Showing posts with label tentang kita. Show all posts
Showing posts with label tentang kita. Show all posts

Saturday, September 30, 2017

Pesan Untukmu, Kekasih





Kekasih, bagaimana kabarmu hari ini? Sudahkah kau membaca pesanku? Aku sedang berada di gerbong 5/12A. Dalam perjalanan Pasar Senen-Purwokerto yang pernah menjadi awal hubungan kita. Aku kirim pesan itu tepat setelah kereta berangkat. Tepatnya setelah aku berhasil menata napas yang berlari-lari dikejar waktu. Kau tau kan, kalau kereta tidak pernah ingkar waktu meski ekonomi sekali pun.

Pagi tadi aku bangun dengan terburu-buru. Bukan karena tas yang belum dikemas. Tapi hati ini begitu cemas. Memikirkan kamu yang tak kunjung memberi kepastian. Padahal kau tau aku tak pernah sedikit pun membiarkanmu kesepian. Sembilan jam perjalanan akan aku lalui hari ini. Kau tidak perlu khawatir perjalanan panjang ini tidak akan membosankan untukku.

Bagaimana tidak? Berada di gerbong ekonomi Serayu terasa begitu dingin dengan pendingin ruangan yang selalu menyala sepanjang perjalanan. Bajuku yang panas berkeringat karena lari, bisa tidak lebih dari sejam langsung kembali kering. Belum lagi pemandangan pegunungan yang hijau menyejukkan mataku.

Kekasih, kau tidak perlu khawatir aku lupa makan. Tidak, jangan balas pesanku tadi dengan, “Sudah makan belum?”. Kau harus tau beberapa menit sekali para pramusaji berjalan dari satu gerbong ke gerbong lainnya. Menjajakan makanan yang banyak jenisnya. Aku tinggal membelinya satu sebagai sarapan sekaligus makan siang.

Irit? Ah, tidak juga. Kalau kau tahu, aku bisa membeli dua porsi makanan di luar kereta ini. Tapi aku harus membelinya hanya seporsi karena ini di atas kereta. Aku tidak ada pilihan untuk memilih yang lebih murah apalagi menawar. Tidak ada penjual lain selain pramusaji yang berseliweran tadi. Tidak ada ibuk-ibuk yang berteriak, “Pecel, pecel, pecel!”. Dan teman-temannya yang mulai terusir dari kereta semenjak tahun 2013-an.

Kau juga tidak perlu khawatir, semenjak itu juga keadaan di dalam kereta menjadi aman dan nyaman. Dapat dipastikan hanya ada penumpang dan petugas kereta saja yang ada di sepanjang perjalanan. Tidak ada pengamen yang bernyanyi cempreng. Tidak ada copet yang suka mepet-mepet.

Sepi? Iya, apalagi tidak ada kamu yang sesekali meminjamkan bahu ketika mataku mulai sayup mengantuk. Memang sudah ada penyewaan bantal yang wangi nan empuk. Tapi itu tidak begitu membantu, karena tempat duduk yang senderannya berdiri tegak lurus 90o ini tetap saja membuat punggungku panas. Belum lagi bangku yang busanya mengeras.

Kekasih, seharusnya kau kirimkan pesan padaku, “Sudah sholat belum?”. Aku akan menghela napas panjang kelimpungan membalas pesanmu yang satu ini. Bukan karena memang aku belum pernah bisa sholat tepat waktu. Tapi aku bingung harus sholat di mana. Tenang, untung saja ada tempat duduk kosong di ujung gerbong. Coba kalau semua tempat duduk sepanjang gerbong terisi. Aku bisa melewatkan waktu dhuhur, azhar, dan mungkin saja magrib dalam sehari ini.

Jangan tanya untuk wudhunya bagaimana? Semua aku lakukan seadanya dalam kamar mandi yang airnya ikut bergoyang seiring kereta yang berjalan. Aku tahu seharusnya ini bukan penghalang, apalagi cari-cari alasan. Tapi bolehkan aku berharap bisa beribadah dengan nyaman?

