Saturday, July 18, 2015

Di Balik Sucinya Idul Fitri

Semua orang tahu Idul Fitri adalah hari kemenangan. Pertanyaannya kemenangan untuk siapa? Apakah mereka yang punya THR banyak, baju baru, makanan yang enak-enak, kumpul dengan keluarga besar? Haruskah itu semua? Apakah semua itu menjamin kebahagiaan? Kalau tidak ada semua itu akankah dunia runtuh? Satu tahun menjalani aktifitas sampai ada yang harus meninggalkan keluarga jauh-jauh ke negeri orang. Moment berkumpul dengan keluarga dianggap sangatlah berarti. Kegembiraan dan kecerian diimpikan setiap orang. Mimpi tentu saja ada yang menjadi nyata dan ada juga yang terbingkai indah menjadi mimpi.

Kata seorang anak laki-laki satu-satunya yang bekerja mengecek karcis tiap penumpang di kereta,
"Harus nahan haru. Soalnya aku liat langsung mereka yang mau mudik, kumpul dengan keluarga. Sedangkan aku harus tetap di atas kereta, mendengar mereka telepon dengan keluarganya. Memberi kabar sudah sampai mana dan biasanya minta jemput. Ada juga yang pesan ingin dimasakkan opor ayam dengan sambal bajak. Sambal bajak Emak paling enak yang pernah lidahku rasakan. Aku kangen Emak. Walaupun THRku aku beri semua ke Emak dan dia bilang dia senang dengan suara yang tampak gembira. Tapi aku tahu setelah menutup teleponku dia pasti menangis. Aku tahu itu karena Emak tidak bisa menggunakan HP dengan baik, harus aku yang menutup telepon baru itu benar-benar mati teleponnya."


Kata seorang anak kecil yang tidak dianggap tetangganya bahkan keluarganya,
"Emmm, itu...a..aku...emmm...uangku ngga sebanyak teman-teman. Temanku bilang aku bau. Baju ini dikasih orang waktu kemarin takbiran."

Kata seorang bapak yang sukses membesarkan anaknya,
"Lebaran kali ini semua anakku jelas kumpul. Ya, mereka sukses. Anak pertamaku, kerja di kantor, sudah punya anak satu, sudah punya rumah sendiri. Anakku yang kedua, baru lulus kuliah, nilainya bagus dapat cumlaude, dia pasti bisa kerja di kantor yang sama seperti kakaknya. Adiknya yang kecil, baru masuk SMA favorit."

Kata anak pertama bapak itu,
"Aku tidak pernah mengeluh, setidaknya itu tidak terlihat. Ya, aku pekerja keras, sering ambil lemburan. Cicilan banyak. Untuk benar-benar punya rumah mungkin itu sepuluh tahun lagi."

Kata anak kedua bapak itu,
"Paling tidak lebaran kali ini aku tidak ditanya "Kapan lulus?", "Skripsi udah sampai mana?". Tapi ternyata itu pertanyaan yang mudah. Ternyata lebih susah ditanya "Kerja dimana?". Aku udah nganggur 6 bulan dan cari kerja susah ya? Apalagi IPK ku cuma 3,17."

Kata anak ketiga bapak itu,
"Aku anak cadangan di sekolah itu. Masa kamu ngga tau apa maksudnya?"

Kata seorang nenek untuk cucunya,
"Kenapa anak sekarang cepat besar ya? Mungkin makannya enak-enak. Aku bikin kue satu, tape, kue ketapang, angka delapan. Tapi kok toplesnya masih penuh ya."

Kata kekasih yang tak kunjung dilamar,
"Sebel banget, ih. Ditanyain terus "Kapan, kapan, kapan?". Tapi mas ku belum punya kerjaan."

Kata mantan yang masih meninggalkan jejak,
"Biasa aja kok, cuma ngucapin met lebaran aja. Sama kok kaya ke semua kontak di bbm ku. Emmm, foto profilnya dia sama cowo lain, cocok kok dia sama yang sekarang. Keliatan kompak, foto profilnya lagi berdua kompak nunjukin tangan. Kayaknya sih lagi pose dadah-dadah gitu. Cincin di jarinya juga kembar. Pasangan yang kompak."

Kata seorang wanita karir 33 tahun,
"Apa? Iya aku tahu, semua orang pasti bilang begitu. Terus kenapa kalau aku punya karir yang bagus, apa salah? Kenapa semua orang nyuruh nikah terus? Emang ngga boleh wanita punya kerjaan yang bagus? Kalian bisa jamin nikah bisa ngasih aku segalanya? Ada jaminan nikah bikin bahagia? Ngga usah pada sok tau sama hidupku deh."

Kata penjaga stand di supermarket,
"Bude, Pakde, keponakan, sepupu, embah, tetangga sampai orang lewat pasti pada bilang "Lebaran kerja mulu, kaya gajinya gede aja." Kalau bisa cuti, aku juga bakalan cuti kali. Emang enak apa berdiri berjam-jam gini. Sementara orang lain enak liburan. Dapet lembur apanya? Cuma 50 ribu ini."

Kata perawat jaga di puskesmas,
"Biasanya kalau jaga malam aku bisa tidur dengan gampangnya. Ya, namanya juga puskesmas. Tapi lebaran banyak orang ngga sabaran. Rame banget pasien kecelakaan, muntaber, darah tinggi, asam lambung. Belum lagi pada minta pelayanan VIP tapi pakai BPJS. Dan mereka bilang kami pembohong."

Kata satpolantas,
"Saya habis ini harus mencari martabak. Anak saya yang paling kecil minta dibawain martabak. Kasian, dia tidak bisa lebaran seperti anak yang lain. Yang bapaknya mengajak ke rumah Mbahnya atau liburan ke pantai. Jadi, saya janjikan dibawakan martabak."

Kata pemilik usaha pemotongan batu akik,
"Resiko usaha musiman ya begini. Padahal aku sudah punya pekerja, tapi aku berhentikan. Setelah lebaran tinggal satu yang masih kerja. Itu juga kasian. Kemarin THR buat dia aja kami harus usaha extra."

Kata penjaga SPBU,
"Aku sudah senyum dan ngomong panjang lebar tapi mereka menanggapinya pun tidak. Mungkin aku tidak tahu, semua orang tertutup masker dan hanya memberi isyarat."

Kata seorang marbot,
"Alhamdulillah Idul Fitri kali ini lancar, semoga bisa membawa berkah untuk kita semua. Hehehe, di sini rumah saya, saya tidak harus pulang kemana-mana. Ramai kok banyak keluarga yang datang, dengan keluarga mereka masing-masing. Banyak dari luar kota, mereka singgah untuk sholat."

Kata teman di reunian,
"Eh, gendutan ya sekarang. Udah sukses nih pasti. Kerja dimana sekarang? Kapan nikah? Komentar aku di facebook ngga pernah dibales, sombong ya mentang-mentang udah sukses."

Jawabku,
"Aku bukan siapa-siapa. Bisa tidak kita seperti waktu kecil dulu. Yang saat bertemu ngobrolin mainan baru. Walaupun kita berantem setelah itu. Tapi itu jauh lebih menyenangkan dari pada kamu menanyakan siapa aku sekarang. Bukan masalah sukses atau tidaknya aku sekarang. Tapi sungguh aku takut obrolan kita menjadi kebohongan karena aku ingin terlihat baik-baik saja di matamu. Atau malahan aku menjadi bodoh karena ingin terlihat lebih baik darimu. Dan bahkan kita berlomba-lomba dengan kebohongan agar kelihatannya itu menjadi sempurna."

Dan masih banyak lagi lainnya. Idul Fitri sesungguhnya saat kamu tidak seperti orang kebanyakan dan mampu menjalaninya dengan tabah. Baju baru, makanan enak dan berkumpul dengan keluarga memang godaan kebahagiaan yang menggiurkan. Tapi bagaimana bisa kamu bahagia tanpa mereka yang harus rela memberi kebahagiaannya untukmu. Renungkan kembali apa yang menjadikan kamu bahagia.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts