Showing posts with label pemuda. Show all posts
Showing posts with label pemuda. Show all posts

Sunday, January 7, 2018

Pesona Alcatraz-nya Indonesia

Kalian tahu Alcatraz? Tempat yang konon menjadi penjara paling menyeramkan di dunia. Kali ini saya bukan mau bercerita tentang Alcatraz. Karena saya juga belum pernah menginjakkan kaki di sana. Ini cerita tentang tempat yang disebut-sebut sebagai Alcatraz-nya Indonesia. Ya, itulah Pulau Nusakambangan.

Pulau dengan luas sekitar 210 km2 ini terkenal dengan penjara kelas kakapnya. Total ada sembilan lapas yang ada di Nusakambangan. Namun sekarang hanya empat yang masih beroperasi, yaitu: Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Dan sudah banyak nara pidana yang dieksekusi mati di sana. Seram, ya.

Friday, February 17, 2017

Kemit Forest - Wisata Edukasi Di Sidareja Cilacap

Selamat datang di Kemit Forest

Tidak ada perjalanan yang mulus, baik-baik saja. Pasti ada saja yang terjadi, entah sebelum, saat, atau pun sesudah perjalanan itu dilakukan.

Beberapa hari yang lalu, saya mengunjungi Kemit Forest atau Hutan Kemit. Saya sendiri baru tahu nama tempat ini. Bahkan teman saya yang anak daerah setempat saja belum tahu dengan keberadaan Kemit Forest. Berbekal dadakan, nekad, dan asal pergi saja akhirnya saya dan teman saya berangkat mencarinya.

Setelah dzuhur kami bertiga berangkat dari Karang Pucung. Dari info yang saya dapat di internet arah jalannya dari Sidareja semua. Sedangkan, kami berangkat dari Karang Pucung. Teman yang tahu tempatnya hanya memberi petunjuk dari SMP N 3 Gandrungmangu lurus terus. Ada jalan, masuk saja.

Friday, February 10, 2017

Dear Pencuri Foto, Baca Ini!



Seorang teman mengirimi saya pesan pribadi terkait unggahan foto milik saya di sosial media. Bukan karena saya menyebarkan foto yang tidak senonoh atau melanggar SARA. Justru karena foto yang saya unggah termasuk golongan bagus untuknya. Dan bukan memuji, justru dia mengkritik foto saya. Kenapa demikian? Karena foto saya tidak disertai watermark dan teman saya takut foto saya dicuri kemudian disalah gunakan orang yang tidak bertanggung jawab.

Segala sesuatu yang ada di internet memang sangat mudah sekali dicuri. Tinggal klik copy lalu paste, selesai. Curi mencuri foto di internet sering kali terjadi. Ini tidak hanya terjadi pada saya. Banyak teman-teman yang pernah mengalaminya. Mau yang fotografer profesional atau pun yang amatir. Dan tidak tanggung-tanggung yang mencuri dari perorangan sampai perusahaan besar pun pernah melakukannya. Dari yang bermotif iseng belaka sampai yang memang untuk kepentingan komersiil.

Saturday, January 21, 2017

Berswafoto Ria Di Pantai Watu Bale Dan Bukit Panduran



Semesta itu sudah indah apa adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna memanfaatkannya.

Di belahan Indonesia bagian mana pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat. Seperti yang terjadi di Kebumen.

Nyaris semua pantai dari Ayah sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu sangat instagramable dengan tempat swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.

Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran.



Tuesday, January 17, 2017

Life Goals Saya Menjadi Petani



Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan tayangan NET Jateng tentang sosok yang menginspirasi di daerah Jawa Tengah. Kalau tidak salah nama programnya Sambang Sedulur. NET Jateng ini hanya mengudara di sekitar Jawa Tengah. Jadi yang di luar Jawa Tengah hanya bisa melihatya di youtube.
Di acara tersebut menayangkan profil petani muda yang sukses dengan usaha perkebunannya. Saya lupa nama petani tersebut dan di daerah mana perkebunan tersebut berada. Karena saya menyaksikannya tidak dari awal. Hanya sedang menggonta-ganti chanel dan melihat tayangan tersebut.

Yang menarik untuk saya adalah ulasan profesi petani yang sukses itu. Dan di akhir segmen, pembawa acara juga memberikan info penurunan jumlah petani di Jawa Tengah. Terutama petani muda usia produktif. Hal tersebut dikarenakan bidang pertanian yang dinilai kurang menjanjikan untuk masa depan.

Ironis.

Friday, December 30, 2016

Bahayanya Membuat Resolusi Tahun Baru



Akhir tahun mulai terasa. Detik-detik tahun yang baru akan segera tiba. Sudahkah kalian punya resolusi untuk tahun yang akan datang?

Resolusi menurut KBBI sebenarnya berarti putusan atau kebulatan pendapat berupa permintaan atau tuntutan yang ditetapkan oleh rapat (musyawarah, sidang); pernyataan tertulis, biasanya berisi tuntutan tt suatu hal. Intinya resolusi itu hasil dari sebuah rapat. Tapi kita jarang mendengar hasil sebuah rapat disebut sebagai resolusi.

Sering kali kita mendengar resolusi dalam bidang fotografi, yang berarti menunjukkan jumlah pixel dalam sebuah foto yang dicetak.

Sedangkan resolusi yang sering dibicarakan orang ketika akhir tahun maksudnya adalah harapan, cita-cita, atau hal-hal yang ingin dilakukan di tahun berikutnya.

Saya sendiri sudah lama tidak membuat resolusi tahun baru. Dulu saya sering melakukannya, menuliskannya di buku catatan atau diary. Bahkan saya tulis begitu detail. Apa yang ingin dicapai, bagaimana cara mencapainya, apa penghalangnya, bagaimana cara mengatasinya?

Monday, December 12, 2016

Travelling Itu Sederhana, Pikiranmu Saja Yang Rumit



Tadi siang, saya mendapat pesan dari seorang teman. Isinya, mengajak saya pergi ke tempat wisata. Saya sudah bilang tidak bisa karena ada beberapa kerjaan yang belum selesai. Teman saya tidak percaya karena dia mengajaknya di hari Minggu. Yang pada umumnya semua orang libur berjamaah di hari itu.

Mulailah dia mengeluarkan segala bujuk rayu, yang tetap saja saya tolak. Menariknya adalah bagaimana dia merayu saya. Hampir semua teman saya bila mengajak saya pergi selalu mengeluarkan dalih yang sama. Saya tertawa kecil membacanya dan terpikir, apakah saya memang orang seperti itu?

“Ayolah, kamu kan sering jalan-jalan.”

Hanya karena saya sudah berjalan sampai ke pulau seberang, apa predikat sering jalan-jalan pantas untuk saya? Saya merasa itu tidak cukup. Banyak yang berjalan lebih jauh dan lebih lama dari saya. Apa karena saya sering membagikan foto-foto saya di instagram lantas bisa dibilang traveller? Tentu bukan karena itu. Foto bisa saja dari masa lalu yang dibagikan ulang. Lagian saya posting foto bukan hanya karena fotonya, tapi ceritanya.

Monday, October 24, 2016

Jelajah Jawa Tengah Dari Kaki Gunung Sampai Pantai Bersama Mamih



Hai, aku Kero!

Hai, para pejalan!

Perkenalkan, aku Kero, punya sayap tapi belum bisa terbang. Aku sama seperti anak jaman sekarang yang selalu ingin dibilang kekinian. Bukan lebay, tidak tahu diri, atau hanya meninggikan gengsi. Aku pikir semua jaman juga ada kekiniannya masing-masing. Semua orang suka atau tidak suka pasti pernah merasakan kekinian di jamannya. Walau hanya sekali saja.

Belum genap dua bulan aku diadopsi oleh @kisahkasih_. Ya, dialah Mamihku sekarang. Aku tuliskan ceritaku ini karena si Mamih selalu bilang, “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.” Kata-kata yang itu dia kutip dari bukunya Pramudya Ananta Toer, penulis idolanya Mamih.

Awalnya aku sama seperti kalian. Senang sekali menulis dengan kata-kata yang unik atau temannya Mamih bilang itu alay, sampai susah dibaca. Tapi Mamih bilang, “Tidak apa kamu ingin berbeda, tapi jangan lupa berbagi dengan yang lainnya jauh lebih berharga. Kalau tulisanmu hanya bisa kamu baca sendiri, buat apa?”

Wednesday, October 5, 2016

Nyala Obor



Nang, sarapan dulu! Sudah Mamak gorengkan mendoan nih,” kata Mamakku dari dapur.
“Iya, Mak!” jawabku sambil buru-buru memasukkan buku pelajaran dan latihan-latihan soal ke dalam tasku.
Hari masih sangat terlalu pagi. Adzan subuh pun belum berkumandang. Pak Kiai jam segini paling juga baru bangun tidur. Sementara Mamakku pasti sudah menyiapkan sarapan untukku. Entah jam berapa Mamak bangun tidur. Yang aku tahu Mamak tidak pernah terlihat mengantuk. Senyumnya selalu mengantarkanku pergi ke sekolah setiap pagi.
“Mak, aku berangkat sekolah dulu,” pamitku sambil mencium tangan Mamak setelah selesai sarapan.
“Iya, Nang. Oia, ini uang buat bayar iuran bulan kemarin. Bilang sama Bu Guru yang bulan ini Mamak bayar minggu depan, ya,” kata Mamak memberikanku amplop putih berisi uang.
“Tidak usah, Mak. Nanti kalau aku menang lomba uangnya buat bayar iuran sekolah sama belikan lampu petromak baru.”
Nang, uangmu biar buat tabungan kamu saja, ya. Mamak masih bisa cari uang untuk bayar sekolah kamu.”
“Tapi, Mak.”
“Ah, sudah sana berangkat nanti kamu telat. Sudah ditunggu sama Lik Darjo.”
“Ya, Mak.”

Tuesday, October 4, 2016

Mari Menikmati Wisata Retribusi, Wahananya Banyak Menyenangkan Hati



Namanya wisata retribusi. Pengunjung bisa menikmati wahana karcis di sana-sini. Nikmatnya luar biasa, fasilitasnya tidak ada apa-apa. Hanya pohon hijau yang bawahnya berceceran sampah. Pengelolanya ramah sampai pengunjung pulang dengan penuh kesan. Kesan mendalam sampai tidak mau datang lagi.

Berkali-kali sebenarnya aku ke tempat ini. Hanya sekedar naik sepeda pagi-pagi. Atau bersama teman dari masa kecil, luar kota, sampai yang baru bertatap muka. Menghabiskan berbagai kenangan dari matahari terbit sampai tenggelam. Dalam keadaan pengunjung ramai ataupun sepi. Lah, wong tempatnya tetangga desa.

Tapi baru kemarin ini, merasakan hangatnya wahana retribusi. Kami bertujuh, hanya aku yang anak lokal. Sisanya teman dari luar kota. Bersama-sama berangkat dari rumahku sekitar jam sembilan pagi. Hari masih panjang walau langit mulai mendung tanda akan datangnya hujan.

Sunday, October 2, 2016

Refleksi Diri Di Kampung Kurcaci



“Sugeng rawuh wonten Kampung Kurcaci, Mba,” “Selamat datang di Taman Kurcaci, Mba,” begitu kata penjaga loket tiket di Kampung Kurcaci sambil tersenyum.
Pintu masuk Kampung Kurcaci
Sejak kapan kamu belajar berbicara? Aku, tidak ingat kapan pastinya. Orang pertama yang mengajarkan aku berbicara tentu ibuku. Bahkan ketika pertama kali aku menyusu padanya, ibu sudah mengajakku berbicara. Dari sekedar mengoceh belaka sampai bertutur indah didengar. Aku beruntung hidup di keluarga yang mengajarkan tata krama dalam berbicara. Dimana saat ini kesopanan dalam berbicara mulai luntur di kalangan anak muda.

Sunday, April 10, 2016

Trip Lombok: Air Terjun Benang Sekotel dan Benang Kelambu



Setiap manusia memiliki semua sifat dalam dirinya. Punya ketakutan dan keberanian dalam kadarnya masing-masing. Aku tidak mudah mengecilkan yang lebih penakut dari aku. Atau mengagung-agungkan yang lebih berani dari aku. Nyatanya pasti ada saja orang yang lebih penakut dari aku dan pasti ada yang lebih pemberani dariku. Wajar saja, di atas langit masih ada langit.

Perjalananku bukan yang teristimewa, tidak juga biasa saja. Banyak yang jalannya lebih jauh dari aku dan pasti ada saja yang ngeri mendengar cerita perjalananku yang jauh. Dalam diriku sendiri masih merasa belum apa-apa, juga bukan siapa-siapa. Ya, mungkin aku berada di tengah-tengah kalian. Bisa jadi suatu saat nanti aku bisa lebih dari kalian yang sekarang jalannya sudah jauh. Atau malahan kalian yang sekarang masih penakut, suatu saat nanti jalannya bisa lebih jauh dari aku. Tidak masalah kan kalau aku bercerita tentang fase yang sedang aku lalui ini? Suatu saat kalian akan mengalami atau sudah mengalami.

Wednesday, March 9, 2016

Benarkah Traveling Membuat Bahagia?



Budaya traveling sekarang ini kian mewabah. Banyak tempat wisata baru yang bermunculan karena postingan di media sosial. Kemudian orang-orang berlomba-lomba mendatanginya. Memposting foto-foto keren di medsos biar dianggap kekinian. Kalau sudah begitu langsung serta merta mencap dirinya BAHAGIA.

Sebagian besar orang menshare foto liburannya di medsos pasti yang bagus. Pemandangan yang bagus, pose yang bagus, outfit yang keren. Pokoknya selalu terlihat bagus deh. Hal ini membuat tolok ukur bahwa orang yang bahagia adalah mereka yang hidupnya sering traveling atau bepergian. Benarkah orang yang traveling pasti bahagia?

Pantai Di Cilacap Part 3: Pantai Rancah Babakan - Hidden Paradise Di Ujung Barat Nusakambangan


Jalan sendiri asik, jalan berdua asik, jalan rame-rame juga asik. Pokoknya jalan sama siapa asik-asik saja.

Beberapa hari yang lalu aku ikut open trip Explore Cilacap ke pantai Rancah Babakan. Kenapa harus open trip segala? Karena untuk mencapainya tidaklah mudah. Ada tantangan sendiri yang membuat perjalanan jadi penuh sensasi.

Cilacap memang punya banyak sekali pantai. Dari pantai Jetis sampai Segara Anakan, belum lagi yang di pulau Nusa Kambangan. Ada puluhan pantai yang bisa kalian singgahi. Dan tentunya dengan pemandangan yang berbeda-beda. Setiap pantai punya ciri khasnya sendiri. Tidak hanya sekedar pertemuan ombak dan pasir.

Wednesday, December 30, 2015

Pantai Di Cilacap Part 2: Pantai Kali Kencana, Salah Satu Pantai Tersembunyi Di Selatan Pulau Nusakambangan



Pulau Nusakambangan, satu-satunya pulau di kabupaten Cilacap menyimpan sejuta misteri. Dari flora faunanya, penghuninya, kandungan energi di dalamnya, keindahan alamnya, sampai jodoh yang entah kemana. Hiya, baper. Sebagian besar pulau ini masih berupa hutan belantara. Mungkin ini juga yang membuat pulau ini menyimpan sejuta misteri.

Pada kesempatan kali ini aku dan Bita mencoba memecahkan salah satu misteri itu. Apakah? Kali Kencana. Salah satu pantai tersembunyi di bagian selatan Nusakambangan. Di sepanjang pulau Nusakambangan sebenarnya banyak sekali pantai yang bagus-bagus. Hanya tidak semua pantai dibuka sebagai objek pariwisata. Karena memang sebagian besar pulau Nusakambangan masih berbentuk hutan belantara.

Kemarin waktu kesana aku dan Bita tidak hanya berdua. Kami ikut rombongan open trip dari anak-anak Explore Cilacap. Sekitar 60 orang berkumpul di Areal 70 Pantai Teluk Penyu. Rencana kumpul jam 8, tapi nyatanya baru naik perahu setengah 10. Sebelum berangkat aku sempatkan dulu sarapan di warung pinggir pantai. Selembar mendoan dan sebuah lontong cukup mengganjal perut.
kapal yang mengantar kami ke dermaga sebelum memasuki hutan

Naik perahu ke dermaga menuju Kali Kencana sekitar 15 menit. Dermaganya tidak berbentuk seperti dermaga. Malahan kalau tidak tahu lewat situ paling mikirnya cuma bangunan runtuh. Mending keliatan bangunannya, runtuhan bangunan itu sudah ditumbuhi semak-semak dan lumut. Kapal yang aku naiki adalah kapal pertama yang sampai dermaga. Satu kapal berisi 15 orang dan dari kami belum ada yang pernah kesini. “Krik” moment pun terjadi.
keadaan dermaga

Sambil nunggu anak-anak yang lain, sempat terbesit pikiran, “Ini beneran kita kesini?”. Tidak ada penunjuk arah. Jalan setapak pun tidak ada. Hanya ada semak belukar, pohon-pohon besar, yang diantara itu hanya terbuka sedikit jalan cuma muat satu orang. Itu pun kaki kita harus membelah rerumputan yang tumbuh liar sepanjang jalan.
jalan masuk menuju Kali Kencana

Lima menit berlalu, masih “krik”. Sepuluh menit berlalu, ada satu kapal mendarat di dermaga. Dan tetap tidak ada satu orang pun diantara kami yang tahu jalan. Lima belas menit berlalu, kapal ketiga sampai dan hanya satu orang dari panitia yang ikut kapal. Ngobrol sana sini, diskusi muter-muter akhirnya kami sepakat mulai jalan pelan-pelan hanya dengan satu pemandu.

“Bismillah, semoga berangkat dan pulang selamat,” hanya itu doaku ketika mulai memasuki jalan menuju Kali Kencana. Dari yang tadinya “krik” moment, tiba-tiba jadi “syok” moment. Aku pikir jalannya hanya membelah rerumputan yang datar, tapi itu cuma dua meter dari dermaga. Setelah itu jalan menanjak, seperti mendaki gunung dengan tanah yang basah. Aku langsung mencari ranting pohon sebagai alat bantu. 
jalan menanjak di awal perjalanan

Sudah 10 menit berjalan, “Kuat, kuat, kuat. Aku pasti bisa. Ngga boleh nyerah. Ambruk. Apalagi pingsan.” Iya sih berangkatnya rame-rame. Tapi siapa juga yang mau nolongin. Kita semua juga cape jalan bawa badan sendiri. Sambil berharap ada yang istirahat jadi aku ikut berhenti istirahat juga. Emang sih, aku jalan di rombongan paling depan. Kalaupun mau istirahat di belakangku juga masih banyak orang. Tapi tidak ada yang aku kenal selain Bita dan rombongan depanku ini. Nanti kalau rombongan belakang juga ninggalin aku bagaimana? Di tengah hutan belantara? Oh, no.

jalan terus menembus semak-semak
Setengah jam lebih berlalu, jalan sudah mulai datar, tidak menanjak lagi. Tapi. Bentar. Sayup-sayup diantara suara kaki yang beradu dengan tanah basah terdengar suara yang di telinga masih asing. Pemandu yang cuma seorang diri itu memperingat supaya kami jarak jalannya rapat. Bulu kuduk agak berdiri mendengar suara itu. Clingak-clinguk ke arah suara juga percuma. Yang terlihat cuma pohon yang lebat dan menjulang tinggi.

emmm, gitu deh suaranya. hmmmm
Menembus rerumputan sudah, jalan licin menanjak sudah, suara aneh sudah, jembatan kayu sudah, jalan di tepian jurang sudah, nabrak ranting pohon yang menjalar ke bawah sudah, hampir terpelet sudah, sepatu nancep ketinggalan di lumpur juga sudah. Ngos-ngosan pasti, baju basah penuh keringat pasti, haus otomatis, kaki pegel belepotan penuh lumpur jelas. Kurang lengkap apa coba? Apa lagi nih yang belum? Belum sampai tempat tujuan lah pastinya.

Di tengah hampir putus asa tapi ngga boleh. Ya, masa sudah setengah jalan mau balik. Kaki terus melangkah walau yang penting bisa dilangkahkan. Tiba-tiba sebuah semangat timbul. Telinga ini mendengar sesuatu yang kali ini tidak asing. Suara air mengalir diantara bebatuan itu terdengar jelas. Segar seketika yang dirasa, padahal sejauh mata memandang sumber air itu belum terlihat. Suara air memang menenangkan, apalagi di tengah hutan yang masih asri seperti ini.

Dan benar saja, kami melewati sungai. Benar-benar jalan di tengah sungai. Tenang saja, sungainya kecil dan banyak batu besar. Jadi kita bisa berjalan di antara bebatuan atau kalau takut licin ya jalan di sungainya saja. Sungainya tidak dalam, paling 15 sampai 20 centimeter. Kami istirahat sejenak, duduk di bebatuan. Minum dulu, atur napas, cuci kaki yang belepotan penuh lumpur, tidak lupa selfie.
istirahat di sungai

Setelah lima menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Menyusuri sungai, naik ke daratan, ketemu sungai lagi, ada air terjunnya kecil. Ada yang berhenti lagi, foto-foto, minum, ada juga yang lanjut. Aku memilih melanjutkan perjalanan. Kali ini jalannya mulai turun dan licin juga. Hanya saja lebih gelap karena pohon lebih rindang. Dan suara asing itu muncul lagi, lebih keras. Ya, Tuhan lindungi aku.

air terjun yang kecil
Tapi kami hanya diam dan tetap berjalan. Sambil berdoa dalam hati. “Syok” moment sudah lewat. Yang ada hati sudah mulai ikhlas dengan perjalanan, bersahabat dengan apapun itu yang ada di jalan. Sedikit berharap semoga lekas sampai tujuan.

Entah sudah berapa lama kaki ini melangkah. Sampai ketemu sungai lagi, pengin istirahat lagi. Tapi dikasih tau kalau 15 menit lagi sampai. Niat istirahat diurungkan dengan iming-iming “hampir sampai”. Jalan lagi, masih hutan. Tapi benar, baru jalan sebentar aroma asin air laut mulai tercium. Deburan ombak sudah mulai terdengar.

sungai terakhir

mulai terdengar deburan ombak
padang rumput sebelum pantai Kali Kencana
Akhirnya kami keluar dari hutan dan mendapati padang rumput yang luas denga pohon kelapa yang menjulang tinggi. Sejauh mata memandang padang rumput yang hijau belum terlihat pantainya. Tapi hati sudah senang sekali bagai punduk mendapatkan bulan. Dan, finally!!! Jreng, jreng, jreng. *drum roll*

Inilah pantai Kali Kencana.

Sampai di TKP langsung nggelosor, selonjoran. Kalau kakiku bisa ngomong mungkin dia lagi sujud syukur, “Alhamdulillah, akhirnya.” Tak cuma kaki sih, tapi sekujur badan. Aku buka tas ransel ungu hitam andalanku, ada satu pak roti isi 5 buah dan air minum dua botol. Bita masih memegang satu botol air mineral yang tinggal seperempat isinya. Ngemil roti sambil menikmati semilir angin pantai.

Pantai Kali Kencana ini menghadap langsung ke Samudra Hindia. Jadi tidak heran kalau ombaknya sangat besar. Kiri kanan pantai ada tebing dan batu yang besar, di tengah agak ke sebelah kanan juga ada batu besar menjulang ke atas. Tepian pantainya berpasir abu-abu, putih sekali tidak, hitam pekat pun tidak. Di samping kiri ada muara Kali Kencana, kalau mau berenang sebaiknya di muara saja yang airnya tenang. Muara ini adalah aliran sungai yang dari tadi kami lewati.
ombak yang besar menghantam batu karang

Muara Kali Kencana
salah satu batu karang di sebelah kiri Kali Kencana
salah satu batu karang di sebelah kanan Kali Kencana
Selesai cemal-cemil dan selonjoran, aku dan Bita mulai menyusuri pantai. Kami memang jalan beramai-ramai tapi semua anak memang sudah bergerombol dari awal. Jadi ya mainnya sama teman-teman segerombolannya sendiri-sendiri. Puas menyusuri pantai dari kiri ke kanan, main air, foto-foto, naik-naik batu karang tibalah waktunya pulang.

Masih dengan jalan yang sama seperti tadi dengan bekal yang tinggal sebotol air mineral untuk berdua. Bedanya setiap gerombolan mulai jalan sendiri-sendiri. Beberapa jalan sudah tidak begitu licin. Waktu tempuh jalan pulang terbilang lebih cepat, hanya 1,5 jam. Mungkin hati, pikiran, jiwa, dan raga sudah mulai menyatu dengan semesta.

Di jalan aku dan Bita ditemani 3 kawan dari Papua yang sudah lama tinggal di Cilacap. Sepanjang perjalanan ngobrol ngalor ngidul tentang Papua dan Cilacap. Mereka sempat bilang kalau aku takut dengan mereka, mereka akan diam. “Eh, jangan begitu lah kakak. Kita semua bekawan,” jawabku. Tidak masalah buatku berkawan dengan siapapun, bukankah kita semua sama-sama manusia. Kalau masalah orang jahat ataupun baik, itu yang salah bukan rasnya, sukunya, golongannya. Tapi pribadi setiap manusia itu sendiri yang membuat ia jahat. Sempat bertukar akun sosmed, tapi saat itu hapeku mati. Jadi belum sempat di add, aku pun agak lupa namanya.
kawan dari Papua

Sampai di dermaga yang tadi kami harus menunggu kapal. Jalannya 1,5 jam, nunggu kapalnya pun 1,5 jam. Hari sudah mulai sore. Matahari sudah mau pamit. Perut sakit. Badan lelah. Mata ngantuk. Pulang, cuma itu kata yang ada di kepala.



Tips perjalanan ke Kali Kencana:

  • Jangan pergi sendirian. Ini penting, kamu mau ilang di tengah hutan apa.
  • Pemanasan dulu sebelum berangkat untuk meminimalisir kram di kakimu.
  • Bawa bekal. Sepanjang perjalanan tidak ada penjual. Kemarin pas pulang beberapa teman ada yang akhirnya minum air sungai. Katanya sih seger-seger aja.
  • Pakai sepatu dan pakaian yang nyaman. Kemarin ada yang pakai high heels, duh mbak pikir hutan itu mall apa? Serius kemarin ada yang pakai heels. Aku tak tau nasib akhir mbak itu gimana.
  • Berdoa dan selalu berpikir positif. Karena penghuninya banyak, banyak yang begitu, ya begitulah, pokoknya begitu.

Saturday, December 19, 2015

Jalan Sendirian Hari Pertama Di Lombok



Panasnya, batinku sesampainya di Lombok. Bandara International Lombok (BIL) ini lebih sepi dari Bandara Soekarno Hatta. Wajar saja Bandara Soetta kan memang lebih banyak jadwal penerbangannya. Kepalaku berasa agak pusing, langkahku tidak seimbang. Aduh, jangan sampai badanku ambruk. Aku sendirian disini. Tanah orang lain yang belum pernah sekalipun aku menginjaknya. Dan aku baru tersadar, tidak ada satu orang pun yang aku kenal di pulau ini.

Yap, aku ke Lombok sendiri dan dipastikan akan berjalan sendiri juga. Bingung, ada sih sedikit. Sebelum berangkat aku sudah membuat itinenary terlebih dahulu pastinya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah ke hotel dulu baru mencari sewa motor. Di lombok itu jarang sekali ada angkutan umum jadi kalau mau gampang pergi-pergi ya sewa motor. Kalau ke Lomboknya ramai-ramai bisa sewa mobil sekalian guide+sopirnya. Karena aku sendirian pakai motor saja cukup.

Monday, December 7, 2015

Perjalanan Dari Cilacap Ke Lombok



“Mau ngapain kamu kesana jauh-jauh sendirian?”
“Jalan-jalan, Beh,” aku tahu jawabanku memperburuk suasana. Bahkan kemungkinan mendapatkan ijin dari Babeh tinggal 10% saja. “Tiket dan hotel ditanggung kok, udah dibeliin malahan.”
“Iya kalau itu bener. Kalau kamu diboongi orang gimana?”
“Itu resmi kok, Beh. Udah aku cek. Itu asli,” aku memang sudah mengecek kebenaran hadiah liburan itu ke teman kost ku yang sekarang bekerja di Kementrian Pariwisata. Tapi namanya orang tua aku sodorkan cuplikan chat ku dengan teman kost ku itu, tetap saja tidak percaya. Aku melirik Mamahku, berharap bantuan.

Sebelumnya aku sudah bilang Mamahku bahwa aku memenangkan lomba menulis dari Kemenpar yang Pesona Tambora ini. Tentu saja Mamah langsung setuju. Dia tidak mau anaknya di rumah saja. Akhirnya Babeh sepakat walau dari raut mukanya masih setengah hati. Aku pun membulatkan tekat dan berjanji tidak akan mengecewakan. Aku di Lombok tidak kenapa-napa dan bisa kembali sampai rumah dengan selamat.

Sejujurnya ini adalah perjalanan terjauh selama ini dalam hidupku. Sebelumnya yang terjauh itu ke Jember. Itupun naik kereta, transportasi favorit versiku. Dan tidak sendiri, berdua dengan temanku. Tapi sekarang aku akan ke Lombok. Dari rumah ku di Cilacap itu berarti harus melintasi pulau bahkan zona waktu berbeda. Mungkin jaraknya dua kali lipat dibanding waktu aku ke Jember. Tapi yang perlu disiapkan lebih dari dua kali lipat. Terutama mental.

Thursday, November 12, 2015

Mengayuh Asa



Kring..kring.. ada sepeda
Sepedaku roda dua
Ku dapat dari ayah
Karna rajin bekerja
 
ig : @kisahkasih_
Memori di kepala seketika melayang-layang menembus waktu. Teringat dulu sewaktu kaki kecil ini berlari-lari mengejar teman yang bersepeda. Sepedanya baru. Dan kami semua berkumpul ikut serta bergembira. Mendorongnya dari belakang. Berharap dapat pinjaman.

Hari demi hari aku hanya bisa mengejar teman yang satu demi satu punya sepeda. Kini giliran aku sendirian yang mendorong mereka yang semuanya sudah punya sepeda. Bahkan sering ditinggal. Mereka sudah tidak lagi balap lari, tapi balap sepeda. Kakiku yang pendek tentu saja tidak bisa mengejarnya. Senyum ini terlihat lebar tapi dalam hati iri juga. “Kapan aku bisa seperti mereka?” dalam hati terselip doa, semoga segera.

Thursday, November 5, 2015

Traveller Versus Backpacker



Untuk apa sih kita berwisata? Sekedar hobi, mencari pelarian, gengsi karena sedang hits-hitsnya, melepas penat setelah bekerja atau justru karena sedang bekerja. Tidak bisa dipungkiri sekarang ini jumlah wisatawan meningkat drastis. Bisnis travel agen semakin menjamur. Tempat wisata yang dulu biasa saja tiba-tiba banyak diperbincangkan di media sosial.

Bukan tanpa alasan, dengan adanya media sosial traveling menjadi salah satu kegiatan yang banyak dicari. Bermula dari update status kegiatan yang dilakukan, kemudian check in lokasi dan diteruskan upload foto atau video. Bermula dari pasang status seadanya, gokil dan biasa saja. Kemudian seiring bertambahnya pertemanan dalam media sosial jadi banyak koment dan like, berakhirlah pada jaga image. Karena jaga image apa yang ditampilkan ingin yang bagus-bagus. Salah satunya update status jalan-jalan, check in lokasi di tempat yang keren dan share foto pemandangan yang bagus.

Hal ini mendorong orang-orang ingin traveling ke berbagai tempat. Biar terlihat hidup bahagia. Tidak seperti orang susah yang hanya tinggal di rumah saja. Apalagi kemudian muncul berbagai forum obrolan tentang traveling di media sosial, website penyedia konten khusus traveling dan acara TV yang menyuguhkan keindahan Indonesia. 

Thursday, September 17, 2015

Galau Karena Cinta Belum Seberapa Dibanding Galaunya Pengangguran

Ada sejuta macam cerita tentang cinta. Sejomblo-jomblonya kamu pasti pernah merasakan namanya cinta. Pesona cinta memang tiada tandingannya. Dari yang berbunga-bunga sampai berdarah-darah karenanya. Dari yang sudah senang sekali walau hanya mendengar namanya. Sampai muak melihat ada sedikit saja yang mirip dengannya.

Berbunga-bunga, jantung berdebar begitu cepat, panas api cemburu, endapan-endapan rindu, aliran darah yang begitu cepat, senyum yang tak jelas, lamunan mengenang semua angan, semua itu bisa bercampur menjadi satu hanya karena cinta. Bahkan banyak yang rela melakukan segala cara untuk cinta. Walaupun pengorbanan itu dilakukan dengan diam tanpa si cinta itu tau keberadaanmu.

Translate

Popular Posts