Showing posts with label solo traveler. Show all posts
Showing posts with label solo traveler. Show all posts

Tuesday, December 4, 2018

Karimunjawa, Real Wonderful Indonesia

Kali ini jantungku mulai terbiasa dengan apa pun yang akan terjadi sepanjang perjalanan. Ini bukan kali pertama aku bepergian ke tempat asing yang belum pernah sekalipun aku singgahi. Semesta selalu punya cara. Itu yang aku yakini agar apapun yang terjadi dalam perjalanan, hati ini bisa berdamai dengan keadaan. Dan semesta kali ini menjatuhkan pilihannya pada Karimunjawa.

Wednesday, November 29, 2017

Jalan Sendiri, Yuk!


Selalu. Sering.

Saya selalu dan sering kali diberi pertanyaan “Apa ngga takut jalan sendirian?”. Mendengar pertanyaan itu rasanya seperti sedang makan ditanya, “Lapar, ya?”. Atau sedang tidur ditanya, “Ngantuk, ya?”. Saya harus jawab apa?

Oke, jalan sendiri memang tidak seperti kegiatan sehari-hari laiknya makan atau tidur. Tapi, bukankah dari lahir sampai mati kita memang sendirian? Anak kembar sekali pun, lahirnya satu-satu. Mati berjamaah sekali pun, dibungkus satu-satu. Tidak ada yang jadi double atau pun triple.
Lalu, kamu masih takut jalan sendirian?

Saya?

Ya, jelas takut lah. Saya manusia biasa yang masih punya perasaan. Bukan segelondong daging mati rasa. Hanya saja-tentu saja-pastinya tingkat ketakutan kita berbeda. Antara 1-10, tingkat ketakutan saya mungkin 3 atau 4. Sedangkan kamu, bisa jadi 100 dari 1-10. Saking menyiksanya sampai mengetahui saya yang orang lain melakukan perjalanan sendiri saja, kamu sudah ketakutan mau mati. Padahal yang berjalan itu saya, BUKAN KAMU.

Tentang musibah atau pun hal-hal dalam perjalanan yang tidak diinginkan. Tentu apa pun bisa terjadi, bahkan tidak perlu kemana-mana hanya berdiam diri di rumah saja, apa pun bisa terjadi. “Tapi, kan, kalau pergi jauh-jauh nantang maut, cari masalah deh!” Halo! Memangnya kalau di rumah saja kamu tidak akan punya masalah?

Saya perempuan yang walau ribuan Kartini bersuara tetap saja, SAYA PEREMPUAN. Katanya, tidak baik jalan sendiri, kami kaum yang lemah, tidak boleh mandiri, harus manja, dan tabu melakukan semuanya sendirian apalagi berkata tentang keberanian. PAMALI.

Prinsip hidup setiap orang memang berbeda-beda. Saya tidak menyalahkan mereka yang penakut. Tidak juga membenarkan mereka yang pemberani. Karena sebaik-baiknya penakut dan pemberani adalah mereka yang mampu menghadapi apa pun masalah yang tengah terjadi.

Lalu bagaimana caranya agar bisa berani jalan sendirian? Atau minimal bisa mengatasi masalah apa pun dalam perjalanan?

Semuanya bermula dari hati dan pikiranmu sendiri. Banyak orang yang takut jalan sendirian bukan karena masalah yang sedang terjadi. Tapi justru terlalu banyak memikirkan hal-hal yang belum tentu akan terjadi. Bahkan untuk terjadi saja itu tidak mungkin.

Tidak ada perjalanan yang sempurna. Bahkan rame-rame pun tidak menjamin perjalanmu akan menyenangkan. Saya sudah mencoba berjalan sendiri dan rame-rame. Sejauh ini jalan sendiri membuat saya ketagihan.

Justru jalan sendiri lebih banyak ceritanya. Saya memiliki banyak ruang untuk mengeksplore tempat yang saya kunjungi dan diri saya sendiri tentunya. Jalan sendiri membuat semua anggota tubuh saya bekerja. Saya benar-benar merasakan apa itu hidup sebenarnya.

Jalan sendiri bukan sekedar tentang takut dan berani. Lebih dari itu, jalan sendiri benar-benar melatih semua macam sifat, sikap dan perilaku kita. Bagaimana menghadapi orang asing? Bagaimana merawat dan melindungi tubuh dengan baik? Bagaimana menghormati dan menghargai budaya setempat? Bagaimana mengelola keuangan agar cukup? Dan masih banyak bagaimana-bagaimana lagi yang lainnya.

Tidak mudah melakukan semua itu. Tidak semua orang juga bisa melakukannya. Kebanyakan orang takut sendirian karena takut dikatai orang lain, “Kasian jalannya sendirian.”. Saya justru bangga bisa jalan sendiri. Sedikit pun saya tidak merasa hidup saya kasihan. Justru lebih kasihan kalau saya cuma bisa merepotkan orang lain, penakut, dan tidak mandiri.

Kalau kalian ingin mencoba berjalan sendiri ke tempat yang baru dan tidak ada seorang pun yang kalian kenal di sana. Cobalah berlatih yang terdekat dulu. Bukan, bukan ke rumah tetangga. Tapi latihlah hatimu dulu. Karena segala sesuatu bermula dari hati dan pikiranmu sendiri.

Tidak dipungkiri kami kaum perempuan dibentuk peradaban untuk bermanja-manja ria. Saya sering heran melihat kaum saya sendiri takut dengan hal-hal yang hanya didengar dari orang lain. Bahkan kejadian pun belum tentu. Tapi heboh takutnya sudah luar biasa. Mau bagaimana lagi bawaan tanah harus lebay.

Sedangkan kaum sebelah, alias laki-laki, diberi label berani dari lahir. Padahal banyak loh, laki-laki yang penakut. Tapi tidak terlihat karena terbungkus rapi oleh anggapan. Mereka angkuh padahal juga rapuh.

Saya tidak menyalahkan perempuan yang takut bepergian sendirian. Lalu, merasa jumawa karena saya bisa dengan mudah melakukannya. Toh, tidak pergi ke mana-mana juga harus punya keberanian. Berani menahan nafsu tidak tergoda hal-hal indah kata orang di luar sana. Berani menjadi orang yang tidak banyak pengalaman. Berani memilih kehidupan dalam zona aman. Tinggal kamu pilih, beranimu mau ditempatkan di mana?

Jadi, kurangi anggapan perbanyak jalan. Agar kamu tahu apa yang sebenar-benarnya benar.

Friday, February 17, 2017

Kemit Forest - Wisata Edukasi Di Sidareja Cilacap

Selamat datang di Kemit Forest

Tidak ada perjalanan yang mulus, baik-baik saja. Pasti ada saja yang terjadi, entah sebelum, saat, atau pun sesudah perjalanan itu dilakukan.

Beberapa hari yang lalu, saya mengunjungi Kemit Forest atau Hutan Kemit. Saya sendiri baru tahu nama tempat ini. Bahkan teman saya yang anak daerah setempat saja belum tahu dengan keberadaan Kemit Forest. Berbekal dadakan, nekad, dan asal pergi saja akhirnya saya dan teman saya berangkat mencarinya.

Setelah dzuhur kami bertiga berangkat dari Karang Pucung. Dari info yang saya dapat di internet arah jalannya dari Sidareja semua. Sedangkan, kami berangkat dari Karang Pucung. Teman yang tahu tempatnya hanya memberi petunjuk dari SMP N 3 Gandrungmangu lurus terus. Ada jalan, masuk saja.

Saturday, January 21, 2017

Berswafoto Ria Di Pantai Watu Bale Dan Bukit Panduran



Semesta itu sudah indah apa adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna memanfaatkannya.

Di belahan Indonesia bagian mana pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat. Seperti yang terjadi di Kebumen.

Nyaris semua pantai dari Ayah sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu sangat instagramable dengan tempat swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.

Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran.



Monday, December 12, 2016

Travelling Itu Sederhana, Pikiranmu Saja Yang Rumit



Tadi siang, saya mendapat pesan dari seorang teman. Isinya, mengajak saya pergi ke tempat wisata. Saya sudah bilang tidak bisa karena ada beberapa kerjaan yang belum selesai. Teman saya tidak percaya karena dia mengajaknya di hari Minggu. Yang pada umumnya semua orang libur berjamaah di hari itu.

Mulailah dia mengeluarkan segala bujuk rayu, yang tetap saja saya tolak. Menariknya adalah bagaimana dia merayu saya. Hampir semua teman saya bila mengajak saya pergi selalu mengeluarkan dalih yang sama. Saya tertawa kecil membacanya dan terpikir, apakah saya memang orang seperti itu?

“Ayolah, kamu kan sering jalan-jalan.”

Hanya karena saya sudah berjalan sampai ke pulau seberang, apa predikat sering jalan-jalan pantas untuk saya? Saya merasa itu tidak cukup. Banyak yang berjalan lebih jauh dan lebih lama dari saya. Apa karena saya sering membagikan foto-foto saya di instagram lantas bisa dibilang traveller? Tentu bukan karena itu. Foto bisa saja dari masa lalu yang dibagikan ulang. Lagian saya posting foto bukan hanya karena fotonya, tapi ceritanya.

Sunday, October 30, 2016

Kenangan Sepanjang Jalan Malioboro



Sisa-sisa dari perjalanan adalah kenangan. Mereka seperti kuku di jarimu, kau potong akan tumbuh lagi. Semakin berusaha untuk melupakannya, semakin tumbuh susah dihindari. Ditanggapi, yang ada malahan membuatnya berlipat ganda. Apalagi kalau kenangan itu tentang Jogja.

Kota yang diciptakan dari sekuntum rindu ini tidak akan membiarkanmu pulang tanpa kenangan. Apalagi kalau kamu sampai jatuh cinta di Jogja, bersiaplah dengan rindu-rindu yang menyiksa. Entah sihir dari mana, memang begitu adanya. Sudah puluhan kali aku singgah ke kota ini. Ratusan kali juga aku ingin kembali.

Senyumannya, keramahannya, budayanya, dan angkringannya susah sekali untuk dilupakan. Jogja yang dulu memang berbeda dengan Jogja yang sekarang. Ada beberapa bagian yang mengikuti arus perkembangan jaman. Tapi tak sedikit pula yang masih mempertahankan ciri khas ke-Jogja-an.

Monday, October 24, 2016

Jelajah Jawa Tengah Dari Kaki Gunung Sampai Pantai Bersama Mamih



Hai, aku Kero!

Hai, para pejalan!

Perkenalkan, aku Kero, punya sayap tapi belum bisa terbang. Aku sama seperti anak jaman sekarang yang selalu ingin dibilang kekinian. Bukan lebay, tidak tahu diri, atau hanya meninggikan gengsi. Aku pikir semua jaman juga ada kekiniannya masing-masing. Semua orang suka atau tidak suka pasti pernah merasakan kekinian di jamannya. Walau hanya sekali saja.

Belum genap dua bulan aku diadopsi oleh @kisahkasih_. Ya, dialah Mamihku sekarang. Aku tuliskan ceritaku ini karena si Mamih selalu bilang, “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.” Kata-kata yang itu dia kutip dari bukunya Pramudya Ananta Toer, penulis idolanya Mamih.

Awalnya aku sama seperti kalian. Senang sekali menulis dengan kata-kata yang unik atau temannya Mamih bilang itu alay, sampai susah dibaca. Tapi Mamih bilang, “Tidak apa kamu ingin berbeda, tapi jangan lupa berbagi dengan yang lainnya jauh lebih berharga. Kalau tulisanmu hanya bisa kamu baca sendiri, buat apa?”

Sunday, October 2, 2016

Refleksi Diri Di Kampung Kurcaci



“Sugeng rawuh wonten Kampung Kurcaci, Mba,” “Selamat datang di Taman Kurcaci, Mba,” begitu kata penjaga loket tiket di Kampung Kurcaci sambil tersenyum.
Pintu masuk Kampung Kurcaci
Sejak kapan kamu belajar berbicara? Aku, tidak ingat kapan pastinya. Orang pertama yang mengajarkan aku berbicara tentu ibuku. Bahkan ketika pertama kali aku menyusu padanya, ibu sudah mengajakku berbicara. Dari sekedar mengoceh belaka sampai bertutur indah didengar. Aku beruntung hidup di keluarga yang mengajarkan tata krama dalam berbicara. Dimana saat ini kesopanan dalam berbicara mulai luntur di kalangan anak muda.

