Semesta itu sudah indah apa
adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah
indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna
memanfaatkannya.
Di belahan Indonesia bagian mana
pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus
meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat.
Seperti yang terjadi di Kebumen.
Nyaris semua pantai dari Ayah
sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu
sangat instagramable dengan tempat
swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi
Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya
kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.
Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran. |
Pantai ini terletak di Desa Pasir
Kecamatan Ayah Kabupaten Kebumen. Kalau kalian dari pusat kota Kebumen,
Kecamatan Ayah ini terletak di bagian paling barat. Karena saya dari Cilacap,
Kecamatan Ayah ini bersebelahan dengan Desa Jetis.
Dari Pantai Ayah ke selatan terus
ikuti jalan yang menanjak, menurun, dan penuh lika-liku. Waktu saya ke sana,
baru saja hujan. Tidak lebat tapi lumayan membuat jalanan licin. Perlu
kewaspadaan eksta untuk mengendalikan motor yang saya kendarai. Jalannya juga
sempit dan sedikit berlubang di beberapa tempat. Saya sempat terjatuh di sebuah
tikungan yang langsung menanjak dan saya berlum mempersiapkan keadaan itu.
Sepanjang perjalanan banyak
penunjuk jalan ke pantai-pantai lain. Mungkin ada sekitar 7 atau 8 pantai yang
saya lewati sebelum sampai ke Watu Bale. Setelah Pantai Pasir Indah barulah
sampai di Pantai Watu Bale. Dari jalan raya masuk jalan kecil sekitar 500
meter, nanti akan bertemu pintu loket untuk membayar tiket masuk sebesar 5.000
rupiah. Parkirnya di halaman rumah warga sebesar 3.000 rupiah.
Cukup ramai pengunjung yang
datang. Padahal waktu saya ke sana hari selasa. Di sebelah kanan ada banyak
perahu yang terparkir di batasi oleh pemecah ombak. Di sebelah kirinya ada
bukit yang tidak begitu tinggi, ini yang di sebut Bukit Panduran. Saya tidak
sempatkan main di tepian pantai karena ombak yang cukup besar. Sampai saya di
atas bukit pun suara hantaman ombak dan karang masih terdengar cukup keras.
Tangga harapan menuju Bukit Panduran. |
Jalan untuk naik ke atas bukit
sudah tertata rapi. Ada juga “tangga harapan” yang instagramable. Sepertinya pengelola memang sengaja membuat pantai
ini menjadi instagramable. Dari papan
penunjuk arah sampai tempat untuk berswafoto. Mau bagaimana lagi, ornamen yang instagramable inilah yang membuat pantai
ini menarik.
Jalan setapak menuju Bukit Panduran. |
Ada empat tempat berswafoto yang
berbayar.
Pertama, Panah Asmara. Jangan
baper dulu, ya. Kalau kalian ke sini tidak punya pasangan tetap boleh antri
untuk berswafoto, kok. Tempat ini paling bawah di antara yang lain. Berbentuk
papan panggung tidak terlalu tinggi yang menjorok ke tepi pantai. Di ujung
papan ada frame berbentuk ”love” di
atasnya menggantung tulisan “i love you”. Tidak hanya itu saja, tempat ini juga
dilengkapi panah beserta busurnya sebagai pelengkap swafoto kalian.
Panah Asmara. |
Kedua, Tebing Titanic. Berjalan
ke atas lagi, ada tempat swafoto berbentuk ujung kapal di tepi tebing. Ini tempat
swafoto satu-satunya yang tidak tinggi karena tidak berbentuk panggung. Di sini
kalian bisa foto ala “Jack dan Rose”, uhukkk, makin baper, ya? Tenang saya ke
sini juga tidak membawa “Si Mas Jack” itu.
Tebing Titanic dari atas bukit. |
Jack mana Jack? |
Ketiga, Rumah Pohon. Naik lagi ke
atas bukit ada rumah pohon. Tidak berbentuk rumah seutuhnya. Hanya papan yang
dipasang di sebuah pohon. Lumayan tinggi, sekitar tiga meter. Walau tidak pakai
pengaman, tidak perlu takut, ini aman kok. Dari atas rumah pohon ini
pemandangannya bagus. Saya bisa melihat Pantai Watu Bale yang garis pantainya
melengkung dan bukit di sebelah Pantai Pasir Indah.
Rumah pohon. |
Keempat, Jembatan Segitiga.
Menurut saya, ini yang paling membuat detak jantung berantakan. Dari jembatan
segitiga ini di bawahnya jurang dan lautan lepas. Apalagi dentuman ombak yang
menghantam tebing saat itu sedang keras-kerasnya. Angin pun bertiup kencang di
ujung jembatan ini. Ada beberapa pelengkap untuk berswafoto di sini, bunga dan
boneka di antarnya.
Me with the bear at Jembatan Segitiga. |
Cukup merogoh kocek 7.500, kalian
bisa berswafoto di keempat tempat tadi. Tenang saja, kalian bisa foto sepuasnya
dan difotokan oleh mas-mas penjaganya. Kalau tidak mau modal, di sini juga
banyak ornamen yang bagus untuk berswafoto. Ada balon udara, sarang burung,
panggung pohon kelapa, tangga harapan, dan masih banyak lagi.
Sangkar Burung. |
Inget, mantan di buang aja pada tempatnya, eh. |
Squad hore! |
Mau ke mana lagi kita? |
R-U-M-A-H |
Laper? Lelah?
Tenang, banyak warung jajanan.
Kalau mau irit ya bawa bekal dari rumah. Tempat duduk juga disediakan banyak
dari berbagai bentuk, dari kayu sampai hammock.
Mau sholat ada mushola. Mau MCK juga ada toilet. Tapi sayang airnya keruh.
Mungkin memang air di sini susah.
Mushola di Bukit Panduran. |
Selesai menikmati Pantai Watu
Bale dan Bukit Panduran, kami pun pulang dengan jalan yang berbeda. Karena
jalan masih licin, takut jatuh (((lagi))) kami lewat jalur timur yang ke arah
Karang Bolong. Memang lebih jauh tapi jalan lebih mulus. Sebelum sampai
Gombong, kami belok kiri lewat Jatijajar. Cari jalan pintas ke Nusa Wungu,
ketemu Kroya, lalu ikuti jalan ke Cilacap.
Masih banyak yang belum
disinggahi di Kecamatan Ayah ini, semoga rindu membawa saya ke sana kembali.
Tabik.
No comments:
Post a Comment
Terimakasih sudah membaca, silahkan berkomentar