Kekasih, jangan lupa kau harus menjemputku tepat waktu. Jangan biarkan aku terlunta-lunta nyaris menginap lagi di stasiun. Di dalam stasiun memang terjamin keamanannya. Tapi penumpang tidak dibiarkan berada terus-terusan di dalam stasiun. Aku harus keluar walau hari sudah malam. Dan di luar stasiun itu tidak ada yang menjamin keselamatanku, kekasih. Siapa saja bisa menyeretku, memaksa, dan entah apalagi meski aku masih di dalam pagar stasiun.

Aku tahu ini tidak seberapa dibandingkan dulu. Tapi boleh kan aku berharap lebih baik lagi? Kau tahu kekasih, kereta ini bukan baru kemarin sore ada di negeri ini. Ia sudah ada dari 72 tahun yang lalu, bahkan lebih dari itu. Hanya saja angka 72 adalah angka resmi PT KAI bergabung dengan NKRI.

Kekasih, kalau kita sudah 72 tahun akan seperti apa? Kita pasti sudah menua dan punya cucu. Cucu kita kelak mungkin akan menemukan jodohnya di kereta super cepat. Kereta yang lebih aman dan nyaman dari pada sekarang. Kereta yang mungkin bukan hanya menghubungkan satu kota ke kota lain tetapi satu pulau ke pulau lain. Kau pasti tahu, kekasih, negeri kita ini kepulauan. Bukan tidak mungkin bila hal itu terwujud.

Tapi bukan itu intinya. Bukan apa-apa saja yang sudah berubah dan kita dapatkan setelah waktu berjalan. Tapi bagaimana kita bisa berproses terus lebih baik melalui segala rintangan. Terus berinovasi seiring perkembangan jaman. Seperti kereta ini, tetap setia mengantar penumpang selamat sampai tujuan.

Aku tahu, aku juga punya kekurangan, kamu pun demikian. Tapi ingatlah kekasih, orang yang penuh kekurangan itu bukan mereka yang dalam keadaan buruk. Tapi mereka yang tidak mau berproses dan tetap terpuruk.

Salam,
-kasih-

Thursday, August 24, 2017

Galau Permanen



Bolehkah saya galau? Tentu boleh. Siapa yang bisa melarang perasaan? Bukankah setiap hati yang bernyawa berhak punya rasa. Tidak apa galau gelisah gundah gulana. Asal tahu waktunya, asal tahu caranya, asal tahu tempatnya, jangan sampai asal-asalan.

Sebab dari masalah seringnya tidak tahu waktu, menjadi malu yang berujung pada malu-maluin. Padahal semua orang mungkin pernah merasakan hal yang sama. Tapi ketika galau yang sama menimpa orang lain, ada saja yang menertawakannya.

Galau selalu punya masanya.

Saat masih kecil, kita sangat bingung kelimpungan hanya karena belum mengerjakan PR matematika. Beranjak remaja, PR matematika terasa biasa berganti resah hanya karena gebetan tidak membaca pesan. Sedikit dewasa, PR tidak pernah jadi masalah, pasangan mulai mendapatkan yang nyaman, tinggal pusing lulusnya kapan. Sudah lulus, sudah punya pasangan, tapi kantong kempes tidak punya penghasilan. Kantong terisi, perut kian membuncit, giliran “kapan nikah?” menghantui tanpa henti. Sudah menikah masih saja bimbang belum ada momongan. Si bayi lahir malahan makin pusing dengan cicilan, si anak yang rewel, tidak bisa jalan-jalan, tidak punya kesenangan.

Masihkah kamu ingin beranjak tua?
Sebenarnya masalah di hidup ini adalah tanda kamu masih hidup, masih punya otak untuk berpikir. Kok menyebalkan, ya? Mau bagaimana lagi, justru hidup tanpa masalah itu seperti sayur tanpa garam. Hambar tidak ada rasanya. Lalu bagaimana caranya agar tidak keasinan? Gampang, tinggal tambah gula. Mau pedas? Tambah cabai.

Saya bukan orang baik yang hidupnya baik-baik saja. Saya bukan siapa-siapa yang punya apa-apa. Pekerjaan tetap tidak punya, bahkan banyak orang menganggap saya sebagai pengangguran. Pasangan tidak punya, tampang pas-pasan, pendidikan rendah, solehah pun tidak.

Tapi ketika saya melihat sekeliling, mengapa saya yang terlihat paling bahagia? Saya menulis ini dengan geli segeli-gelinya. Bagaimana tidak, hidup saya penuh timbunan masalah. Tapi mereka yang hidupnya jauh lebih baik dari saya justru tidak terlihat bahagia. Mengeluh terus kerjaannya. Sampai-sampai tidak ada ruang sedikit pun di hidupnya, walau hanya sedetik saja ada warna.

Saya sering tertawa bila ada teman datang dengan membawa berkarung-karung kegalauan. Ketika mereka galau karena percintaan, saya suruh putuskan saja, mereka malah semakin memaki saya. Ketika mereka galau karena pekerjaan, saya suruh keluar saja, mereka semakin menderita. Pun dengan mereka yang galau karena disuruh lekas menikah tapi tak ada pasangan. Mereka yang tidak punya uang, kerjaan pun tak pernah datang.

Dari segala macam kegalauan itu satu hal yang saya pahami. Bahwa kegalauan itu tidak ada urusannya dengan status, masalah, atau pun ketiadaan. Mereka yang ada dan berada tidak bisa menghindari kegalauan. Karena galau adalah sikap dan sifat.

Orang yang memilih galau sebagai sifatnya, masalah dalam hidupnya tidak akan pernah selesai, kapan pun juga. Galau jomblo, sudah dapat pasangan makin galau. Galau tidak punya uang, sudah dapat kerjaan makin galau. Beda dengan orang yang memilih galau hanya sebagai fase tahapan dalam hidupnya. Mereka tetap bahagia ketika berada dan ketiadaan.

Banyak sekali orang yang senang tenggelam dalam kegalauan. Ketika ditolong justru tidak mau, malah semakin galau ketika masalah itu berakhir. Lebih banyak lagi orang yang punya segalanya, justru segalanya itu ada karena galau selalu melanda.

Saya tidak mengerti mengapa orang-orang mempermasalahkan jomblo, pengangguran, bodoh, jelek, perawan tua, atau mandul sebagai sumber masalah. Padahal asal kalian tahu orang yang punya pasangan, pekerjaan mapan, jabatan, cantik, pintar, keluarga dan anak tidak ada yang bebas dari masalah.

Kalau saya ceramah begini kalian mungkin akan teriak, “Kamu ngga ngerasain, sih!?!”

Oke, mungkin saya tidak merasakan apa yang sedang kalian alami. Saya hanya bisa berpesan, hatimu itu berhak punya kebahagian. Rawat dia jangan sampai terluka. Ini bukan untuk orang lain, ini untuk dirimu sendiri. Hidup ini sungguh sangat mudah, yang membuat susah terkadang manusia senang mencari masalah.

Tidak apa, kamu miskin, jelek, jomblo, mandul, dan lain sebagainya. Hal-hal mengenai kesuksesan duniawi yang anggapan orang itu, hanya enak dilihat saja kok. Sama sekali tidak enak dirasakan. Seorang ibu penjual rawon yang saya temui dalam perjalanan berpesan, “Jangan jadi orang sukses, Mba. Orang sukses susah tidurnya.”

Menjadi sukses, kaya, pintar, cantik, menikah, punya anak, dan segala macam tetek bengek tolok ukur kesuksesan dunia itu sangat mudah. Menjadi susah itu ketika kamu tidak bisa menyeimbangkannya. Percayalah, lebih mudah lolos dari kemiskinan daripada mengatasi sombongnya kekayaan.

Lalu bagaimana lolos dari kegalauan yang berkepanjangan?

Kalau kalian galau karena belum menikah, lolos dari kegalauan itu bukanlah cepat menikah. Kalau kalian galau karena tidak punya pekerjaan, lolos dari kegalauan itu bukanlah mencari kerja. Kalian harus bisa lolos dari rasa galau itu sendiri. Caranya, berdamailah dengan diri sendiri.

Omongan orang memang tidak akan pernah selesai. Apalagi omongan keluarga, mereka selalu merasa punya kuasa sepenuhnya dalam hidupmu. Termasuk berperan aktif dalam kehancuran hidupmu. Sangat jarang bahkan mungkin sangat sedikit dan nyaris tidak ada. Keluarga yang mau menerima anggota keluarganya apa adanya. Sedikit saja terlihat berbeda dari yang lain, rasanya harus dibinasakan.

Serius.

Kita sesungguhnya bisa mudah lolos dari kegalauan. Tapi sangat susah lolos dari kegalauan yang diakibatkan omongan orang.

Kita berada ditatanan budaya masyarakat yang habis A harus B, B selesai lanjut C, begitu seterusnya. Belum lagi budaya ramah tamah yang sesungguhnya cuma basa-basi-busuk. Ketika satu hal tahapan dalam hidup ini berbeda dengan yang sewajarnya, musnahlah kamu dari dunia. Siap-siap saja jadi bahan nyinyir umat di dunia.

Lalu bagaimana lolos dari nyinyir umat di dunia terutama keluarga?

Ini susah-sangat susah, terutama ada embel-embel keluarga. Mau dibantah, nanti durhaka. Dituruti, nyinyirnya setengah mati. Tenang saja kalau kalian sudah punya bahan untuk dipamerkan, mereka akan diam dengan sendirinya. Nyebelin sih, tapi itulah salah satu peran keluarga. Menjadikan kamu objek pamer semata.

Saya tidak bisa memberi saran secara pasti soal keluarga ini. Karena keluarga saya dan kalian tentunya berbeda. Bagi saya keluarga hanyalah status belaka, yang mengatur saya bahagia atau tidak tetap saya sendiri. Tuhan mengatur saya lahir di keluarga ini bukan tanpa alasan. Saya juga punya pilihan untuk ada atau tidak bersama mereka. Bukan berarti tidak ada cinta lagi. Hidup bersama bertahun-tahun tentu ada rasa. Hanya saja saya bangga dengan apa yang saya lakukan, sedangkan mereka tidak berada dalam zona yang sama dengan saya.

Kalau kalian mau terhindar dari galau yang permanen itu, ayolah mulai dari diri sendiri. Jangan terlalu ingin menjadi orang lain, kamu tidak tahu ada apa dibalik kesuksesan seseorang. Jangan memulai obrolan yang berpotensi menyinggung perasaaan orang lain. Kalau kalian merasa tidak enak diberi pertanyaan itu, ya, jangan tanya ke orang lain. Dan mulailah berdamai dengan diri sendiri. Hidupmu sungguh lebih berarti, dimulai dari dirimu sendiri. Bahagiakan hatimu, bahagiakan hidupmu.

Tabik!

Friday, February 10, 2017

Dear Pencuri Foto, Baca Ini!



Seorang teman mengirimi saya pesan pribadi terkait unggahan foto milik saya di sosial media. Bukan karena saya menyebarkan foto yang tidak senonoh atau melanggar SARA. Justru karena foto yang saya unggah termasuk golongan bagus untuknya. Dan bukan memuji, justru dia mengkritik foto saya. Kenapa demikian? Karena foto saya tidak disertai watermark dan teman saya takut foto saya dicuri kemudian disalah gunakan orang yang tidak bertanggung jawab.

Segala sesuatu yang ada di internet memang sangat mudah sekali dicuri. Tinggal klik copy lalu paste, selesai. Curi mencuri foto di internet sering kali terjadi. Ini tidak hanya terjadi pada saya. Banyak teman-teman yang pernah mengalaminya. Mau yang fotografer profesional atau pun yang amatir. Dan tidak tanggung-tanggung yang mencuri dari perorangan sampai perusahaan besar pun pernah melakukannya. Dari yang bermotif iseng belaka sampai yang memang untuk kepentingan komersiil.

Saturday, January 21, 2017

Berswafoto Ria Di Pantai Watu Bale Dan Bukit Panduran



Semesta itu sudah indah apa adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna memanfaatkannya.

Di belahan Indonesia bagian mana pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat. Seperti yang terjadi di Kebumen.

Nyaris semua pantai dari Ayah sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu sangat instagramable dengan tempat swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.

Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran.



Tuesday, January 17, 2017

Life Goals Saya Menjadi Petani



Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan tayangan NET Jateng tentang sosok yang menginspirasi di daerah Jawa Tengah. Kalau tidak salah nama programnya Sambang Sedulur. NET Jateng ini hanya mengudara di sekitar Jawa Tengah. Jadi yang di luar Jawa Tengah hanya bisa melihatya di youtube.
Di acara tersebut menayangkan profil petani muda yang sukses dengan usaha perkebunannya. Saya lupa nama petani tersebut dan di daerah mana perkebunan tersebut berada. Karena saya menyaksikannya tidak dari awal. Hanya sedang menggonta-ganti chanel dan melihat tayangan tersebut.

Yang menarik untuk saya adalah ulasan profesi petani yang sukses itu. Dan di akhir segmen, pembawa acara juga memberikan info penurunan jumlah petani di Jawa Tengah. Terutama petani muda usia produktif. Hal tersebut dikarenakan bidang pertanian yang dinilai kurang menjanjikan untuk masa depan.

Ironis.

Friday, December 30, 2016

Bahayanya Membuat Resolusi Tahun Baru



Akhir tahun mulai terasa. Detik-detik tahun yang baru akan segera tiba. Sudahkah kalian punya resolusi untuk tahun yang akan datang?

Resolusi menurut KBBI sebenarnya berarti putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal. Intinya resolusi itu hasil dari sebuah rapat. Tapi kita jarang mendengar hasil sebuah rapat disebut sebagai resolusi.

Sering kali kita mendengar resolusi dalam bidang fotografi, yang berarti menunjukkan jumlah pixel dalam sebuah foto yang dicetak.

Sedangkan resolusi yang sering dibicarakan orang ketika akhir tahun maksudnya adalah harapan, cita-cita, atau hal-hal yang ingin dilakukan di tahun berikutnya.

Saya sendiri sudah lama tidak membuat resolusi tahun baru. Dulu saya sering melakukannya, menuliskannya di buku catatan atau diary. Bahkan saya tulis begitu detail. Apa yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa penghalangnya, bagaimana cara mengatasinya?

Wednesday, December 14, 2016

Pertemuan Karena JNE Setelah Penantian Bertahun-tahun



Asiiiikkkk, ngeblog lagi! *lompat-lompat*

Ku seneng banget Mamih ngijinin ku nulis lagi di blognya. Setelah kemarin bantuin nulis buat lomba blog dan ngga menang. *horayyy! Sukurin!* Sekarang ku cuma pengin nulis aja, ngga ngarepin apa-apa lagi deh.

Cerita apa ya? Hmmm, cerita dari pertama aku diuwel-uwel, dililit-lilit, kemudian lahir aja kali, ya.

Jadi, yang bikin aku itu Tante Kiki orang Surabaya. Orangnya jago banget urusan amigurumi, rajut-merajut, pokoknya yang urusannya sama benang deh. Banyak teman-temanku yang jadi lucu-lucu di tangan Tante Kiki. Ku cuma bisa pasrah waktu Tante Kiki merangkai ku, tusuk demi tusuk. Tusuk sana-tusuk sini, lilit sana-lilit sini, sambung sana-sambung sini.

Setelah selesai, Tante Kiki memasukkan ku ke sebuah kardus snack. Tanpa menyertakan snack-nya. Jahat banget ih, dia pikir ku ngga laper apa. Udah gitu kardusnya kecil, kan sempit. Ku cuma bisa diem dalam kardus.

Entah mau dikirim ke mana? Ke siapa? Ku ngga tau. Dari balik kardus ini, ku cuma bisa mengintip. Ku sedang ada di ribuan paket yang sama seperti kardusku ini. Ada yang gepeng lempes, kotak item empuk. Ada yang kecil-kecil kaya ku. Wow, ada yang gede banget. Sumpeh itu gede banget, segede orang. Mungkin isinya orang dipaketin.

Tante Kiki melambai-lambaikan tangannya, ketika ku mulai masuk ke mobil. Bye, Tante Kiki, semoga kita bisa ketemu lagi, ya. Seketika itu mata ku basah. Ini siapa yang olesin balsem sih? Perih. Lagian ku kan bukan tukang mabok. Ku bisa tahan sehat selamat sampai tujuan kok.

***

Ku laper. Ku pusing. Ku kaget. Entah siapa yang teriak, cempreng banget suaranya. Sampai ku kebangun dari tidur ku. Ku ngga tau udah berapa jam cuma bisa diem dalam kardus ini. Yang pasti ku sudah pergi jauh dari Surabaya.

Begitu kardus ku terbuka, “Aaaaaaa!”
                                                                                                                               
“Aaaaaaa! Akhirnya kamu dateng juga,” saya berteriak begitu melihat isi kardus snack yang sudah saya tunggu dua hari ini.

Akhirnya bocah ini datang juga.
Kero, si kecil yang lucu, punya sayap tapi tidak bisa terbang. Saya memutuskan untuk mengadopsinya sekitar tiga bulan yang lalu. Sebenarnya keinginan itu sudah ada sejak saya masih duduk di bangku kelas 5 SD.

Waktu itu teman sebangku saya, Uli, memang orang yang senang membaca. Dia punya banyak sekali buku dan komik. Salah satunya komik dari Jepang yang berjudul Cardcaptor Sakura. Kalian yang lahir tahun 90-an pasti tidak asing dengan komik ini. Dan tentu mengenal karakter Kero. Makhluk kecil yang bangun dari “tidurnya” karena Sakura membuka buku yang berisi clow card.

Berbekal iseng ingin mengenang masa-masa indah waktu kecil. Pencarian pun dimulai untuk menemukan si Kero ini. Ada beberapa pilihan sebenarnya, tapi akhirnya saya menjatuhkan pilihan pada amigurumi buatan Mbak Kiki.

Karena handmade, saya harus menunggu tiga hari untuk pembuatan Kero. Tepat di hari ketiga Mbak Kiki mengabari, si Kero sudah dipaketkan dengan JNE. Hati saya terasa berpacu dalam melodi, senang riang nan gembira menanti si kecil mungil yang sudah saya inginkan sejak lama.

Satu hari berlalu, saya mulai khawatir si kecil ini nyasar tidak tahu jalan. Akhirnya saya hubungi mbak-mbak CS via telepon. Ternyata si Kero sudah ada di rumah tetangga. Iya, tetangga saya ini ternyata agen JNE di kampung saya.

Wohooo!

Tahu begini saya tidak perlu repot-repot lagi kalau dapat paketan via JNE. Maklum kampung saya jauh dari pusat kota. Kalau lewat jasa pengiriman lain bisa lama sampainya. Walaupun sudah pakai paket yang kilat. Untung tetangga saya ini orangnya enakan. Karena tetangga saya ini pasti langsung menghubungi saya begitu paket sampai.

Setelah paket si Kero datang, paket-paket lain hasil endorse akun sebelah pun semakin mudah berdatangan. Apalagi paket dari akun sebelah seringnya makanan yang diwajibkan harus segera sampai. Sebelum remuk, sebelum basi, dan sebelum dimakan sama mas-mas kurirnya. Hahaha.

“Apa, Mih? Makanan? Mana, Mih? Ku laper!!!” si Kero tampaknya selalu antusias kalau urusan makanan.

“Heh, bocah makanan mulu yang dipikirin!” saya membentak Kero dengan lirikan tajam.

“Habisnya Tante Kiki sih ku dimasukin ke kardus snack. Tapi ngga ada snack-nya. Mih, lah. Mamiiiiihhhh, kuuuu laperrrr!!!” rengek si Kero, memelas seperti anak kecil.

“Berisik deh. Tau kamu berisik begini kemarin Mamih paketin lagi aja mumpung lagi HARBOKIR.”

“Harbokir?!? Apaan itu, Mih? Semacam donat, ya?”

“Hadeh, ini bocah makanan mulu yang dipikirin,” saya menggelengkan kepala, heran kenapa ini anak seneng banget makan. “Harbokir itu Hari Bebas Ongkos Kirim. Kamu pernah jadi paket kan?”

“Iya, pernah, Mih. Woh, paketan kaya ku dulu itu ternyata banyak banget tau. Ku liat sendiri, Mih. Kaya gunung.”

“Nah, di harbokir kemarin tanggal 26-27 November 2016, paketan yang kamu bilang kaya gunung itu gratis ongkos kirim ke 55 kota besar seluruh Indonesia. Cilacap juga masuk dalam 55 kota itu. Harbokir ini dalam rangka ulang tahun JNE yang ke-26. Kan lumayan kalau kamu Mamih paketin lagi. Mamih jadi ngga perlu pusingin ongkos kirimnya.”

“Maksudnya? Ku mau dibuang, gitu?! Jahatnyaaaa!!!!” anak ini kini bukan hanya merengek tapi menangis bercampur teriak.

“Makanya pikiranmu itu jangan makan melulu. Kerja kek, biar dapet duit yang banyak. Jadi terserah mau makan apa pun yang kamu mau.”

“Iya, deh. Nanti aku cari uang yang banyak.”

“Oia, nanti kalau kamu pesen makanan online. Jangan lupa kirimnya pakai JNE Express, ya?”

“Emang kenapa mesti pakai JNE Express, Mih?”

“Ya biar cepet, donk. Kalau pesen makanan kan harus cepet sampai.”

“Okelah. Tapi ku jangan dibuang, ya Mih?"

“Ya, ngga akan lah. Kan harbokirnya juga udah lewat. Kalau Mamih mau buang kamu, Mamih juga ngga mau rugi kali.”

“Dih, dasar emak-emak pelit!”

“Ngomong apa kamu?!”

“Ngga ngomong apa-apa kok. Ku sayang Mamih. Kiss kiss!”

Saya dan Kero yang tukang makan
Walau anak ini memang menyebalkan, tapi dialah sumber bahagiaku. Terima kasih, Nak. Kamu sudah datang di kehidupan Mamih, “Mamih juga sayang kamu, Nak. Kiss kiss.”
Ikuti lomba blog cerita baik bersama JNE.

Monday, December 12, 2016

Travelling Itu Sederhana, Pikiranmu Saja Yang Rumit



Tadi siang, saya mendapat pesan dari seorang teman. Isinya, mengajak saya pergi ke tempat wisata. Saya sudah bilang tidak bisa karena ada beberapa kerjaan yang belum selesai. Teman saya tidak percaya karena dia mengajaknya di hari Minggu. Yang pada umumnya semua orang libur berjamaah di hari itu.

Mulailah dia mengeluarkan segala bujuk rayu, yang tetap saja saya tolak. Menariknya adalah bagaimana dia merayu saya. Hampir semua teman saya bila mengajak saya pergi selalu mengeluarkan dalih yang sama. Saya tertawa kecil membacanya dan terpikir, apakah saya memang orang seperti itu?

“Ayolah, kamu kan sering jalan-jalan.”

Hanya karena saya sudah berjalan sampai ke pulau seberang, apa predikat sering jalan-jalan pantas untuk saya? Saya merasa itu tidak cukup. Banyak yang berjalan lebih jauh dan lebih lama dari saya. Apa karena saya sering membagikan foto-foto saya di instagram lantas bisa dibilang traveller? Tentu bukan karena itu. Foto bisa saja dari masa lalu yang dibagikan ulang. Lagian saya posting foto bukan hanya karena fotonya, tapi ceritanya.

Wednesday, October 5, 2016

Nyala Obor



Nang, sarapan dulu! Sudah Mamak gorengkan mendoan nih,” kata Mamakku dari dapur.
“Iya, Mak!” jawabku sambil buru-buru memasukkan buku pelajaran dan latihan-latihan soal ke dalam tasku.
Hari masih sangat terlalu pagi. Adzan subuh pun belum berkumandang. Pak Kiai jam segini paling juga baru bangun tidur. Sementara Mamakku pasti sudah menyiapkan sarapan untukku. Entah jam berapa Mamak bangun tidur. Yang aku tahu Mamak tidak pernah terlihat mengantuk. Senyumnya selalu mengantarkanku pergi ke sekolah setiap pagi.
“Mak, aku berangkat sekolah dulu,” pamitku sambil mencium tangan Mamak setelah selesai sarapan.
“Iya, Nang. Oia, ini uang buat bayar iuran bulan kemarin. Bilang sama Bu Guru yang bulan ini Mamak bayar minggu depan, ya,” kata Mamak memberikanku amplop putih berisi uang.
“Tidak usah, Mak. Nanti kalau aku menang lomba uangnya buat bayar iuran sekolah sama belikan lampu petromak baru.”
Nang, uangmu biar buat tabungan kamu saja, ya. Mamak masih bisa cari uang untuk bayar sekolah kamu.”
“Tapi, Mak.”
“Ah, sudah sana berangkat nanti kamu telat. Sudah ditunggu sama Lik Darjo.”
“Ya, Mak.”

Translate

Popular Posts