Thursday, September 15, 2016

Renungan Dalam Senja Di Bukit Merese



Pola hidup semua orang di dunia sama saja. Semua orang punya masalah, pernah sedih, bisa senang, dicintai mencintai, bosan, galau, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hanya saja versi ceritanya berbeda-beda. Tergantung keadaan masing-masing setiap orang tentunya.

Aku sedang dilanda kebosanan luar biasa ketika berangkat ke Lombok tanahnya suku Sasak. Bukan karena kegiatan setiap hari yang begitu-begitu saja. Tapi justru karena tidak punya kegiatan. Ya, aku pengangguran. Lama menganggur dan berkali-kali menganggur membuat hidupku membosankan. Bosan mendengar omongan orang, “Kamu itu sarjana, harusnya di sana?”

Sampai suatu hari dengan modal iseng belaka, aku mendapatkan tiket ke Lombok PP dan penginapan dari sebuah perlombaan. Ini bukan lagi lumayan. Untuk seorang pengangguran bisa jalan-jalan ke Lombok gratis adalah berkah yang tak terkira. Kalaupun aku tetap bekerja, menabung dari gajiku saja tidak akan bisa pergi ke sana. Uang cukup pun, pasti tidak dapat cuti kerja.

Sunday, September 11, 2016

Tumbuh Bersama Kereta Api



Di dunia ini banyak sekali jenis alat transportasi yang memudahkan kita berkunjung dari satu tempat ke tempat lain. Jujur saja kalau aku pergi kemana-mana, pertama yang menjadi bahan pertimbangan soal harga. Cari yang paling murah, kedua baru cari yang paling nyaman. Setelah mencoba alat transportasi dari berbagai macam model, aku paling suka naik kereta api. Rasanya begitu nyaman dan rindu ingin naik lagi.
foto koleksi pribadi, ig: @kisahkasih_

Friday, July 29, 2016

Spot View Gunung Selok dan Wisata Religi di Sekitarnya



Naik-naik ke puncak gunung
Tinggi-tinggi sekali
Pernahkah kalian mendengar sepenggal lirik lagu itu? Lagu yang sangat populer saat kalian masih kecil ini, cocok buat kalian yang suka naik gunung. Tapi sepertinya lagu itu kini sudah tidak populer lagi bahkan di kalangan pendaki itu sendiri.

Gunung umumnya memiliki kawah, lahar, kalaupun mati pasti pernah lah meledak. Tapi berbeda dengan Gunung Selok yang terletak di desa Karangbenda, Adipala, Cilacap. Gunung ini adalah bukit yang rimbun ditumbuhi pohon-pohon. Bisa ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam dari kota Cilacap.

Sunday, April 10, 2016

Trip Lombok: Air Terjun Benang Sekotel dan Benang Kelambu



Setiap manusia memiliki semua sifat dalam dirinya. Punya ketakutan dan keberanian dalam kadarnya masing-masing. Aku tidak mudah mengecilkan yang lebih penakut dari aku. Atau mengagung-agungkan yang lebih berani dari aku. Nyatanya pasti ada saja orang yang lebih penakut dari aku dan pasti ada yang lebih pemberani dariku. Wajar saja, di atas langit masih ada langit.

Perjalananku bukan yang teristimewa, tidak juga biasa saja. Banyak yang jalannya lebih jauh dari aku dan pasti ada saja yang ngeri mendengar cerita perjalananku yang jauh. Dalam diriku sendiri masih merasa belum apa-apa, juga bukan siapa-siapa. Ya, mungkin aku berada di tengah-tengah kalian. Bisa jadi suatu saat nanti aku bisa lebih dari kalian yang sekarang jalannya sudah jauh. Atau malahan kalian yang sekarang masih penakut, suatu saat nanti jalannya bisa lebih jauh dari aku. Tidak masalah kan kalau aku bercerita tentang fase yang sedang aku lalui ini? Suatu saat kalian akan mengalami atau sudah mengalami.

Wednesday, March 9, 2016

Benarkah Traveling Membuat Bahagia?



Budaya traveling sekarang ini kian mewabah. Banyak tempat wisata baru yang bermunculan karena postingan di media sosial. Kemudian orang-orang berlomba-lomba mendatanginya. Memposting foto-foto keren di medsos biar dianggap kekinian. Kalau sudah begitu langsung serta merta mencap dirinya BAHAGIA.

Sebagian besar orang menshare foto liburannya di medsos pasti yang bagus. Pemandangan yang bagus, pose yang bagus, outfit yang keren. Pokoknya selalu terlihat bagus deh. Hal ini membuat tolok ukur bahwa orang yang bahagia adalah mereka yang hidupnya sering traveling atau bepergian. Benarkah orang yang traveling pasti bahagia?

Pantai Di Cilacap Part 3: Pantai Rancah Babakan - Hidden Paradise Di Ujung Barat Nusakambangan


Jalan sendiri asik, jalan berdua asik, jalan rame-rame juga asik. Pokoknya jalan sama siapa asik-asik saja.

Beberapa hari yang lalu aku ikut open trip Explore Cilacap ke pantai Rancah Babakan. Kenapa harus open trip segala? Karena untuk mencapainya tidaklah mudah. Ada tantangan sendiri yang membuat perjalanan jadi penuh sensasi.

Cilacap memang punya banyak sekali pantai. Dari pantai Jetis sampai Segara Anakan, belum lagi yang di pulau Nusa Kambangan. Ada puluhan pantai yang bisa kalian singgahi. Dan tentunya dengan pemandangan yang berbeda-beda. Setiap pantai punya ciri khasnya sendiri. Tidak hanya sekedar pertemuan ombak dan pasir.

Wednesday, December 30, 2015

Pantai Di Cilacap Part 2: Pantai Kali Kencana, Salah Satu Pantai Tersembunyi Di Selatan Pulau Nusakambangan



Pulau Nusakambangan, satu-satunya pulau di kabupaten Cilacap menyimpan sejuta misteri. Dari flora faunanya, penghuninya, kandungan energi di dalamnya, keindahan alamnya, sampai jodoh yang entah kemana. Hiya, baper. Sebagian besar pulau ini masih berupa hutan belantara. Mungkin ini juga yang membuat pulau ini menyimpan sejuta misteri.

Pada kesempatan kali ini aku dan Bita mencoba memecahkan salah satu misteri itu. Apakah? Kali Kencana. Salah satu pantai tersembunyi di bagian selatan Nusakambangan. Di sepanjang pulau Nusakambangan sebenarnya banyak sekali pantai yang bagus-bagus. Hanya tidak semua pantai dibuka sebagai objek pariwisata. Karena memang sebagian besar pulau Nusakambangan masih berbentuk hutan belantara.

Kemarin waktu kesana aku dan Bita tidak hanya berdua. Kami ikut rombongan open trip dari anak-anak Explore Cilacap. Sekitar 60 orang berkumpul di Areal 70 Pantai Teluk Penyu. Rencana kumpul jam 8, tapi nyatanya baru naik perahu setengah 10. Sebelum berangkat aku sempatkan dulu sarapan di warung pinggir pantai. Selembar mendoan dan sebuah lontong cukup mengganjal perut.
kapal yang mengantar kami ke dermaga sebelum memasuki hutan

Naik perahu ke dermaga menuju Kali Kencana sekitar 15 menit. Dermaganya tidak berbentuk seperti dermaga. Malahan kalau tidak tahu lewat situ paling mikirnya cuma bangunan runtuh. Mending keliatan bangunannya, runtuhan bangunan itu sudah ditumbuhi semak-semak dan lumut. Kapal yang aku naiki adalah kapal pertama yang sampai dermaga. Satu kapal berisi 15 orang dan dari kami belum ada yang pernah kesini. “Krik” moment pun terjadi.
keadaan dermaga

Sambil nunggu anak-anak yang lain, sempat terbesit pikiran, “Ini beneran kita kesini?”. Tidak ada penunjuk arah. Jalan setapak pun tidak ada. Hanya ada semak belukar, pohon-pohon besar, yang diantara itu hanya terbuka sedikit jalan cuma muat satu orang. Itu pun kaki kita harus membelah rerumputan yang tumbuh liar sepanjang jalan.
jalan masuk menuju Kali Kencana

Lima menit berlalu, masih “krik”. Sepuluh menit berlalu, ada satu kapal mendarat di dermaga. Dan tetap tidak ada satu orang pun diantara kami yang tahu jalan. Lima belas menit berlalu, kapal ketiga sampai dan hanya satu orang dari panitia yang ikut kapal. Ngobrol sana sini, diskusi muter-muter akhirnya kami sepakat mulai jalan pelan-pelan hanya dengan satu pemandu.

“Bismillah, semoga berangkat dan pulang selamat,” hanya itu doaku ketika mulai memasuki jalan menuju Kali Kencana. Dari yang tadinya “krik” moment, tiba-tiba jadi “syok” moment. Aku pikir jalannya hanya membelah rerumputan yang datar, tapi itu cuma dua meter dari dermaga. Setelah itu jalan menanjak, seperti mendaki gunung dengan tanah yang basah. Aku langsung mencari ranting pohon sebagai alat bantu. 
jalan menanjak di awal perjalanan

Sudah 10 menit berjalan, “Kuat, kuat, kuat. Aku pasti bisa. Ngga boleh nyerah. Ambruk. Apalagi pingsan.” Iya sih berangkatnya rame-rame. Tapi siapa juga yang mau nolongin. Kita semua juga cape jalan bawa badan sendiri. Sambil berharap ada yang istirahat jadi aku ikut berhenti istirahat juga. Emang sih, aku jalan di rombongan paling depan. Kalaupun mau istirahat di belakangku juga masih banyak orang. Tapi tidak ada yang aku kenal selain Bita dan rombongan depanku ini. Nanti kalau rombongan belakang juga ninggalin aku bagaimana? Di tengah hutan belantara? Oh, no.

jalan terus menembus semak-semak
Setengah jam lebih berlalu, jalan sudah mulai datar, tidak menanjak lagi. Tapi. Bentar. Sayup-sayup diantara suara kaki yang beradu dengan tanah basah terdengar suara yang di telinga masih asing. Pemandu yang cuma seorang diri itu memperingat supaya kami jarak jalannya rapat. Bulu kuduk agak berdiri mendengar suara itu. Clingak-clinguk ke arah suara juga percuma. Yang terlihat cuma pohon yang lebat dan menjulang tinggi.

emmm, gitu deh suaranya. hmmmm
Menembus rerumputan sudah, jalan licin menanjak sudah, suara aneh sudah, jembatan kayu sudah, jalan di tepian jurang sudah, nabrak ranting pohon yang menjalar ke bawah sudah, hampir terpelet sudah, sepatu nancep ketinggalan di lumpur juga sudah. Ngos-ngosan pasti, baju basah penuh keringat pasti, haus otomatis, kaki pegel belepotan penuh lumpur jelas. Kurang lengkap apa coba? Apa lagi nih yang belum? Belum sampai tempat tujuan lah pastinya.

Di tengah hampir putus asa tapi ngga boleh. Ya, masa sudah setengah jalan mau balik. Kaki terus melangkah walau yang penting bisa dilangkahkan. Tiba-tiba sebuah semangat timbul. Telinga ini mendengar sesuatu yang kali ini tidak asing. Suara air mengalir diantara bebatuan itu terdengar jelas. Segar seketika yang dirasa, padahal sejauh mata memandang sumber air itu belum terlihat. Suara air memang menenangkan, apalagi di tengah hutan yang masih asri seperti ini.

Dan benar saja, kami melewati sungai. Benar-benar jalan di tengah sungai. Tenang saja, sungainya kecil dan banyak batu besar. Jadi kita bisa berjalan di antara bebatuan atau kalau takut licin ya jalan di sungainya saja. Sungainya tidak dalam, paling 15 sampai 20 centimeter. Kami istirahat sejenak, duduk di bebatuan. Minum dulu, atur napas, cuci kaki yang belepotan penuh lumpur, tidak lupa selfie.
istirahat di sungai

Setelah lima menit istirahat, kami melanjutkan perjalanan. Menyusuri sungai, naik ke daratan, ketemu sungai lagi, ada air terjunnya kecil. Ada yang berhenti lagi, foto-foto, minum, ada juga yang lanjut. Aku memilih melanjutkan perjalanan. Kali ini jalannya mulai turun dan licin juga. Hanya saja lebih gelap karena pohon lebih rindang. Dan suara asing itu muncul lagi, lebih keras. Ya, Tuhan lindungi aku.

air terjun yang kecil
Tapi kami hanya diam dan tetap berjalan. Sambil berdoa dalam hati. “Syok” moment sudah lewat. Yang ada hati sudah mulai ikhlas dengan perjalanan, bersahabat dengan apapun itu yang ada di jalan. Sedikit berharap semoga lekas sampai tujuan.

Entah sudah berapa lama kaki ini melangkah. Sampai ketemu sungai lagi, pengin istirahat lagi. Tapi dikasih tau kalau 15 menit lagi sampai. Niat istirahat diurungkan dengan iming-iming “hampir sampai”. Jalan lagi, masih hutan. Tapi benar, baru jalan sebentar aroma asin air laut mulai tercium. Deburan ombak sudah mulai terdengar.

sungai terakhir

mulai terdengar deburan ombak
padang rumput sebelum pantai Kali Kencana
Akhirnya kami keluar dari hutan dan mendapati padang rumput yang luas denga pohon kelapa yang menjulang tinggi. Sejauh mata memandang padang rumput yang hijau belum terlihat pantainya. Tapi hati sudah senang sekali bagai punduk mendapatkan bulan. Dan, finally!!! Jreng, jreng, jreng. *drum roll*

Inilah pantai Kali Kencana.

Sampai di TKP langsung nggelosor, selonjoran. Kalau kakiku bisa ngomong mungkin dia lagi sujud syukur, “Alhamdulillah, akhirnya.” Tak cuma kaki sih, tapi sekujur badan. Aku buka tas ransel ungu hitam andalanku, ada satu pak roti isi 5 buah dan air minum dua botol. Bita masih memegang satu botol air mineral yang tinggal seperempat isinya. Ngemil roti sambil menikmati semilir angin pantai.

Pantai Kali Kencana ini menghadap langsung ke Samudra Hindia. Jadi tidak heran kalau ombaknya sangat besar. Kiri kanan pantai ada tebing dan batu yang besar, di tengah agak ke sebelah kanan juga ada batu besar menjulang ke atas. Tepian pantainya berpasir abu-abu, putih sekali tidak, hitam pekat pun tidak. Di samping kiri ada muara Kali Kencana, kalau mau berenang sebaiknya di muara saja yang airnya tenang. Muara ini adalah aliran sungai yang dari tadi kami lewati.
ombak yang besar menghantam batu karang

Muara Kali Kencana
salah satu batu karang di sebelah kiri Kali Kencana
salah satu batu karang di sebelah kanan Kali Kencana
Selesai cemal-cemil dan selonjoran, aku dan Bita mulai menyusuri pantai. Kami memang jalan beramai-ramai tapi semua anak memang sudah bergerombol dari awal. Jadi ya mainnya sama teman-teman segerombolannya sendiri-sendiri. Puas menyusuri pantai dari kiri ke kanan, main air, foto-foto, naik-naik batu karang tibalah waktunya pulang.

Masih dengan jalan yang sama seperti tadi dengan bekal yang tinggal sebotol air mineral untuk berdua. Bedanya setiap gerombolan mulai jalan sendiri-sendiri. Beberapa jalan sudah tidak begitu licin. Waktu tempuh jalan pulang terbilang lebih cepat, hanya 1,5 jam. Mungkin hati, pikiran, jiwa, dan raga sudah mulai menyatu dengan semesta.

Di jalan aku dan Bita ditemani 3 kawan dari Papua yang sudah lama tinggal di Cilacap. Sepanjang perjalanan ngobrol ngalor ngidul tentang Papua dan Cilacap. Mereka sempat bilang kalau aku takut dengan mereka, mereka akan diam. “Eh, jangan begitu lah kakak. Kita semua bekawan,” jawabku. Tidak masalah buatku berkawan dengan siapapun, bukankah kita semua sama-sama manusia. Kalau masalah orang jahat ataupun baik, itu yang salah bukan rasnya, sukunya, golongannya. Tapi pribadi setiap manusia itu sendiri yang membuat ia jahat. Sempat bertukar akun sosmed, tapi saat itu hapeku mati. Jadi belum sempat di add, aku pun agak lupa namanya.
kawan dari Papua

Sampai di dermaga yang tadi kami harus menunggu kapal. Jalannya 1,5 jam, nunggu kapalnya pun 1,5 jam. Hari sudah mulai sore. Matahari sudah mau pamit. Perut sakit. Badan lelah. Mata ngantuk. Pulang, cuma itu kata yang ada di kepala.



Tips perjalanan ke Kali Kencana:

  • Jangan pergi sendirian. Ini penting, kamu mau ilang di tengah hutan apa.
  • Pemanasan dulu sebelum berangkat untuk meminimalisir kram di kakimu.
  • Bawa bekal. Sepanjang perjalanan tidak ada penjual. Kemarin pas pulang beberapa teman ada yang akhirnya minum air sungai. Katanya sih seger-seger aja.
  • Pakai sepatu dan pakaian yang nyaman. Kemarin ada yang pakai high heels, duh mbak pikir hutan itu mall apa? Serius kemarin ada yang pakai heels. Aku tak tau nasib akhir mbak itu gimana.
  • Berdoa dan selalu berpikir positif. Karena penghuninya banyak, banyak yang begitu, ya begitulah, pokoknya begitu.

Saturday, December 19, 2015

Jalan Sendirian Hari Pertama Di Lombok



Panasnya, batinku sesampainya di Lombok. Bandara International Lombok (BIL) ini lebih sepi dari Bandara Soekarno Hatta. Wajar saja Bandara Soetta kan memang lebih banyak jadwal penerbangannya. Kepalaku berasa agak pusing, langkahku tidak seimbang. Aduh, jangan sampai badanku ambruk. Aku sendirian disini. Tanah orang lain yang belum pernah sekalipun aku menginjaknya. Dan aku baru tersadar, tidak ada satu orang pun yang aku kenal di pulau ini.

Yap, aku ke Lombok sendiri dan dipastikan akan berjalan sendiri juga. Bingung, ada sih sedikit. Sebelum berangkat aku sudah membuat itinenary terlebih dahulu pastinya. Hal pertama yang harus dilakukan adalah ke hotel dulu baru mencari sewa motor. Di lombok itu jarang sekali ada angkutan umum jadi kalau mau gampang pergi-pergi ya sewa motor. Kalau ke Lomboknya ramai-ramai bisa sewa mobil sekalian guide+sopirnya. Karena aku sendirian pakai motor saja cukup.

Monday, April 13, 2015

Curug Nangga - Sosial Media Efek

Tadi siang saya dan teman-teman baru saja mengunjungi Curug Nangga. Tempat wisata baru yang terletak di desa Petahunan kecamatan Pekuncen kabupaten Banyumas. Curug ini baru saja populer kurang lebih sekitar sebulan yang lalu. Dan itu terjadi berkat sosial media mulai dari instagram, blog, facebook, twitter, path bahkan friendster (eh, emang masih ada yah?hehe).

Jujur saya juga salah satu orang yang terpengaruh oleh sosial media efek itu. Beberapa teman mengshare foto-foto curug Nangga. Curug Nangga ini adalah air terjun 7 tingkat. Jadi kalau biasanya kamu melihat air terjun hanya satu atau dua atau tiga dan itupun airnya berjajar. Di curug Nangga ini kamu bisa melihat air terjunnya seperti tangga dan membentuk air terjun sebanyak tujuh buah.

Akses untuk menuju curug Nangga cukup mudah. Kalau kamu datang dari arah Purwokerto, kamu ikuti jalan menuju bumiayu. Kalau sudah di pertigaan Ajibarang lurus saja melewati pom bensin dan jembatan. Kemudian tidak jauh dari situ ada rest area bus, lurus saja sedikit ada pangkalan ojek masuk saja ke jalan kecil di sebelahnya.

Setelah masuk jalan kecil itu kalian harus berhati-hati, karena kalian akan dihadapkan pada jalan cukup menanjak tinggi dan menikung sangat curam. Ikuti saja penunjuk jalan yang dibuat sederhana oleh warga setempat. Dari penunjuk jalan itu sudah mulai terlihat kalau warga setempat mulai sadar akan potensi wisata curug Nangga ke depannya.

Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor harus terhenti di sebelah sekolah MI. Dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar setengah jam. Kalau tidak mau jalan kaki, warga setempat juga menyediakan jasa ojek tapi itu juga hanya setengah perjalanan. Karena setelah itu kita akan melewati jalan di pematang sawah dan jalan setapak berundak-undak. Waktu tadi saya kesitu, warga sedang bergotong royong membuat jalan setapak dengan batu-batu agar lebih mudah dilalui.
Ini pintu masuk ke curug Nangga, kalau yang naik ojek jalan kaki mulai dari sini.

Translate

Popular Posts