Jalan sendiri asik, jalan berdua asik, jalan rame-rame juga
asik. Pokoknya jalan sama siapa asik-asik saja.
Beberapa hari yang lalu aku ikut open trip Explore Cilacap ke
pantai Rancah Babakan. Kenapa harus open trip segala? Karena untuk mencapainya
tidaklah mudah. Ada tantangan sendiri yang membuat perjalanan jadi penuh
sensasi.
Cilacap memang punya banyak sekali pantai. Dari pantai Jetis
sampai Segara Anakan, belum lagi yang di pulau Nusa Kambangan. Ada puluhan
pantai yang bisa kalian singgahi. Dan tentunya dengan pemandangan yang
berbeda-beda. Setiap pantai punya ciri khasnya sendiri. Tidak hanya sekedar
pertemuan ombak dan pasir.
Pantai Rancah Babakan terletak di ujung barat pulau Nusa
Kambangan. Kalian pasti pernah mendengar tentang pulau yang satu ini. Pulau
yang sering digunakan untuk eksekusi mati. Karena itu ada beberapa tempat yang
tertutup untuk umum dan tidak bisa sembarangan orang masuk. Untuk ke Rancah
Babakan tidak perlu ijin karena tidak melewati lapas.
Di balik kemisteriusan pulau Nusakambangan, sebenarnya banyak
menyimpan pantai yang indah. Setelah bulan Desember 2015 kemarin aku ke pantai Kali Kencana, sekarang giliran pantai Rancah Babakan yang diexplore. Untuk
sampai ke sana satu-satunya transportasi yang tersedia adalah kapal. Kita bisa menyeberang
dari pelabuhan Sleko di Cilacap atau dari Teluk Penyu. Lewat Teluk Penyu pasti
lebih mahal karena jarak tempuh yang semakin jauh. Tidak ada jadwal kapal
penyeberangan, karena sebenarnya pantai Rancah Babakan belum secara resmi
dibuka menjadi objek pariwisata. Jadi kita harus menyewa kapal untuk
menyeberang.
Karena kemarin open trip, biayanya pun jadi lebih murah yaitu
Rp. 65.000,00. Itu sudah termasuk kapal dan makan siang. Kalau sewa kapal
sendiri pasti lebih mahal bisa ratusan ribu. Kemarin rombongan sekitar 70 orang
memakai 2 kapal. Satu kapal kecil, dan satunya lagi kapal besar. Yang kapal
kecil menampung sekitar 15an orang, tentunya yang kapal besar sisanya.
Meeting point di alun-alun Cilacap. Katanya tak kenal maka
tak sayang, sambil absen kami memperkenalkan diri. Dengan jumlah sekitar tujuh
puluh orang dalam waktu yang singkat memang tidak langsung hapal. Paling tidak
kami sudah satu tujuan untuk ke pantai Rancah Babakan dengan selamat dan pulang
dengan lengkap. Dari meeting point kami bersama-sama ke pelabuhan Sleko.
Sekitar setengah 9 kapal mulai berangkat. Sebelumnya kapten
kapal memberi sambutan ke kami semua. Memberi tahu kalau nanti kami semua akan
menempuh perjalanan selama lebih dari dua jam. Melewati 3 dermaga, perbatasan
Jawa Tengah dan Jawa Barat, Kecamatan Kampung Laut, dan Segara Anakan. Kami
juga dihimbau untuk tetap berhati-hati dan bermain sewajarnya.
Oke, kapal mulai jalan. Aku duduk di tengah-tengah kapal.
Enak sih tidak kepanasan, tapi jadi tidak liat pemandangan sepanjang jalan
dengan maksimal. Untung bawa buku. Ya, seperti biasa kalau perjalanan jauh dan
kira-kira bakalan diam sepanjang perjalanan aku pasti bawa buku. Kali ini yang
aku bawa Rahvayana, buku yang ‘mungkin’ ditulis Mbah Sujiwo Tejo.
Karena yang lain memilih duduk di tepian kapal dan yang di
tengah cuma lima orang, cukup menyisakan tempat buat tiduran sambil baca
gelembung-gelembung cinta Rahwana. Hanya bertahan 1,5 jam tiduran kemudian
sempat tidur beneran. Akhirnya aku pindah posisi di tepian kapal sambil
mengobrol dengan teman SDku.
Saat di duduk di tepi kapal aku disuguhi pemandangan yang
bagus. Terasa sedang menjelajahi sungai bukan lautan. Padahal kalau dicicipi
itu air di bawah pasti asin. Ya, siapa juga yang mau nyicipin, belum nyicipin
udah kemeleb duluan. Ombaknya juga tenang, kapal akan goyang hanya kalau ada
kapal lain yang berlawanan arah. Itu pun bukan goyangan yang berarti.
Sepanjang jalan kiri dan kanan banyak pohon bakau, sesekali
pohon kelapa dan salak. Baru lima menit duduk di tepian kapal, kami melewati
Kawasan Mina Wisata Ujung Alang. Kalau turun di dermaga itu kita bisa
jalan-jalan diantara pohon bakau.
Kapal terus berjalan, mungkin ini sudah lebih dari separuh
perjalanan. Sejauh mata memandang dari tadi hanya melihat hijaunya hutan bakau,
dan tiba saatnya kami melewati sebuah pemukiman. Kecamatan Kampung Laut,
satu-satunya pemukiman penduduk di pulau Nusa Kambangan. Kenapa namanya Kampung
Laut? Konon katanya dulu wilayah ini semuanya lautan, tidak ada daratan di
kampung ini. Rumah warga berbentuk panggung di atas lautan. Tapi sekarang di
Kampung Laut ini sudah ada daratannya, bahkan sudah ada kendaraan bermotor di
kampung ini. Kami tidak singgah di Kampung Laut, jadi hanya sempat foto
bangunan di tepi kampung yang bisa terlihat dari kapal.
Setelah berjam-jam di atas kapal, tiba-tiba kapal mati.
Beberapa orang sempat panik, bertanya-tanya, saling pandang, dan bingung. Masa
iya mesin mati di tengah lautan? Ternyata memang sengaja dimatikan. Dan kami
sudah hampir sampai. Karena aku berada di kapal yang besar, jadi tidak bisa
menepi ke pinggir pantai. Hanya kapal kecil yang bisa menepi. Bergiliran kami
pindah ke kapal kecil agar bisa menepi ke daratan.
Sampai di tepi pantai, kok begini pantainya? Pasirnya hitam,
banyak sampah kayu di pinggirnya. Tapi ada view yang bagus di tengah lautnya.
Ada ombak di tengah laut, seperti pertemuan antara air tenang yang kami lalui
dan lautan luas. Selain itu juga ada karang besar di tengah laut. Karangnya
nyaris mirip seperti di Raja Ampat tapi cuma satu. Sambil menunggu anak lain
yang dipindah ke kapal kecil, kami sempat beberapa kali foto-foto. Tidak ada
pohon di tepi pantainya, panasnya matahari sudah pasti langsung menusuk tulang
dan seketika membuat kulit hitam.
Setelah semuanya sampai di tepi pantai, kumpul, ambil makan,
kemudian jalan kaki dimulai. Aku pikir akan masuk hutan lagi seperti jalan
menuju Kali Kencana. Tapi ternyata jalannya seperti di pedesaan. Tetap banyak
pohon, tapi tidak serindang hutan. jalannya pun tidak seberat ke Kali Kencana.
Dan anehnya ada sawah. Aneh saja, aku pikir Nusa Kambangan isinya hutan.
Kalaupun ada penduduk, paling mata pencahariannya mencari ikan.
Jalannya sebentar sih, tapi ya lumayan buat bikin keringat
bercucuran. Karena jalan agak sedikit menanjak, pas diatas sempat melihat
pantai Rancah Babakan. Air yang biru tosca, langit biru dibatasi pohon yang
hijau dan pasir yang putih. Rasanya lega padahal belum sampai. Eh, tapi setelah
itu jalan menurun dan....
Perjalanan di atas kapal berjam-jam terbayar lunas. Finally,
Rancah Babakan Beach!
Di tepian pantai banyak pohon, jadi tidak usah takut
kepanasan. Ombaknya tidak terlalu besar. Mungkin karena pantainya yang setengah
lingkaran membentuk teluk, jadi menghalangi ombak besar dari lautan lepas. Sekilas
pantainya agak kotor, tapi itu kerang-kerang kecil dan rumput laut yang menepi.
Pasirnya sebagian abu-abu, tidak begitu putih di bagian
barat. Tapi di bagian timur dominan pasir putihnya. Ada dua karang besar di
tengah pantainya. Dan di sekitarnya banyak karang kecil yang kalau ada ombak
datang akan tertutup. Airnya bening, membuat penghuni dalam airnya terlihat
jelas.
salah satu spot dari pantai Rancah Babakan |
Selesai makan, ya foto-foto. Sambil jalan menyusuri pantai
dari barat sampai timur. Aku juga sempat ke karang besar yang di tengah pantai.
Untuk menuju karang besar cukup menyakitkan telapak kaki karena karangnya
runcing, juga tertutup rumput. Tapi airnya tidak tinggi kok, paling sekitar 30
cm. Lebih sedikit kalau ada ombak datang.
Trip kali ini sensasinya berada di atas kapal berjam-jam.
Untung airnya tenang, coba berombak bisa-bisa isi perut bergejolak. Dan
pantainya benar-benar private beach. Hanya rombongan kami yang main di situ.
Dari semua pantai yang pernah aku kunjungi, aku kasih nilai 3 dari 5 untuk
Rancah Babakan. Tapi untuk level pantai di Cilacap nilainya 4,5 dari 5.
Setengah 3 kami kumpul, absen pulang, foto bareng dan jalan
lagi ke tempat kapal parkir. Jangan lupa sampahnya dibawa pulang, buang di
tempatnya. Perjalanan pulang banyak yang nggelosor tidur karena kelelahan. Sampai
di pelabuhan Sleko pas adzan magrib. Sayonara, sampai jumpa di trip
selanjutnya!
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar