Selalu. Sering.
Saya selalu dan sering kali
diberi pertanyaan “Apa ngga takut jalan sendirian?”. Mendengar pertanyaan itu rasanya
seperti sedang makan ditanya, “Lapar, ya?”. Atau sedang tidur ditanya,
“Ngantuk, ya?”. Saya harus jawab apa?
Oke, jalan sendiri memang tidak
seperti kegiatan sehari-hari laiknya makan atau tidur. Tapi, bukankah dari
lahir sampai mati kita memang sendirian? Anak kembar sekali pun, lahirnya
satu-satu. Mati berjamaah sekali pun, dibungkus satu-satu. Tidak ada yang jadi double atau pun triple.
Lalu, kamu masih takut jalan
sendirian?
Saya?
Ya, jelas takut lah. Saya manusia
biasa yang masih punya perasaan. Bukan segelondong daging mati rasa. Hanya
saja-tentu saja-pastinya tingkat ketakutan kita berbeda. Antara 1-10, tingkat
ketakutan saya mungkin 3 atau 4. Sedangkan kamu, bisa jadi 100 dari 1-10.
Saking menyiksanya sampai mengetahui saya yang orang lain melakukan perjalanan
sendiri saja, kamu sudah ketakutan mau mati. Padahal yang berjalan itu saya,
BUKAN KAMU.
Tentang musibah atau pun hal-hal
dalam perjalanan yang tidak diinginkan. Tentu apa pun bisa terjadi, bahkan
tidak perlu kemana-mana hanya berdiam diri di rumah saja, apa pun bisa terjadi.
“Tapi, kan, kalau pergi jauh-jauh nantang maut, cari masalah deh!” Halo!
Memangnya kalau di rumah saja kamu tidak akan punya masalah?
Saya perempuan yang walau ribuan
Kartini bersuara tetap saja, SAYA PEREMPUAN. Katanya, tidak baik jalan sendiri,
kami kaum yang lemah, tidak boleh mandiri, harus manja, dan tabu melakukan
semuanya sendirian apalagi berkata tentang keberanian. PAMALI.
Prinsip hidup setiap orang memang
berbeda-beda. Saya tidak menyalahkan mereka yang penakut. Tidak juga
membenarkan mereka yang pemberani. Karena sebaik-baiknya penakut dan pemberani
adalah mereka yang mampu menghadapi apa pun masalah yang tengah terjadi.
Lalu bagaimana caranya agar bisa
berani jalan sendirian? Atau minimal bisa mengatasi masalah apa pun dalam
perjalanan?
Semuanya bermula dari hati dan
pikiranmu sendiri. Banyak orang yang takut jalan sendirian bukan karena masalah
yang sedang terjadi. Tapi justru terlalu banyak memikirkan hal-hal yang belum
tentu akan terjadi. Bahkan untuk terjadi saja itu tidak mungkin.
Tidak ada perjalanan yang
sempurna. Bahkan rame-rame pun tidak menjamin perjalanmu akan menyenangkan.
Saya sudah mencoba berjalan sendiri dan rame-rame. Sejauh ini jalan sendiri
membuat saya ketagihan.
Justru jalan sendiri lebih banyak
ceritanya. Saya memiliki banyak ruang untuk mengeksplore tempat yang saya
kunjungi dan diri saya sendiri tentunya. Jalan sendiri membuat semua anggota
tubuh saya bekerja. Saya benar-benar merasakan apa itu hidup sebenarnya.
Jalan sendiri bukan sekedar
tentang takut dan berani. Lebih dari itu, jalan sendiri benar-benar melatih
semua macam sifat, sikap dan perilaku kita. Bagaimana menghadapi orang asing?
Bagaimana merawat dan melindungi tubuh dengan baik? Bagaimana menghormati dan
menghargai budaya setempat? Bagaimana mengelola keuangan agar cukup? Dan masih
banyak bagaimana-bagaimana lagi yang lainnya.
Tidak mudah melakukan semua itu.
Tidak semua orang juga bisa melakukannya. Kebanyakan orang takut sendirian
karena takut dikatai orang lain, “Kasian jalannya sendirian.”. Saya justru
bangga bisa jalan sendiri. Sedikit pun saya tidak merasa hidup saya kasihan.
Justru lebih kasihan kalau saya cuma bisa merepotkan orang lain, penakut, dan
tidak mandiri.
Kalau kalian ingin mencoba
berjalan sendiri ke tempat yang baru dan tidak ada seorang pun yang kalian
kenal di sana. Cobalah berlatih yang terdekat dulu. Bukan, bukan ke rumah tetangga.
Tapi latihlah hatimu dulu. Karena segala sesuatu bermula dari hati dan
pikiranmu sendiri.
Tidak dipungkiri kami kaum
perempuan dibentuk peradaban untuk bermanja-manja ria. Saya sering heran
melihat kaum saya sendiri takut dengan hal-hal yang hanya didengar dari orang
lain. Bahkan kejadian pun belum tentu. Tapi heboh takutnya sudah luar biasa.
Mau bagaimana lagi bawaan tanah harus lebay.
Sedangkan kaum sebelah, alias
laki-laki, diberi label berani dari lahir. Padahal banyak loh, laki-laki yang
penakut. Tapi tidak terlihat karena terbungkus rapi oleh anggapan. Mereka
angkuh padahal juga rapuh.
Saya tidak menyalahkan perempuan
yang takut bepergian sendirian. Lalu, merasa jumawa karena saya bisa dengan
mudah melakukannya. Toh, tidak pergi ke mana-mana juga harus punya keberanian.
Berani menahan nafsu tidak tergoda hal-hal indah kata orang di luar sana.
Berani menjadi orang yang tidak banyak pengalaman. Berani memilih kehidupan
dalam zona aman. Tinggal kamu pilih, beranimu mau ditempatkan di mana?
Jadi, kurangi anggapan perbanyak
jalan. Agar kamu tahu apa yang sebenar-benarnya benar.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar