Tuesday, December 4, 2018

Karimunjawa, Real Wonderful Indonesia

Kali ini jantungku mulai terbiasa dengan apa pun yang akan terjadi sepanjang perjalanan. Ini bukan kali pertama aku bepergian ke tempat asing yang belum pernah sekalipun aku singgahi. Semesta selalu punya cara. Itu yang aku yakini agar apapun yang terjadi dalam perjalanan, hati ini bisa berdamai dengan keadaan. Dan semesta kali ini menjatuhkan pilihannya pada Karimunjawa.

Di mana Karimunjawa? “Tuh, yang kremun-kremun,” kata seorang teman yang aku temui di perjalanan ke Karimunjawa. Kemudian sepanjang perjalanan, ia bercerita tentang asal mula nama Karimunjawa. Cerita itu bermula dari seorang anak laki-laki yang bernama Amir Hasan, dia adalah putra dari Sunan Kudus.

Suatu hari Sunan Kudus dipercaya Raden Patah untuk memimpin jamaah haji. Agar pesantrennya tetap berjalan selama pergi berhaji, Sunan Kudus memerintahkan Amir Hasan untuk mengelola pesantren. Tapi, Amir Hasan malahan mengajarkan santri bermain gamelan. Sunan Kudus amat murka dengan tindakan Amir Hasan, yang beliau nilai telah melupakan nasehat orang tua dan agama.

Amir Hasan pun diusir dari pesantren dan pergi ke rumah pamannya, Sunan Muria di Gunung Muria. Sunan Muria menyambut baik kedatangan keponakannya. Beliau mendidik Amir Hasan sehingga menjadi pemuda yang alim dan berilmu tinggi. Setelah dianggap mampu menyebarkan agama Islam, Sunan Muria memerintahkan Amir Hasan untuk pergi mencari daerah yang masyarakatnya belum beragama Islam.

Dan, tibalah Amir Hasan bersama 2 santri Sunan Muria di pulau yang dihuni bajak laut yang ganas dan menyeramkan. Para bajak laut pun menantang Amir Hasan berkelahi yang pada akhirnya mereka pun kalah dan tunduk pada Amir Hasan. Setelah itu, Amir Hasan menyuruh para santri kembali ke Gunung Muria untuk mengabari keberadaannya.

Sunan Muria pun senang mendengar kabar tentang Amir Hasan. Beliau menyuruh santrinya menunjukkan keberadaan Amir Hasan. Santrinya menunjuk sebuah pulau yang terlihat samar-samar. Sunan Muria pun berkata bahwa pulau itu kremun-kremun saking Jawi (samar-samar dari Jawa) maka sebut saja pulau itu Karimunjawa atau yang berarti juga mulia di Laut Jawa.
Karimunjawa, kremun-kremun saking Jawi.

Karimunjawa Masa Kini
Dan sekarang, Karimunjawa tidak lagi samar-samar. Namanya sudah terkenal menjadi pulau yang memiliki keindahan. Karimunjawa adalah gugusan kepulauan yang terdiri dari sekitar 27 pulau dan baru 5 pulau yang berpenghuni. Memiliki 76 jenis terumbu karang dan 562 jenis ikan hias yang sayang sekali bila dilewatkan. Dan pastinya pantas menjadi bagian dari Wonderful Indonesia.

Lalu, bagaimana cara menuju ke Karimunjawa yang penuh dengan kerumunan keindahan itu? Untuk sampai ke Karimunjawa bisa menggunakan kapal. Ada 3 pilihan tempat keberangkatan kapal menuju Karimunjawa, bisa dari Kendal, Semarang, dan Jepara.
Salah satu dermaga di Pelabuhan Kartini.

Aku memilih Kapal Cepat Express Bahari dari Pelabuhan Kartini-Jepara yang berangkat jam 9 pagi. Perjalanan kurang lebih 2 jam di kapal bersama 400an penumpang lainnya. Aku menikmati perjalanan di atas kapal dengan tidur karena dari semalam perjalanan Cilacap-Jepara belum tidur sama sekali.
Kapal Cepat Express Bahari
Suasana di dalam Kapal Cepat Express Bahari
Sampai di Karimunjawa, di pelabuhan sudah dijemput mobil yang mengantarku ke hotel. Ada banyak jenis penginapan di Karimunjawa, silakan pilih sesuai kemampuan kantong kalian. Ketika itu aku menginap di Karimunjawa Inn, hotel yang berdiri di dataran miring perbukitan dengan masih banyak ditumbuhi pohon di sekelilingnya.

Makan siang datang sebelum menjelajah Karimunjawa. Olahan makanan laut tertata rapi di meja makan. Ada kepiting, yang selalu aku anggap lebih pantas jadi cemilan dari pada makanan pendamping nasi. Dan soup ikan dengan kuah yang menyegarkan siang itu.
Kepiting dan soup ikan khas Karimunjawa.
Sudah kenyang, saatnya berpetualang. Kali ini aku menaiki kapal kecil untuk menjelajahi pulau di sekitar Karimunjawa. Hanya butuh waktu 10 menit kapal kami sampai ke Pulau Menjangan Besar yang terkenal dengan penangkaran ikan hiunya. Wah, seram? Tenang, justru di tempat ini pengunjung bisa berenang bersama ikan hiu. Tidak hanya ikan hiu, di Menjangan Besar ini juga ada ikan yang lainnya.
Berenang dengan ikan hiu di Pulau Menjangan Besar.
Ikan lain yang dipelihara juga di Pulau Menjangan Besar.
Selesai bermain dengan hiu dan teman-temannya, perjalanan dilanjutkan ke Pulau Menjangan Kecil kurang lebih 15 menit. Di tempat ini kapal tetap berada di tengah laut dan tidak menepi ke pulau, karena saatnya snorkling. Ini moment yang aku tunggu. Padahal aku sama sekali tidak bisa berenang. Lalu, bagaimana caranya snorkling? Tenang, ada pelampung yang siap melindungi. Kalau kalian tetap takut, tidak perlu snorkling juga sudah bisa menikmati keindahan bawah lautnya. Karena, air lautnya jernih sekali sampai karang yang di dasar laut pun terlihat.
Snorkling dengan ikan yang cantik-cantik di Pulau Menjangan Kecil.
Baju basah kuyup, perjalanan tetap lanjut. Kapal berlayar lebih jauh lagi, lebih lama lagi. Angin mulai kencang, hari makin petang. Tempat selanjutnya memang salah satu spot menikmati senja favorit di Karimunjawa, tepatnya Pantai Tanjung Gelam. Banyak kapal merapat di tepi pantai. Aku harus mencari tempat yang agak sepi pengunjung. Waktu itu pun tiba, senja yang di mana-mana ada tapi selalu beda rasa. Tak ada lembayung, tetap saja senja selalu disanjung. Damai dan tenang, hanya itu yang membekas sampai sekarang.
Senja di Pantai Tanjung Gelam.
Petang berlalu, malam mendatangkan hidup yang baru. Setelah membersihkan diri dan makan malam dengan ikan bakar, kakiku masih mau melangkah di antara kerumunan pembeli dan penjual di alun-alun Karimunjawa. Ada berbagai macam souvenir yang terbuat dari kayu dan hasil laut. Jenis kayu dari Karimunjawa ada dewandaru yang pohonnya juga tumbuh di makam Amir Hasan, kayu setigi yang dulu pernah digunakan sebagai tongkat Amir Hasan, dan kayu kalimasada yang konon juga memiliki kekuatan magis.
Beberapa souvenir yang terbuat dari kayu.
Suka kuliner malam? Kuliner malam di alun-alun Karimunjawa sayang untuk dilewatkan. Ada juga buah tangan yang bisa dibawa pulang, seperti kerupuk seafood sampai kaos bertulis Karimunjawa. Pokoknya rapatkan barisan, tetap genggam dompet di tangan. Jangan sampai kebobolan, nanti tidak bisa pulang.
Penjual kaos di alun-alun Karimunjawa.
Lelah? Hanya raga yang lelah, jiwa masih bersemangat untuk hari kedua. Karena hari pertama sudah menyelami laut, hari kedua tanpa basah kuyup. Walau terkenal dengan wisata baharinya, daratan Karimunjawa juga memiliki keindahan. Tempat pertama yang aku singgahi adalah Bukit Cinta. Cukup membayar 10.000 rupiah pengunjung bisa berswafoto di sarang burung dan spot foto lainnya dengan pemandangan Karimunjawa dari atas bukit.
Bukit Cinta dengan ciri khas spot foto bertulis LOVE.
Perjalanan diakhiri di Bukit Joko Tuwo. Bedanya dengan Bukit Cinta, Bukit Joko Tuwo ini ada tulang ikan raksasa yang disebut-sebut sebagai Joko Tuwo. Panjangnya kurang lebih 2 meter. Walau sama-sama bukit, Joko Tuwo menyajikan pemandangan rumah-rumah warga Karimunjawa.
Tulang ikan raksasa di Bukit Joko Tuwo.

Pemandangan Karimunjawa dari Bukit Joko Tuwo.
Dari Bukit Joko Tuwo terlihat jelas bahwa Karimunjawa bukanlah pulau yang sepi penghuni. Ia tidak lagi kremun-kremun seperti pertama kali Amir Hasan mendatanginya. Karimunjawa kini sudah siap kalian singgahi. Keindahannya mampu menjadi penggerak kehidupan warganya. Dan, juga siap sebagai tempat kita untuk melepas penat. Karimunjawa memang Wonderful Indonesia yang nyata.
Tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Wonderful Indonesia Blog Competition. Kalian juga bisa mengikuti lomba ini dengan mendaftarkan tulisan kalian di sini atau cek poster di bawah ini.

No comments:

Post a Comment

Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar

Translate

Popular Posts