Aku tidak tahu sebenarnya hari
pertama itu apa? Senin yang memulai aktifitas formal. Selasa yang masih terasa
malas. Rabu yang selalu diburu waktu. Kamis yang penuh optimis. Jumat menjelang
akhir pekan. Sabtu kelabu karena tak ada yang bertamu. Atau minggu, hari yang
katanya ditunggu?
Seperti mesin, sekali pencet
jalannya akan sama semua. Semua berbaris rapi mengikuti komando. Disuruh ke
kiri, ke kiri semua. Hitam, hitam semua. Bila satu tak sama, kena bully yang lainnya. Apa kalian tidak
bosan dengan keberaturan? Ataukah hanya takut dianggap beda.
Aku tidak tahu siapa yang
mengajari bahwa senin adalah awal penderitaan. Menjadikan moment mengeluh
berjamaah, yang lain harus meng-aamiin-i.
Hukumnya fardu ‘ain. Bila tidak
diikuti akan mendapat dosa seumur mati.
Mungkin aku yang sekarang memang
tidak mengenal hari. Mau apa saja namanya, semua terasa sama. Tidak ada lagi
penggolongan akhir pekan berarti sabtu minggu. Jangankan tentang hari, jam
kerja pun tak pernah pasti. Tidak ada sistem libur, apalagi lembur. Yang aku
kenal hanya menuliskan apapun itu yang meresahkan pikiran.
Susah memang mengenalkan sesuatu
yang tidak semua orang rasakan. Ditertawai, dianggap mengada-ada, sampai
diteriaki gila sering aku rasa. Aku menuliskan ini karena pernah menjadi
bagiannya dan sekarang sudah tidak lagi. Menjadi orang kebanyakan, yang
hidupnya cuma itu-itu saja. Membosankan.
Di posisiku yang sekarang, aku
bisa melihat hanya orang luar biasa yang bertahan dengan kebosanan. Tidak tanggung-tanggung,
bertahannya bisa sampai bertahun-tahun. Sudah tahu apa yang akan dilakukan
besok. Tapi tetap saja tidak tahu bagaimana menghadapinya. Yang ada hanya bisa
mengulur waktu, berputar-putar di situ. Atau pura-pura tidak tahu.
Dari posisiku sekarang, aku juga
melihat apa yang mereka syukuri hanya basa-basi. Bilangnya sih bersyukur tapi
dalam hati meneriaki, “SUKURRRR!”. Bagaimana tidak, hanya baru menyadari besok
senin saja sudah mengeluh. Mengeluhmu itu penuh angkuh. Rasanya pengin menampar,
hai, kamu manusia tidak tahu diri.
Rutinitas memang membosankan,
lebih membosankan lagi yang tidak punya rutinitas. Mengeluhkan rutinitas sama
saja sedang pamer. Menertawakan yang tidak punya rutinitas. Nikmat mana lagi
yang kamu khianati? Lupa diri, merasa paling menderita sedunia. Sesungguhnya kebosanan
adalah kenikmatan paling nikmat. Bila bosannya karena kegiatan.
Beruntunglah kamu, Tuhanmu bukan
aku. Kalian pikir Tuhan tidak pusing membuat kalian terus bergerak melakukan
sesuatu. Andai Tuhan mengabulkan setiap katamu saat mengeluh. Mencabut segala
keluhanmu, apa kalian bisa bahagia tanpa bosan? Bahagialah dengan kebosanan. Sesungguhnya
mengeluhkan hari senin, sama saja mengkhianati nikmat Tuhan.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar