Saturday, January 21, 2017

Berswafoto Ria Di Pantai Watu Bale Dan Bukit Panduran



Semesta itu sudah indah apa adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna memanfaatkannya.

Di belahan Indonesia bagian mana pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat. Seperti yang terjadi di Kebumen.

Nyaris semua pantai dari Ayah sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu sangat instagramable dengan tempat swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.

Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran.




Pantai ini terletak di Desa Pasir Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Kalau kalian dari pusat kota Kebumen, Kecamatan Ayah ini terletak di bagian paling barat. Karena saya dari Cilacap, Kecamatan Ayah ini bersebelahan dengan Desa Jetis.

Dari Pantai Ayah ke selatan terus ikuti jalan yang menanjak, menurun, dan penuh lika-liku. Waktu saya ke sana, baru saja hujan. Tidak lebat tapi lumayan membuat jalanan licin. Perlu kewaspadaan eksta untuk mengendalikan motor yang saya kendarai. Jalannya juga sempit dan sedikit berlubang di beberapa tempat. Saya sempat terjatuh di sebuah tikungan yang langsung menanjak dan saya berlum mempersiapkan keadaan itu.

Sepanjang perjalanan banyak penunjuk jalan ke pantai-pantai lain. Mungkin ada sekitar 7 atau 8 pantai yang saya lewati sebelum sampai ke Watu Bale. Setelah Pantai Pasir Indah barulah sampai di Pantai Watu Bale. Dari jalan raya masuk jalan kecil sekitar 500 meter, nanti akan bertemu pintu loket untuk membayar tiket masuk sebesar 5.000 rupiah. Parkirnya di halaman rumah warga sebesar 3.000 rupiah.

Cukup ramai pengunjung yang datang. Padahal waktu saya ke sana hari selasa. Di sebelah kanan ada banyak perahu yang terparkir di batasi oleh pemecah ombak. Di sebelah kirinya ada bukit yang tidak begitu tinggi, ini yang di sebut Bukit Panduran. Saya tidak sempatkan main di tepian pantai karena ombak yang cukup besar. Sampai saya di atas bukit pun suara hantaman ombak dan karang masih terdengar cukup keras.

Tangga harapan menuju Bukit Panduran.
Jalan untuk naik ke atas bukit sudah tertata rapi. Ada juga “tangga harapan” yang instagramable. Sepertinya pengelola memang sengaja membuat pantai ini menjadi instagramable. Dari papan penunjuk arah sampai tempat untuk berswafoto. Mau bagaimana lagi, ornamen yang instagramable inilah yang membuat pantai ini menarik.

Jalan setapak menuju Bukit Panduran.
Ada empat tempat berswafoto yang berbayar.

Pertama, Panah Asmara. Jangan baper dulu, ya. Kalau kalian ke sini tidak punya pasangan tetap boleh antri untuk berswafoto, kok. Tempat ini paling bawah di antara yang lain. Berbentuk papan panggung tidak terlalu tinggi yang menjorok ke tepi pantai. Di ujung papan ada frame berbentuk ”love” di atasnya menggantung tulisan “i love you”. Tidak hanya itu saja, tempat ini juga dilengkapi panah beserta busurnya sebagai pelengkap swafoto kalian.

Panah Asmara.
Kedua, Tebing Titanic. Berjalan ke atas lagi, ada tempat swafoto berbentuk ujung kapal di tepi tebing. Ini tempat swafoto satu-satunya yang tidak tinggi karena tidak berbentuk panggung. Di sini kalian bisa foto ala “Jack dan Rose”, uhukkk, makin baper, ya? Tenang saya ke sini juga tidak membawa “Si Mas Jack” itu.
Tebing Titanic dari atas bukit.
Jack mana Jack?
Ketiga, Rumah Pohon. Naik lagi ke atas bukit ada rumah pohon. Tidak berbentuk rumah seutuhnya. Hanya papan yang dipasang di sebuah pohon. Lumayan tinggi, sekitar tiga meter. Walau tidak pakai pengaman, tidak perlu takut, ini aman kok. Dari atas rumah pohon ini pemandangannya bagus. Saya bisa melihat Pantai Watu Bale yang garis pantainya melengkung dan bukit di sebelah Pantai Pasir Indah.

Rumah pohon.
Keempat, Jembatan Segitiga. Menurut saya, ini yang paling membuat detak jantung berantakan. Dari jembatan segitiga ini di bawahnya jurang dan lautan lepas. Apalagi dentuman ombak yang menghantam tebing saat itu sedang keras-kerasnya. Angin pun bertiup kencang di ujung jembatan ini. Ada beberapa pelengkap untuk berswafoto di sini, bunga dan boneka di antarnya.

Me with the bear at Jembatan Segitiga.
Cukup merogoh kocek 7.500, kalian bisa berswafoto di keempat tempat tadi. Tenang saja, kalian bisa foto sepuasnya dan difotokan oleh mas-mas penjaganya. Kalau tidak mau modal, di sini juga banyak ornamen yang bagus untuk berswafoto. Ada balon udara, sarang burung, panggung pohon kelapa, tangga harapan, dan masih banyak lagi.


Sangkar Burung.

Inget, mantan di buang aja pada tempatnya, eh.

Squad hore!

Mau ke mana lagi kita?

R-U-M-A-H
Laper? Lelah?

Tenang, banyak warung jajanan. Kalau mau irit ya bawa bekal dari rumah. Tempat duduk juga disediakan banyak dari berbagai bentuk, dari kayu sampai hammock. Mau sholat ada mushola. Mau MCK juga ada toilet. Tapi sayang airnya keruh. Mungkin memang air di sini susah.

Mushola di Bukit Panduran.
Selesai menikmati Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran, kami pun pulang dengan jalan yang berbeda. Karena jalan masih licin, takut jatuh (((lagi))) kami lewat jalur timur yang ke arah Karang Bolong. Memang lebih jauh tapi jalan lebih mulus. Sebelum sampai Gombong, kami belok kiri lewat Jatijajar. Cari jalan pintas ke Nusa Wungu, ketemu Kroya, lalu ikuti jalan ke Cilacap.

Masih banyak yang belum disinggahi di Kecamatan Ayah ini, semoga rindu membawa saya ke sana kembali.

Tabik.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts