Thursday, November 5, 2015

Traveller Versus Backpacker



Untuk apa sih kita berwisata? Sekedar hobi, mencari pelarian, gengsi karena sedang hits-hitsnya, melepas penat setelah bekerja atau justru karena sedang bekerja. Tidak bisa dipungkiri sekarang ini jumlah wisatawan meningkat drastis. Bisnis travel agen semakin menjamur. Tempat wisata yang dulu biasa saja tiba-tiba banyak diperbincangkan di media sosial.

Bukan tanpa alasan, dengan adanya media sosial traveling menjadi salah satu kegiatan yang banyak dicari. Bermula dari update status kegiatan yang dilakukan, kemudian check in lokasi dan diteruskan upload foto atau video. Bermula dari pasang status seadanya, gokil dan biasa saja. Kemudian seiring bertambahnya pertemanan dalam media sosial jadi banyak koment dan like, berakhirlah pada jaga image. Karena jaga image apa yang ditampilkan ingin yang bagus-bagus. Salah satunya update status jalan-jalan, check in lokasi di tempat yang keren dan share foto pemandangan yang bagus.

Hal ini mendorong orang-orang ingin traveling ke berbagai tempat. Biar terlihat hidup bahagia. Tidak seperti orang susah yang hanya tinggal di rumah saja. Apalagi kemudian muncul berbagai forum obrolan tentang traveling di media sosial, website penyedia konten khusus traveling dan acara TV yang menyuguhkan keindahan Indonesia. 

Walaupun banyak rintangan selama traveling, kita semua berbahagia dan menikmatinya. Apalagi setelah mengupload foto di media sosial banyak yang memberikan pengakuan dalam bentuk like atau komentar. Tapi di balik feedback yang positif tetap saja ada yang memberikan feedback negatif. Ya mau bagaimana lagi namanya juga hidup, pastinya ada yang suka dan tidak suka.

Ada yang  membuat meme sindiran dengan menulis di selembar kertas dengan background mimbar masjid. Ada juga yang membuat slogan My Sleep My Adventure. Ada juga yang memprovokasi dengan membanding-bandingkan antara traveller dengan backpacker.

Sebenarnya setiap orang memiliki caranya sendiri untuk menikmati hidup. Tidak perlu dibanding-bandingkan. Tidak perlu disombong-sombongkan. Keren buatmu belum tentu keren buat orang lain. Makanya tidak usah sok keren.

Sebelum melakukan perjalanan memang ada baiknya membuat perencanaan. Memang rencana tidak selalu sama dengan realita. Tapi bila sudah ada rencana minimal kita sudah ada gambaran apa yang ingin dilakukan. Tempat mana saja yang ingin dikunjungi, budget yang dibutuhkan dan waktu perjalanan sering kali menjadi pokok rencana. Tentunya setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam mengatur liburannya.

Ada yang liburan seadanya. Main ke sawah di belakang rumah. Atau bepergian dengan transportasi seadanya. Cari kendaraan yang murah. Mengandalkan promo tiket pesawat. Rajin ikutan kuis berhadiah liburan. Menginapnya pun di tempat yang seadanya. Adanya di masjid atau pom bensin ya tidak masalah. Atau hotel penuh bintang alias tidur di bawah langit atau berkemah.

Tapi ada juga yang bermewah-mewah dalam berlibur. Naiknya jet pribadi. Nginepnya di hotel berbintang. Sewa villa pribadi sampai sewa pulau sendiri. Makan pun tidak mau di pinggir jalan, harus restoran yang makanannya dimasak chef profesional.

Perbedaan itu merambah ke kehidupan sosial orang-orang yang suka liburan. Ada yang menyebut kalau liburannya penuh dengan keterbatasan dan seadanya berarti backpacker. Sedangkan yang liburannya bermewah-mewah berarti traveller.

Sah-sah saja mau liburan dengan gaya seperti apa. Duit-duit sendiri, hidup juga hidup sendiri. Mau apa ya terserah setiap individu masing-masing. Asal jangan merugikan orang lain. Tapi namanya manusia, tidak asik kalau tidak nyinyir.

Yang backpacker berujar, “Apa sih itu orang, gaya banget, dasar sombong, sok kaya. Itu tuh yang bikin tempat wisata jadi banyak sampah.” Yang traveller bilang, “Ih, apaan sih mereka. Itu mau liburan apa ngegembel. Itu tuh yang bikin pesawat jadi bau.”

Padahal yang namanya liburan keinginannya sama. Sama-sama ingin bahagia. Terus kenapa mau bahagia saja harus terkotak-kotak juga? Dari penampilannya saja sudah dibeda-bedakan. Kalau gaya liburannya berbeda tidak mau saling kenal atau bertegur sapa.

Yang pakai tas punggung pasti backpacker. Yang bawanya koper pasti traveller. Padahal itu belum pasti. Orang yang menginap di hotel juga banyak yang pakai tas punggung. Orang bawa koper juga ada yang naik bus. Apa yang terlihat belum tentu mencerminkan isi dompet sesungguhnya.

Tidak ada yang salah apa gayamu saat liburan. Apa saja boleh. Asalkan saat kamu datang ke tempat orang jadilah tamu yang baik. Menjaga kearifan lokal, tidak merusak infrastruktur, tidak mengotori tempat wisata dan ikut serta melestarikan objek wisata yang dikunjungi. Dan selalu berhati-hati apapun gayamu. Hal buruk bisa menghampiri kita kapan pun dan dimana pun, tanpa peduli siapa kamu.

Yuk, liburan untuk bahagiaku, bahagiamu tanpa mengganggu bahagia yang lain. :)

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts