Thursday, June 14, 2018

Siapa Suruh Lebaran?

Siapa suruh lebaran?
Menghamburkan uang hanya untuk hal yang tidak perlu. Mengikuti arus di depan kasir-kasir. Membuat sesak setiap lorong-lorong pasar. Berbagi rejeki, katanya. Yakin rejekimu sebatas membelanjakan semua uang untuk satu hari yang besok hilang?
Siapa suruh lebaran?
Rela jarak sejauh apapun direngkuh. Menghabiskan energi hanya untuk berpanas ria di jalanan. Meluapkannya menjadi emosi tidak sabaran. Demi rindu dibayar lunas, katanya. Benarkah ada yang dirindukan? Atau hanya sebatas pengakuan agar tidak dicap kesepian?
Siapa suruh lebaran?
Berburu baju paling kini. Kalau tidak baru, dianggap tidak suci. Mengapa harus berlabel kalau menutup aurat saja sudah cukup? Ya, aku tahu hasrat manusia memang tidak pernah cukup. Ingin hidup lebih baik, katanya. Benarkah hidup lebih baik? Yakin demi paling kini tidak membuat isi dompetmu mini?
Siapa suruh lebaran?
THR di mana-mana didebatkan. Haram tidak dibayarkan, halal dengan segala tuntutan. Dengan aroma baru dari percetakan. Padahal rejeki beda jauh dengan sekedar uang. Iya, masih banyak sumber rejeki luar biasa. Matamu yang masih membaca tulisanku ini, contohnya. Tapi kenapa duniamu berputar pada THR semata.
Siapa suruh lebaran?
Katanya silaturahmi, melepas rindu dengan sanak familiy. Tapi obrolannya sangat basi. Isinya tuntutan duniawi. Puas mencecar penuh rasa menghakimi. Tidak akan selesai hanya pada satu pertanyaan, satu jawaban. Sudah mati, baru diam.
Siapa suruh lebaran?
Sibuk klaim sana, ribut pengakuan ini. Tuhan kita sama tapi lebaran membuat beda. Iya, kita memang berbeda dan jangan pernah menuntut sama. Itu bahaya karena lebaranku tidak sama denganmu. Mungkin tidak akan pernah sama.
Tidak ada yang menyuruhku lebaran. Aku tidak perlu perayaan dengan tuntutan. Cukup bernapas seperlunya, berbusana sepantasnya, rejeki pasti ada saja. Iya, aku sombong dengan kesederhanaanku. Bukan seperti kamu yang pamer ini itu, butuh pengakuan semu. Iya, aku memang payah dan kau caci maki agar terlihat makin parah. Demi kepuasanmu yang diukur dengan penghakiman, agar tunai hajat lebaran.
Makanan mewah, baju paling kini, uang baru, kendaraan paling cihuy jadi standar perayaan yang kamu agung-agungkan. Kamu ini punya hati yang luar biasa hebatnya. Bagaimana bisa manusia bernapas, makan, berjalan, tidur hanya dengan modal gengsi yang menggunung? Sungguh itu begitu melelahkan.
Lupa arti, demi paling kini. Tidak apa-apa katanya, hanya karena banyak yang mengamini. Beda sendiri, kafirlah seisi bumi.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts