Saturday, April 1, 2017

Bangga Dengan Banggai



Saya menulis artikel ini di sebuah sudut Perpustakaan Daerah Cilacap yang mulai ramai manusia, sedikit bicara. Kalau kalian pikir perpustakaan itu sepi, benar. Kalau kalian tanya, apakah perpustakaan bisa ramai? Bisa.

Pertama kali saya menginjakkan kaki di Pusda Cilacap, saya masih SMA kelas 1. Sekolahan saya jaraknya tidak lebih dari 1 km dari Pusda Cilacap. Seminggu sekali saya ke sana bersama teman-teman atau sendirian. Ketika itu perpustakaan masih sangat ramai. Untuk mendapatkan buku Mira W. saja harus berebut. Maklum, saat itu sosial media belum seramai sekarang. Friendster saja baru saya kenal saat kelas 2 SMA.
ruang hotspot area di Pusda Cilacap
Sekarang pun perpustakaan masih ramai. Hanya saja mereka membawa gagdet-nya sendiri-sendiri (termasuk saya). Perpustakaan sekarang menjadi tempat hotspot area. Semua orang bisa mengakses internet secara gratis atau berbayar di perpustakaan. Sangat jarang saya mendapati ada pengunjung yang benar-benar membaca buku. Buku best seller seperti Laskar Pelangi, 5 cm, sampai buku-buku Tere Liye pun banyak yang menganggur.
Buku yang menganggur
Kemajuan atau kemunduran?

Dari segi fasilitas tentu mengalami kemajuan, mengikuti perkembangan jaman. Tapi dari segi fungsi perpustakaan itu sendiri mengalami kemunduran. Perpustakaan yang seharusnya menjadi media untuk menambah minat baca dan menjadi sumber referensi berbagai ilmu. Kini hanya menjadi tempat tidur yang nyaman untuk para buku.

Saya sendiri pernah mengelola rental buku sewaktu kuliah. Saat itu saya sempat mengajukan beasiswa mahasiswa wirausaha. Ada beberapa hal yang saya tawarkan agar bisa mendapatkan beasiswa itu. Salah satunya menambah fasilitas free wifi. Pengajuan saya langsung ditolak dan dicecar habis-habisan oleh penguji. Sekarang saya tahu mengapa itu terjadi dan apa dampaknya.

Membaca bukanlah hal yang mudah. Tidak banyak orang yang bisa bertahan dalam kebosanan, sepi, dan menyelami imajinasinya sendiri. Seringkali ketika saya mengajak teman untuk membaca, mereka malahan hanya bengong melihat saya membaca.

Belum lagi predikat “sok pintar” ketika saya membaca. Seolah-olah hanya yang pintar yang boleh membaca. Padahal saya membaca karena tidak tahu. Dan paling penting karena ingin tahu. Banyak orang yang tidak tahu apa-apa dan tidak berusaha mencari tahu. Hanya diam dan membiarkan rasa penasarannya menguap begitu saja. Membaca itu bukan untuk menjadi pintar. Lebih dari itu membaca membuat kita berilmu, menjadi bekal dalam menghadapi kehidupan bukan sekedar ujian.

Walau di perpustakaan, buku kini mulai terpinggirkan. Di lain tempat saya bisa melihat pergerakan-pergerakan buku mulai bermunculan. Di Kampung Kurcaci dan Kemit Forest, misalnya. Kedua tempat wisata yang pernah saya kunjungi tersebut, menyediakan buku bacaan yang bisa dibaca secara gratis oleh pengunjung. Kecil memang, tapi bukankah pergerakan yang kecil dan konsisten bisa menjadikan hal yang besar. Seperti yang dilakukan teman-teman di Banggai.

Di mana itu Banggai? Ada apa dengan Banggai?
sumber: banggaikab.go.id

Banggai adalah salah satu kabupaten di Sulawesi Tengah. Beribukota di Luwuk yang jaraknya kurang lebih 610 km dari kota Palu. Akses menuju Banggai cukup mudah. Bisa melalui jalur darat, laut, atau pun udara. 

Penduduk Banggai yang kurang lebih berjumlah 323.872 jiwa terdiri dari 3 suku asli yaitu Banggai, Balantak, dan Saluan. Yang biasa disingkat menjadi Babasal. Dan beberapa pendatang yang awalnya berdagang atau transmigrasi akhirnya menetap di Banggai.

Keadaan geografis Banggai yang berupa pegunungan, perbukitan dan dataran rendah membuat Banggai memiliki sumber daya alam yang melimpah. Hasil laut dan buminya berpengaruh terhadap makanan khas masyarakat Banggai. Contohnya, pisang louwe dan ikan dabu-dabu. Dan tentu saja pemandangan yang indah dengan berbagai objek wisata alam, antara lain:

Pantai Kilo Lima
Kalian yang hidup di kota pasti sering merasa jenuh dengan suasana kota dan merindukan pemandangan alam yang menyejukkan mata? Ingin pergi tapi malas menempuh perjalanan yang tidak sebentar? Di Banggai kalian bisa menikmati Pantai Kilo Lima yang jaraknya lima kilo dari pusat kota Luwuk.

Di Pantai Kilo Lima kalian bisa menikmati pasir yang putih, air yang jernih, dan terumbu karang yang indah. Pastinya ada ikan-ikan lucu yang akan menemani kita saat snorkling. Menyenangkan bukan bisa menikmati pemandangan yang indah dekat dengan kota?
sumber: news.luwukpost.info

Air Terjun Salodik
Cagar alam yang berjarak 27 km dari Luwuk ini bisa ditempuh menggunakan kendaraan bermotor. Air terjun ini unik karena berupa air terjun yang susunannya bertingkat. Airnya pun jernih dan tidak begitu dalam sehingga pengunjung bisa bermain air di sana.

Tidak hanya air terjun, di kawasan Air Terjun Salodik juga ditumbuhi pohon yang lebat. Membuat suasana terasa sejuk dan segar. Di tambah kicauan burung yang begitu syahdu didengar. Selain itu juga terdapat puing-puing bekas peninggalan Belanda juga masih ada sampai sekarang.
sumber: bachtiarlucky.blogspot.co.id

Bukit Keles
Sebelum anak gaul punya istilah “keles”, Banggai sudah punya Bukit Keles lebih dulu. Bukit ini mudah dijangkau dan tidak begitu jauh dari Luwuk. Di Bukit Keles ini kita bisa melihat keindahan kota Luwuk dari atas ketinggian. Apa lagi datangnya malam hari, gemerlap kota Luwuk semakin terlihat keindahannya. Ditambah kopi dan pisang louwe, makanan khas dari Luwuk. Duh, acara nongkrong di Bukit Keles ini susah untuk dilewatkan.

Keindahan Banggai makin lengkap karena tanggal 21-23 April 2017 nanti akan diselenggarakan Festival Sastra Banggai2017. Memadukan tema sastra, seni, dan pendidikan membuat acara ini sayang untuk dilewatkan. Apalagi acara ini dihadiri oleh tokoh sastra dan seni yang sudah ternama dan memiliki banyak karya. Seperti, Aan Mansyur, Ahmad Tohari, Tan Lioe Ie, dan masih ada puluhan nama yang lainnya.


Untuk saya pribadi tentu menjadi kebanggaan tersendiri jika bisa ikut hadir meramaikan Festival Sastra Banggai 2017. Bukan hanya ikut serta dalam keramaian tapi juga menjadi bagian proses perkembangan literasi di Indonesia, itu yang saya inginkan. Mengapresiasi bukan hanya pengisi acaranya saja. Tapi semangat teman-teman di Banggai yang sudah mau membuat acara Festival Sastra Banggai 2017.

Dan bersama teman-teman pengunjung lainnya yang ikut menikmati rangkaian acara dan mengambil ilmu yang diberikan pengisi acara. Bersama-sama meningkatkan nilai sastra dan seni budaya Indonesia. Bukankah karya yang bagus baru akan terlihat bila ada yang mengapresiasi. Ayo, bersama-sama memajukan sastra, seni, dan budaya dengan datang ke Festival Sastra Banggai 2017.

#FSB2017 #Banggai #BanggadiBanggai

3 comments:

  1. Miris, kontradiksi ya mbak, kemajuan teknologi, dan kemunduran bersikap. Smg FSB ini juga membawa titik terang utk Banggai dan literasinya :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya mba, kita udah pernah bahas ini di status fbnya mba prita yg anak kecil nonton orang goyang-goyang di pusda. Hehee. Semoga FSB jadi ajang positif untuk mengapresiasi karya-karya literasi lebih baik lagi.

      Delete
    2. Iya mba, kita udah pernah bahas ini di status fbnya mba prita yg anak kecil nonton orang goyang-goyang di pusda. Hehee. Semoga FSB jadi ajang positif untuk mengapresiasi karya-karya literasi lebih baik lagi.

      Delete

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts