah aku bilang hanya
kebodohanmu yang percaya dengan orang lain itu yang membuatmu hancur hari ini.
Jadi, saat ini ketika aku ingin memulainya lagi,aku ingin hanya ada kamu di
sisiku. Tidak ada lagi mereka, hanya aku dan kamu, agar kita 10 tahun yang akan
datang tidak makin hancur.
Bagaimana? Kamu terima tawaranku?
Genggam tanganku kalau iya.
terima kasih sudah berkunjung kak. :)
ReplyDelete