Kali ini jantungku mulai terbiasa
dengan apa pun yang akan terjadi sepanjang perjalanan. Ini bukan kali
pertama aku bepergian ke tempat asing yang belum pernah sekalipun
aku singgahi. Semesta selalu punya cara. Itu
yang aku yakini agar apapun yang terjadi dalam perjalanan, hati ini bisa berdamai dengan keadaan. Dan semesta kali ini menjatuhkan
pilihannya pada Karimunjawa.
Showing posts with label solo traveler. Show all posts
Showing posts with label solo traveler. Show all posts
Tuesday, December 4, 2018
Wednesday, November 29, 2017
Jalan Sendiri, Yuk!
Selalu. Sering.
Saya selalu dan sering kali
diberi pertanyaan “Apa ngga takut jalan sendirian?”. Mendengar pertanyaan itu rasanya
seperti sedang makan ditanya, “Lapar, ya?”. Atau sedang tidur ditanya,
“Ngantuk, ya?”. Saya harus jawab apa?
Oke, jalan sendiri memang tidak
seperti kegiatan sehari-hari laiknya makan atau tidur. Tapi, bukankah dari
lahir sampai mati kita memang sendirian? Anak kembar sekali pun, lahirnya
satu-satu. Mati berjamaah sekali pun, dibungkus satu-satu. Tidak ada yang jadi double atau pun triple.
Lalu, kamu masih takut jalan
sendirian?
Saya?
Ya, jelas takut lah. Saya manusia
biasa yang masih punya perasaan. Bukan segelondong daging mati rasa. Hanya
saja-tentu saja-pastinya tingkat ketakutan kita berbeda. Antara 1-10, tingkat
ketakutan saya mungkin 3 atau 4. Sedangkan kamu, bisa jadi 100 dari 1-10.
Saking menyiksanya sampai mengetahui saya yang orang lain melakukan perjalanan
sendiri saja, kamu sudah ketakutan mau mati. Padahal yang berjalan itu saya,
BUKAN KAMU.
Tentang musibah atau pun hal-hal
dalam perjalanan yang tidak diinginkan. Tentu apa pun bisa terjadi, bahkan
tidak perlu kemana-mana hanya berdiam diri di rumah saja, apa pun bisa terjadi.
“Tapi, kan, kalau pergi jauh-jauh nantang maut, cari masalah deh!” Halo!
Memangnya kalau di rumah saja kamu tidak akan punya masalah?
Saya perempuan yang walau ribuan
Kartini bersuara tetap saja, SAYA PEREMPUAN. Katanya, tidak baik jalan sendiri,
kami kaum yang lemah, tidak boleh mandiri, harus manja, dan tabu melakukan
semuanya sendirian apalagi berkata tentang keberanian. PAMALI.
Prinsip hidup setiap orang memang
berbeda-beda. Saya tidak menyalahkan mereka yang penakut. Tidak juga
membenarkan mereka yang pemberani. Karena sebaik-baiknya penakut dan pemberani
adalah mereka yang mampu menghadapi apa pun masalah yang tengah terjadi.
Lalu bagaimana caranya agar bisa
berani jalan sendirian? Atau minimal bisa mengatasi masalah apa pun dalam
perjalanan?
Semuanya bermula dari hati dan
pikiranmu sendiri. Banyak orang yang takut jalan sendirian bukan karena masalah
yang sedang terjadi. Tapi justru terlalu banyak memikirkan hal-hal yang belum
tentu akan terjadi. Bahkan untuk terjadi saja itu tidak mungkin.
Tidak ada perjalanan yang
sempurna. Bahkan rame-rame pun tidak menjamin perjalanmu akan menyenangkan.
Saya sudah mencoba berjalan sendiri dan rame-rame. Sejauh ini jalan sendiri
membuat saya ketagihan.
Justru jalan sendiri lebih banyak
ceritanya. Saya memiliki banyak ruang untuk mengeksplore tempat yang saya
kunjungi dan diri saya sendiri tentunya. Jalan sendiri membuat semua anggota
tubuh saya bekerja. Saya benar-benar merasakan apa itu hidup sebenarnya.
Jalan sendiri bukan sekedar
tentang takut dan berani. Lebih dari itu, jalan sendiri benar-benar melatih
semua macam sifat, sikap dan perilaku kita. Bagaimana menghadapi orang asing?
Bagaimana merawat dan melindungi tubuh dengan baik? Bagaimana menghormati dan
menghargai budaya setempat? Bagaimana mengelola keuangan agar cukup? Dan masih
banyak bagaimana-bagaimana lagi yang lainnya.
Tidak mudah melakukan semua itu.
Tidak semua orang juga bisa melakukannya. Kebanyakan orang takut sendirian
karena takut dikatai orang lain, “Kasian jalannya sendirian.”. Saya justru
bangga bisa jalan sendiri. Sedikit pun saya tidak merasa hidup saya kasihan.
Justru lebih kasihan kalau saya cuma bisa merepotkan orang lain, penakut, dan
tidak mandiri.
Kalau kalian ingin mencoba
berjalan sendiri ke tempat yang baru dan tidak ada seorang pun yang kalian
kenal di sana. Cobalah berlatih yang terdekat dulu. Bukan, bukan ke rumah tetangga.
Tapi latihlah hatimu dulu. Karena segala sesuatu bermula dari hati dan
pikiranmu sendiri.
Tidak dipungkiri kami kaum
perempuan dibentuk peradaban untuk bermanja-manja ria. Saya sering heran
melihat kaum saya sendiri takut dengan hal-hal yang hanya didengar dari orang
lain. Bahkan kejadian pun belum tentu. Tapi heboh takutnya sudah luar biasa.
Mau bagaimana lagi bawaan tanah harus lebay.
Sedangkan kaum sebelah, alias
laki-laki, diberi label berani dari lahir. Padahal banyak loh, laki-laki yang
penakut. Tapi tidak terlihat karena terbungkus rapi oleh anggapan. Mereka
angkuh padahal juga rapuh.
Saya tidak menyalahkan perempuan
yang takut bepergian sendirian. Lalu, merasa jumawa karena saya bisa dengan
mudah melakukannya. Toh, tidak pergi ke mana-mana juga harus punya keberanian.
Berani menahan nafsu tidak tergoda hal-hal indah kata orang di luar sana.
Berani menjadi orang yang tidak banyak pengalaman. Berani memilih kehidupan
dalam zona aman. Tinggal kamu pilih, beranimu mau ditempatkan di mana?
Jadi, kurangi anggapan perbanyak
jalan. Agar kamu tahu apa yang sebenar-benarnya benar.
Label:
blogger,
fotografi,
jalan-jalan,
kasih,
solo traveler,
traveler,
traveling
Friday, February 17, 2017
Kemit Forest - Wisata Edukasi Di Sidareja Cilacap
![]() |
Selamat datang di Kemit Forest |
Tidak ada perjalanan yang mulus,
baik-baik saja. Pasti ada saja yang terjadi, entah sebelum, saat, atau pun
sesudah perjalanan itu dilakukan.
Beberapa hari yang lalu, saya
mengunjungi Kemit Forest atau Hutan Kemit. Saya sendiri baru tahu nama tempat
ini. Bahkan teman saya yang anak daerah setempat saja belum tahu dengan
keberadaan Kemit Forest. Berbekal dadakan, nekad, dan asal pergi saja akhirnya
saya dan teman saya berangkat mencarinya.
Setelah dzuhur kami bertiga
berangkat dari Karang Pucung. Dari info yang saya dapat di internet arah jalannya dari Sidareja semua. Sedangkan, kami
berangkat dari Karang Pucung. Teman yang tahu tempatnya hanya memberi petunjuk
dari SMP N 3 Gandrungmangu lurus terus. Ada jalan, masuk saja.
Label:
bita,
blogger,
ciLAcap,
foto,
fotografi,
hutan,
Indonesia,
jalan-jalan,
Jawa Tengah,
kasih,
kero,
pemuda,
sahabat,
solo traveler,
traveler,
traveling
Saturday, January 21, 2017
Berswafoto Ria Di Pantai Watu Bale Dan Bukit Panduran
Semesta itu sudah indah apa
adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah
indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna
memanfaatkannya.
Di belahan Indonesia bagian mana
pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus
meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat.
Seperti yang terjadi di Kebumen.
Nyaris semua pantai dari Ayah
sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu
sangat instagramable dengan tempat
swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi
Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya
kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.
![]() |
Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran. |
Label:
foto,
fotografi,
hidup,
Indonesia,
jalan-jalan,
Jawa Tengah,
kamu dan aku,
kasih,
Kebumen,
kero,
pantai,
pemuda,
rindu,
sahabat,
selfie,
solo traveler,
tentang kita,
traveler,
traveling
Monday, December 12, 2016
Travelling Itu Sederhana, Pikiranmu Saja Yang Rumit
Tadi siang, saya
mendapat pesan dari seorang teman. Isinya, mengajak saya pergi ke tempat
wisata. Saya sudah bilang tidak bisa karena ada beberapa kerjaan yang belum
selesai. Teman saya tidak percaya karena dia mengajaknya di hari Minggu. Yang
pada umumnya semua orang libur berjamaah di hari itu.
Mulailah dia
mengeluarkan segala bujuk rayu, yang tetap saja saya tolak. Menariknya adalah bagaimana
dia merayu saya. Hampir semua teman saya bila mengajak saya pergi selalu
mengeluarkan dalih yang sama. Saya tertawa kecil membacanya dan terpikir,
apakah saya memang orang seperti itu?
“Ayolah, kamu
kan sering jalan-jalan.”
Hanya karena saya
sudah berjalan sampai ke pulau seberang, apa predikat sering jalan-jalan pantas
untuk saya? Saya merasa itu tidak cukup. Banyak yang berjalan lebih jauh dan
lebih lama dari saya. Apa karena saya sering membagikan foto-foto saya di instagram lantas bisa dibilang traveller? Tentu bukan karena itu. Foto
bisa saja dari masa lalu yang dibagikan ulang. Lagian saya posting foto bukan hanya karena fotonya, tapi ceritanya.
Label:
hidup,
jalan-jalan,
kamu dan aku,
kasih,
pemuda,
postingan,
sahabat,
solo traveler,
tentang kita,
traveler,
traveling,
tulisan
Sunday, October 30, 2016
Kenangan Sepanjang Jalan Malioboro
Sisa-sisa dari perjalanan adalah
kenangan. Mereka seperti kuku di jarimu, kau potong akan tumbuh lagi. Semakin
berusaha untuk melupakannya, semakin tumbuh susah dihindari. Ditanggapi, yang
ada malahan membuatnya berlipat ganda. Apalagi kalau kenangan itu tentang
Jogja.
Kota yang diciptakan dari
sekuntum rindu ini tidak akan membiarkanmu pulang tanpa kenangan. Apalagi kalau
kamu sampai jatuh cinta di Jogja, bersiaplah dengan rindu-rindu yang menyiksa.
Entah sihir dari mana, memang begitu adanya. Sudah puluhan kali aku singgah ke
kota ini. Ratusan kali juga aku ingin kembali.
Senyumannya, keramahannya,
budayanya, dan angkringannya susah sekali untuk dilupakan. Jogja yang dulu
memang berbeda dengan Jogja yang sekarang. Ada beberapa bagian yang mengikuti
arus perkembangan jaman. Tapi tak sedikit pula yang masih mempertahankan ciri
khas ke-Jogja-an.
Label:
foto,
fotografi,
jalan-jalan,
Jogja,
kasih,
lomba,
solo traveler,
traveler,
traveling
Monday, October 24, 2016
Jelajah Jawa Tengah Dari Kaki Gunung Sampai Pantai Bersama Mamih
![]() |
Hai, aku Kero! |
Hai, para pejalan!
Perkenalkan, aku Kero, punya sayap tapi belum bisa terbang. Aku sama seperti anak jaman sekarang yang selalu ingin dibilang
kekinian. Bukan lebay, tidak tahu diri, atau hanya meninggikan gengsi. Aku
pikir semua jaman juga ada kekiniannya masing-masing. Semua orang suka atau
tidak suka pasti pernah merasakan kekinian di jamannya. Walau hanya sekali
saja.
Belum genap dua bulan aku
diadopsi oleh @kisahkasih_. Ya, dialah Mamihku sekarang. Aku tuliskan ceritaku
ini karena si Mamih selalu bilang, “Tahu
kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu
takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.”
Kata-kata yang itu dia kutip dari bukunya Pramudya Ananta Toer, penulis
idolanya Mamih.
Awalnya aku sama seperti kalian.
Senang sekali menulis dengan kata-kata yang unik atau temannya Mamih bilang itu
alay, sampai susah dibaca. Tapi Mamih bilang, “Tidak apa kamu ingin berbeda,
tapi jangan lupa berbagi dengan yang lainnya jauh lebih berharga. Kalau
tulisanmu hanya bisa kamu baca sendiri, buat apa?”
Label:
ciLAcap,
curug,
foto,
fotografi,
gunung,
Indonesia,
jalan-jalan,
Jawa Tengah,
kamu dan aku,
kasih,
kero,
lomba,
pantai,
pemuda,
Purbalingga,
sahabat,
selfie,
solo traveler,
traveler,
traveling
Sunday, October 2, 2016
Refleksi Diri Di Kampung Kurcaci
“Sugeng rawuh wonten Kampung Kurcaci, Mba,” “Selamat datang di
Taman Kurcaci, Mba,” begitu kata penjaga loket tiket di Kampung Kurcaci sambil
tersenyum.
![]() |
Pintu masuk Kampung Kurcaci |
Sejak kapan kamu belajar
berbicara? Aku, tidak ingat kapan pastinya. Orang pertama yang mengajarkan aku
berbicara tentu ibuku. Bahkan ketika pertama kali aku menyusu padanya, ibu
sudah mengajakku berbicara. Dari sekedar mengoceh belaka sampai bertutur indah
didengar. Aku beruntung hidup di keluarga yang mengajarkan tata krama dalam
berbicara. Dimana saat ini kesopanan dalam berbicara mulai luntur di kalangan
anak muda.
Label:
curug,
gunung,
jalan-jalan,
Jawa Tengah,
kasih,
lomba,
pemuda,
Purbalingga,
solo traveler,
traveler,
traveling
Thursday, September 15, 2016
Renungan Dalam Senja Di Bukit Merese
Pola hidup semua
orang di dunia sama saja. Semua orang punya masalah, pernah sedih, bisa senang,
dicintai mencintai, bosan, galau, dan masih banyak lagi yang lainnya. Hanya
saja versi ceritanya berbeda-beda. Tergantung keadaan masing-masing setiap
orang tentunya.
Aku sedang
dilanda kebosanan luar biasa ketika berangkat ke Lombok tanahnya suku Sasak.
Bukan karena kegiatan setiap hari yang begitu-begitu saja. Tapi justru karena
tidak punya kegiatan. Ya, aku pengangguran. Lama menganggur dan berkali-kali
menganggur membuat hidupku membosankan. Bosan mendengar omongan orang, “Kamu
itu sarjana, harusnya di sana?”
Sampai suatu
hari dengan modal iseng belaka, aku mendapatkan tiket ke Lombok PP dan
penginapan dari sebuah perlombaan. Ini bukan lagi lumayan. Untuk seorang
pengangguran bisa jalan-jalan ke Lombok gratis adalah berkah yang tak terkira.
Kalaupun aku tetap bekerja, menabung dari gajiku saja tidak akan bisa pergi ke
sana. Uang cukup pun, pasti tidak dapat cuti kerja.
Label:
Bukit Merese,
foto,
jalan-jalan,
jobless,
kasih,
lomba,
Lombok,
pantai,
sahabat,
senja,
solo traveler,
traveler,
traveling
Sunday, September 11, 2016
Tumbuh Bersama Kereta Api
Di dunia ini banyak sekali jenis
alat transportasi yang memudahkan kita berkunjung dari satu tempat ke tempat
lain. Jujur saja kalau aku pergi kemana-mana, pertama yang menjadi bahan
pertimbangan soal harga. Cari yang paling murah, kedua baru cari yang paling
nyaman. Setelah mencoba alat transportasi dari berbagai macam model, aku paling
suka naik kereta api. Rasanya begitu nyaman dan rindu ingin naik lagi.
![]() |
foto koleksi pribadi, ig: @kisahkasih_ |
Label:
jalan-jalan,
kasih,
kereta api,
lomba,
solo traveler,
traveler,
traveling
Friday, July 29, 2016
Spot View Gunung Selok dan Wisata Religi di Sekitarnya
Naik-naik ke puncak gunung
Tinggi-tinggi sekali
Pernahkah kalian mendengar
sepenggal lirik lagu itu? Lagu yang sangat populer saat kalian masih kecil ini,
cocok buat kalian yang suka naik gunung. Tapi sepertinya lagu itu kini sudah
tidak populer lagi bahkan di kalangan pendaki itu sendiri.
Gunung umumnya memiliki kawah,
lahar, kalaupun mati pasti pernah lah meledak. Tapi berbeda dengan Gunung Selok
yang terletak di desa Karangbenda, Adipala, Cilacap. Gunung ini adalah bukit
yang rimbun ditumbuhi pohon-pohon. Bisa ditempuh dengan waktu sekitar 1 jam
dari kota Cilacap.
Label:
ciLAcap,
gunung,
jalan-jalan,
kasih,
solo traveler,
traveler,
traveling
Sunday, April 10, 2016
Trip Lombok: Air Terjun Benang Sekotel dan Benang Kelambu
Setiap manusia memiliki semua
sifat dalam dirinya. Punya ketakutan dan keberanian dalam kadarnya
masing-masing. Aku tidak mudah mengecilkan yang lebih penakut dari aku. Atau
mengagung-agungkan yang lebih berani dari aku. Nyatanya pasti ada saja orang
yang lebih penakut dari aku dan pasti ada yang lebih pemberani dariku. Wajar
saja, di atas langit masih ada langit.
Perjalananku bukan yang
teristimewa, tidak juga biasa saja. Banyak yang jalannya lebih jauh dari aku
dan pasti ada saja yang ngeri mendengar cerita perjalananku yang jauh. Dalam
diriku sendiri masih merasa belum apa-apa, juga bukan siapa-siapa. Ya, mungkin
aku berada di tengah-tengah kalian. Bisa jadi suatu saat nanti aku bisa lebih
dari kalian yang sekarang jalannya sudah jauh. Atau malahan kalian yang
sekarang masih penakut, suatu saat nanti jalannya bisa lebih jauh dari aku.
Tidak masalah kan kalau aku bercerita tentang fase yang sedang aku lalui ini?
Suatu saat kalian akan mengalami atau sudah mengalami.
Wednesday, March 9, 2016
Benarkah Traveling Membuat Bahagia?
Budaya traveling sekarang ini kian mewabah. Banyak tempat wisata baru yang
bermunculan karena postingan di media sosial. Kemudian orang-orang
berlomba-lomba mendatanginya. Memposting foto-foto keren di medsos biar
dianggap kekinian. Kalau sudah begitu langsung serta merta mencap dirinya
BAHAGIA.
Sebagian besar orang menshare foto liburannya di medsos pasti
yang bagus. Pemandangan yang bagus, pose
yang bagus, outfit yang keren.
Pokoknya selalu terlihat bagus deh. Hal ini membuat tolok ukur bahwa orang yang
bahagia adalah mereka yang hidupnya sering traveling
atau bepergian. Benarkah orang yang traveling
pasti bahagia?
Label:
fotografi,
hidup,
Indonesia,
jalan-jalan,
paralaks,
pemuda,
solo traveler,
tentang kita,
traveler,
traveling
Pantai Di Cilacap Part 3: Pantai Rancah Babakan - Hidden Paradise Di Ujung Barat Nusakambangan
Jalan sendiri asik, jalan berdua asik, jalan rame-rame juga
asik. Pokoknya jalan sama siapa asik-asik saja.
Beberapa hari yang lalu aku ikut open trip Explore Cilacap ke
pantai Rancah Babakan. Kenapa harus open trip segala? Karena untuk mencapainya
tidaklah mudah. Ada tantangan sendiri yang membuat perjalanan jadi penuh
sensasi.
Cilacap memang punya banyak sekali pantai. Dari pantai Jetis
sampai Segara Anakan, belum lagi yang di pulau Nusa Kambangan. Ada puluhan
pantai yang bisa kalian singgahi. Dan tentunya dengan pemandangan yang
berbeda-beda. Setiap pantai punya ciri khasnya sendiri. Tidak hanya sekedar
pertemuan ombak dan pasir.
Label:
ciLAcap,
fotografi,
Indonesia,
jalan-jalan,
kasih,
pantai,
pemuda,
sahabat,
solo traveler,
traveler,
traveling
Wednesday, December 30, 2015
Pantai Di Cilacap Part 2: Pantai Kali Kencana, Salah Satu Pantai Tersembunyi Di Selatan Pulau Nusakambangan
Pulau Nusakambangan, satu-satunya
pulau di kabupaten Cilacap menyimpan sejuta misteri. Dari flora faunanya,
penghuninya, kandungan energi di dalamnya, keindahan alamnya, sampai jodoh yang
entah kemana. Hiya, baper. Sebagian besar pulau ini masih berupa hutan
belantara. Mungkin ini juga yang membuat pulau ini menyimpan sejuta misteri.
Pada kesempatan kali ini aku dan
Bita mencoba memecahkan salah satu misteri itu. Apakah? Kali Kencana. Salah
satu pantai tersembunyi di bagian selatan Nusakambangan. Di sepanjang pulau
Nusakambangan sebenarnya banyak sekali pantai yang bagus-bagus. Hanya tidak
semua pantai dibuka sebagai objek pariwisata. Karena memang sebagian besar
pulau Nusakambangan masih berbentuk hutan belantara.
Kemarin waktu kesana aku dan Bita
tidak hanya berdua. Kami ikut rombongan open trip dari anak-anak Explore
Cilacap. Sekitar 60 orang berkumpul di Areal 70 Pantai Teluk Penyu. Rencana kumpul
jam 8, tapi nyatanya baru naik perahu setengah 10. Sebelum berangkat aku
sempatkan dulu sarapan di warung pinggir pantai. Selembar mendoan dan sebuah
lontong cukup mengganjal perut.
![]() |
kapal yang mengantar kami ke dermaga sebelum memasuki hutan |
Naik perahu ke dermaga menuju
Kali Kencana sekitar 15 menit. Dermaganya tidak berbentuk seperti dermaga. Malahan
kalau tidak tahu lewat situ paling mikirnya cuma bangunan runtuh. Mending keliatan
bangunannya, runtuhan bangunan itu sudah ditumbuhi semak-semak dan lumut. Kapal
yang aku naiki adalah kapal pertama yang sampai dermaga. Satu kapal berisi 15
orang dan dari kami belum ada yang pernah kesini. “Krik” moment pun terjadi.
![]() |
keadaan dermaga |
Sambil nunggu anak-anak yang
lain, sempat terbesit pikiran, “Ini beneran kita kesini?”. Tidak ada penunjuk
arah. Jalan setapak pun tidak ada. Hanya ada semak belukar, pohon-pohon besar,
yang diantara itu hanya terbuka sedikit jalan cuma muat satu orang. Itu pun
kaki kita harus membelah rerumputan yang tumbuh liar sepanjang jalan.
![]() |
jalan masuk menuju Kali Kencana |
Lima menit berlalu, masih “krik”.
Sepuluh menit berlalu, ada satu kapal mendarat di dermaga. Dan tetap tidak ada
satu orang pun diantara kami yang tahu jalan. Lima belas menit berlalu, kapal
ketiga sampai dan hanya satu orang dari panitia yang ikut kapal. Ngobrol sana
sini, diskusi muter-muter akhirnya kami sepakat mulai jalan pelan-pelan hanya
dengan satu pemandu.
“Bismillah, semoga berangkat dan
pulang selamat,” hanya itu doaku ketika mulai memasuki jalan menuju Kali
Kencana. Dari yang tadinya “krik” moment, tiba-tiba jadi “syok” moment. Aku pikir
jalannya hanya membelah rerumputan yang datar, tapi itu cuma dua meter dari
dermaga. Setelah itu jalan menanjak, seperti mendaki gunung dengan tanah yang
basah. Aku langsung mencari ranting pohon sebagai alat bantu.
![]() |
jalan menanjak di awal perjalanan |
Sudah 10 menit berjalan, “Kuat,
kuat, kuat. Aku pasti bisa. Ngga boleh nyerah. Ambruk. Apalagi pingsan.” Iya sih
berangkatnya rame-rame. Tapi siapa juga yang mau nolongin. Kita semua juga cape
jalan bawa badan sendiri. Sambil berharap ada yang istirahat jadi aku ikut
berhenti istirahat juga. Emang sih, aku jalan di rombongan paling depan. Kalaupun
mau istirahat di belakangku juga masih banyak orang. Tapi tidak ada yang aku
kenal selain Bita dan rombongan depanku ini. Nanti kalau rombongan belakang
juga ninggalin aku bagaimana? Di tengah hutan belantara? Oh, no.
![]() |
jalan terus menembus semak-semak |
Setengah jam lebih berlalu, jalan
sudah mulai datar, tidak menanjak lagi. Tapi. Bentar. Sayup-sayup diantara
suara kaki yang beradu dengan tanah basah terdengar suara yang di telinga masih
asing. Pemandu yang cuma seorang diri itu memperingat supaya kami jarak
jalannya rapat. Bulu kuduk agak berdiri mendengar suara itu. Clingak-clinguk ke
arah suara juga percuma. Yang terlihat cuma pohon yang lebat dan menjulang
tinggi.
![]() |
emmm, gitu deh suaranya. hmmmm |
Menembus rerumputan sudah, jalan
licin menanjak sudah, suara aneh sudah, jembatan kayu sudah, jalan di tepian
jurang sudah, nabrak ranting pohon yang menjalar ke bawah sudah, hampir
terpelet sudah, sepatu nancep ketinggalan di lumpur juga sudah. Ngos-ngosan
pasti, baju basah penuh keringat pasti, haus otomatis, kaki pegel belepotan
penuh lumpur jelas. Kurang lengkap apa coba? Apa lagi nih yang belum? Belum sampai
tempat tujuan lah pastinya.
Di tengah hampir putus asa tapi
ngga boleh. Ya, masa sudah setengah jalan mau balik. Kaki terus melangkah walau
yang penting bisa dilangkahkan. Tiba-tiba sebuah semangat timbul. Telinga ini
mendengar sesuatu yang kali ini tidak asing. Suara air mengalir diantara
bebatuan itu terdengar jelas. Segar seketika yang dirasa, padahal sejauh mata
memandang sumber air itu belum terlihat. Suara air memang menenangkan, apalagi
di tengah hutan yang masih asri seperti ini.
Dan benar saja, kami melewati
sungai. Benar-benar jalan di tengah sungai. Tenang saja, sungainya kecil dan
banyak batu besar. Jadi kita bisa berjalan di antara bebatuan atau kalau takut
licin ya jalan di sungainya saja. Sungainya tidak dalam, paling 15 sampai 20
centimeter. Kami istirahat sejenak, duduk di bebatuan. Minum dulu, atur napas,
cuci kaki yang belepotan penuh lumpur, tidak lupa selfie.
![]() |
istirahat di sungai |
Setelah lima menit istirahat,
kami melanjutkan perjalanan. Menyusuri sungai, naik ke daratan, ketemu sungai
lagi, ada air terjunnya kecil. Ada yang berhenti lagi, foto-foto, minum, ada
juga yang lanjut. Aku memilih melanjutkan perjalanan. Kali ini jalannya mulai
turun dan licin juga. Hanya saja lebih gelap karena pohon lebih rindang. Dan suara
asing itu muncul lagi, lebih keras. Ya, Tuhan lindungi aku.
![]() |
air terjun yang kecil |
Tapi kami hanya diam dan tetap
berjalan. Sambil berdoa dalam hati. “Syok” moment sudah lewat. Yang ada hati
sudah mulai ikhlas dengan perjalanan, bersahabat dengan apapun itu yang ada di
jalan. Sedikit berharap semoga lekas sampai tujuan.
Entah sudah berapa lama kaki ini
melangkah. Sampai ketemu sungai lagi, pengin istirahat lagi. Tapi dikasih tau
kalau 15 menit lagi sampai. Niat istirahat diurungkan dengan iming-iming “hampir
sampai”. Jalan lagi, masih hutan. Tapi benar, baru jalan sebentar aroma asin
air laut mulai tercium. Deburan ombak sudah mulai terdengar.
![]() |
sungai terakhir |
![]() |
mulai terdengar deburan ombak |
![]() |
padang rumput sebelum pantai Kali Kencana |
Akhirnya kami keluar dari hutan
dan mendapati padang rumput yang luas denga pohon kelapa yang menjulang tinggi.
Sejauh mata memandang padang rumput yang hijau belum terlihat pantainya. Tapi hati
sudah senang sekali bagai punduk mendapatkan bulan. Dan, finally!!! Jreng,
jreng, jreng. *drum roll*
Inilah pantai Kali Kencana.
Sampai di TKP langsung nggelosor,
selonjoran. Kalau kakiku bisa ngomong mungkin dia lagi sujud syukur, “Alhamdulillah,
akhirnya.” Tak cuma kaki sih, tapi sekujur badan. Aku buka tas ransel ungu
hitam andalanku, ada satu pak roti isi 5 buah dan air minum dua botol. Bita masih
memegang satu botol air mineral yang tinggal seperempat isinya. Ngemil roti
sambil menikmati semilir angin pantai.
Pantai Kali Kencana ini menghadap
langsung ke Samudra Hindia. Jadi tidak heran kalau ombaknya sangat besar. Kiri
kanan pantai ada tebing dan batu yang besar, di tengah agak ke sebelah kanan
juga ada batu besar menjulang ke atas. Tepian pantainya berpasir abu-abu, putih
sekali tidak, hitam pekat pun tidak. Di samping kiri ada muara Kali Kencana,
kalau mau berenang sebaiknya di muara saja yang airnya tenang. Muara ini adalah
aliran sungai yang dari tadi kami lewati.
![]() |
ombak yang besar menghantam batu karang |
![]() |
Muara Kali Kencana |
![]() |
salah satu batu karang di sebelah kiri Kali Kencana salah satu batu karang di sebelah kanan Kali Kencana |
Selesai cemal-cemil dan
selonjoran, aku dan Bita mulai menyusuri pantai. Kami memang jalan
beramai-ramai tapi semua anak memang sudah bergerombol dari awal. Jadi ya
mainnya sama teman-teman segerombolannya sendiri-sendiri. Puas menyusuri pantai
dari kiri ke kanan, main air, foto-foto, naik-naik batu karang tibalah waktunya
pulang.
Masih dengan jalan yang sama
seperti tadi dengan bekal yang tinggal sebotol air mineral untuk berdua. Bedanya
setiap gerombolan mulai jalan sendiri-sendiri. Beberapa jalan sudah tidak
begitu licin. Waktu tempuh jalan pulang terbilang lebih cepat, hanya 1,5 jam. Mungkin
hati, pikiran, jiwa, dan raga sudah mulai menyatu dengan semesta.
Di jalan aku dan Bita ditemani 3 kawan
dari Papua yang sudah lama tinggal di Cilacap. Sepanjang perjalanan ngobrol
ngalor ngidul tentang Papua dan Cilacap. Mereka sempat bilang kalau aku takut
dengan mereka, mereka akan diam. “Eh, jangan begitu lah kakak. Kita semua
bekawan,” jawabku. Tidak masalah buatku berkawan dengan siapapun, bukankah kita
semua sama-sama manusia. Kalau masalah orang jahat ataupun baik, itu yang salah
bukan rasnya, sukunya, golongannya. Tapi pribadi setiap manusia itu sendiri
yang membuat ia jahat. Sempat bertukar akun sosmed, tapi saat itu hapeku mati. Jadi
belum sempat di add, aku pun agak lupa namanya.
kawan dari Papua |
Sampai di dermaga yang tadi kami
harus menunggu kapal. Jalannya 1,5 jam, nunggu kapalnya pun 1,5 jam. Hari sudah
mulai sore. Matahari sudah mau pamit. Perut sakit. Badan lelah. Mata ngantuk. Pulang,
cuma itu kata yang ada di kepala.
Tips perjalanan ke Kali Kencana:
- Jangan pergi sendirian. Ini penting, kamu mau ilang di tengah hutan apa.
- Pemanasan dulu sebelum berangkat untuk meminimalisir kram di kakimu.
- Bawa bekal. Sepanjang perjalanan tidak ada penjual. Kemarin pas pulang beberapa teman ada yang akhirnya minum air sungai. Katanya sih seger-seger aja.
- Pakai sepatu dan pakaian yang nyaman. Kemarin ada yang pakai high heels, duh mbak pikir hutan itu mall apa? Serius kemarin ada yang pakai heels. Aku tak tau nasib akhir mbak itu gimana.
- Berdoa dan selalu berpikir positif. Karena penghuninya banyak, banyak yang begitu, ya begitulah, pokoknya begitu.
Label:
bita,
ciLAcap,
foto,
Indonesia,
jalan-jalan,
Kali Kencana,
kamu dan aku,
kasih,
pantai,
pemuda,
selfie,
solo traveler,
traveler,
traveling
Saturday, December 19, 2015
Jalan Sendirian Hari Pertama Di Lombok
Panasnya, batinku sesampainya di
Lombok. Bandara International Lombok (BIL) ini lebih sepi dari Bandara Soekarno
Hatta. Wajar saja Bandara Soetta kan memang lebih banyak jadwal penerbangannya.
Kepalaku berasa agak pusing, langkahku tidak seimbang. Aduh, jangan sampai
badanku ambruk. Aku sendirian disini. Tanah orang lain yang belum pernah
sekalipun aku menginjaknya. Dan aku baru tersadar, tidak ada satu orang pun
yang aku kenal di pulau ini.
Yap, aku ke Lombok sendiri dan
dipastikan akan berjalan sendiri juga. Bingung, ada sih sedikit. Sebelum
berangkat aku sudah membuat itinenary terlebih dahulu pastinya. Hal pertama
yang harus dilakukan adalah ke hotel dulu baru mencari sewa motor. Di lombok
itu jarang sekali ada angkutan umum jadi kalau mau gampang pergi-pergi ya sewa
motor. Kalau ke Lomboknya ramai-ramai bisa sewa mobil sekalian guide+sopirnya.
Karena aku sendirian pakai motor saja cukup.
Label:
fotografi,
hidup,
Indonesia,
jalan-jalan,
jobless,
kasih,
Lombok,
Mataram,
pemuda,
Senggigi,
solo traveler,
traveler,
traveling
Monday, April 13, 2015
Curug Nangga - Sosial Media Efek
Tadi siang saya dan teman-teman baru saja mengunjungi Curug Nangga. Tempat wisata baru yang terletak di desa Petahunan kecamatan Pekuncen kabupaten Banyumas. Curug ini baru saja populer kurang lebih sekitar sebulan yang lalu. Dan itu terjadi berkat sosial media mulai dari instagram, blog, facebook, twitter, path bahkan friendster (eh, emang masih ada yah?hehe).
Jujur saya juga salah satu orang yang terpengaruh oleh sosial media efek itu. Beberapa teman mengshare foto-foto curug Nangga. Curug Nangga ini adalah air terjun 7 tingkat. Jadi kalau biasanya kamu melihat air terjun hanya satu atau dua atau tiga dan itupun airnya berjajar. Di curug Nangga ini kamu bisa melihat air terjunnya seperti tangga dan membentuk air terjun sebanyak tujuh buah.
Akses untuk menuju curug Nangga cukup mudah. Kalau kamu datang dari arah Purwokerto, kamu ikuti jalan menuju bumiayu. Kalau sudah di pertigaan Ajibarang lurus saja melewati pom bensin dan jembatan. Kemudian tidak jauh dari situ ada rest area bus, lurus saja sedikit ada pangkalan ojek masuk saja ke jalan kecil di sebelahnya.
Setelah masuk jalan kecil itu kalian harus berhati-hati, karena kalian akan dihadapkan pada jalan cukup menanjak tinggi dan menikung sangat curam. Ikuti saja penunjuk jalan yang dibuat sederhana oleh warga setempat. Dari penunjuk jalan itu sudah mulai terlihat kalau warga setempat mulai sadar akan potensi wisata curug Nangga ke depannya.
Perjalanan menggunakan kendaraan bermotor harus terhenti di sebelah sekolah MI. Dan dilanjutkan dengan berjalan kaki sekitar setengah jam. Kalau tidak mau jalan kaki, warga setempat juga menyediakan jasa ojek tapi itu juga hanya setengah perjalanan. Karena setelah itu kita akan melewati jalan di pematang sawah dan jalan setapak berundak-undak. Waktu tadi saya kesitu, warga sedang bergotong royong membuat jalan setapak dengan batu-batu agar lebih mudah dilalui.
![]() |
Ini pintu masuk ke curug Nangga, kalau yang naik ojek jalan kaki mulai dari sini. |
Label:
Banyumas,
curug,
Indonesia,
jalan-jalan,
kasih,
solo traveler,
tips,
traveler,
traveling
Subscribe to:
Posts (Atom)
Translate
Popular Posts
-
Tadi siang saya pergi bersama teman. Perjalanan kami terhenti tiba-tiba karena macet. Macet di daerah kami adalah hal yang luar biasa, tid...
-
Selamat datang di Kemit Forest Tidak ada perjalanan yang mulus, baik-baik saja. Pasti ada saja yang terjadi, entah sebelum, saat, a...
-
Naik-naik ke puncak gunung Tinggi-tinggi sekali Pernahkah kalian mendengar sepenggal lirik lagu itu? Lagu yang sangat populer saat...
-
Cilacap merupakan kabupaten terluas di Jawa Tengah. Penduduk di Cilacap sebagian besar berbahasa Jawa Ngapak. Beberapa diantaranya berbaha...
-
Cilacap adalah kabupaten terluas di Jawa Tengah. Luas wilayahnya 6,2 % dari total luas Jawa Tengah atau lebih tepatnya 2.142,59 km 2 . Cil...