Showing posts with label Jawa Tengah. Show all posts
Showing posts with label Jawa Tengah. Show all posts

Sunday, January 7, 2018

Pesona Alcatraz-nya Indonesia

Kalian tahu Alcatraz? Tempat yang konon menjadi penjara paling menyeramkan di dunia. Kali ini saya bukan mau bercerita tentang Alcatraz. Karena saya juga belum pernah menginjakkan kaki di sana. Ini cerita tentang tempat yang disebut-sebut sebagai Alcatraz-nya Indonesia. Ya, itulah Pulau Nusakambangan.

Pulau dengan luas sekitar 210 km2 ini terkenal dengan penjara kelas kakapnya. Total ada sembilan lapas yang ada di Nusakambangan. Namun sekarang hanya empat yang masih beroperasi, yaitu: Lapas Batu (dibangun 1925), Lapas Besi (dibangun 1929), Lapas Kembang Kuning (tahun 1950), dan Lapas Permisan (tertua, dibangun 1908). Dan sudah banyak nara pidana yang dieksekusi mati di sana. Seram, ya.

Saturday, September 16, 2017

Ini Dia Spot Menikmati Senja Di Cilacap



“Bro, ini kok ngga sunset-sunset sih?” celoteh teman di sebelah saya dengan mulut penuh siomay.
“Sunset?” saya mengernyitkan dahi dengan alis mata kanan sedikit terangkat.
“Iya, kalau sore kan sunset.”
“Hadew, mana ada sunset di sini. Kamu mau nunggu sampai nenek-nenek juga ngga bakalan keliatan.”

Begitu obrolan saya dengan seorang teman yang baru hijrah dari Jakarta ke Cilacap. Cilacap memang daerah di bagian selatan Pulau Jawa. Kalau secara logika, bisa melihat matahari terbit dengan menengok ke timur dan matahari tenggelam tinggal melihat ke arah barat. Selesai.

Kenyataannya tidak semua tempat seperti itu.

Kalau kalian mengenal Teluk Penyu di Cilacap yang begitu tersohor itu, sesungguhnya si bibir pantai menghadap ke timur bukan selatan. Tau kan arti dari teluk? Hayolo, jangan bilang lupa. Sama. Saya pun lupa, tapi tidak usah panik mari kita piknik.

Teluk adalah perairan laut yang menjorok ke daratan. Begitu pengertian singkat dari teluk, hasil saya piknik di maha dewa google. Jadi di Teluk Penyu ada bagian dataran yang melengkung. Itulah mengapa ada bagian bibir pantai yang menghadap ke timur. Bagian yang menghadap ke timur inilah tempat di mana kita bisa menikmati matahari terbit.

Jadi kalau ada yang mengajakmu, “Nyanset, yuk, ke Teluk Penyu!” Apalagi sampai posting foto matahari di Pantai Teluk dengan caption ”sunset”. Hadew, ini sih ocehan people bumi datar jaman now. Mau nunggu kiamat biar bisa lihat matahari terbenam dari timur kali. Ya monggo, aku sih ogah. Bumiku bulat, kok.

Saya belum pernah menikmati matahari terbit di Teluk Penyu ini. Bahkan matahari terbit di belahan dunia mana pun, nyaris belum pernah saya nikmati. Maksudnya, motret matahari terbit atau sekedar menikmati bangunnya mentari. Malas bangun pagi? Tidak juga. Hanya malas keluar kandang pagi-pagi buta. Pernah mencoba tapi selalu hasilnya tak seindah yang dibayangkan.
Saya kaum senja, yang lebih memilih menunggu dari pada mengejar. Kalau berbicara tentang senja, behhhh, mau di mana pun saya akan bilang, “Ayo!”. Pasti saya langsung berangkat tanpa kemalasan yang menyertai. Sudah baca senja di Bukit Merese yang membuat air mata saya berlinang? Baca dong, di sini ya.

Lalu kalau mau menikmati senja di Cilacap yang syahdu, haru, dan mendayu-dayu ada di mana?

Pelabuhan Sleko

Pelabuhan ini letaknya tidak jauh dari pusat kota Cilacap. Lurus terus ke arah timur kalau kalian dari alun-alun. Di ujung jalan kalian akan menemui plang “Selamat Datang di Pelabuhan Sleko”. Masuk saja cari tempat parkir yang tidak jauh dari dermaga.

Sudah beberapa kali saya ke Pelabuhan Sleko ini. Tapi saya tidak tahu jadwal kapal yang ke atau dari pelabuhan. Setiap kali naik kapal dari Pelabuhan Sleko ini selalu rombongan, jadi sudah pasti kapalnya sewaan. Seperti sewaktu saya ke Pantai Rancahbabakan yang berada di ujung barat Pulau Nusakambangan.

Nah, kalau kalian hanya sekedar ingin menikmati senja di Pelabuhan Sleko ini datanglah saat sore menjelang. Ya, iyalah masa pagi-pagi nyari senja. Saran saya datanglah sekitar jam 5. Memang matahari belum begitu turun. Malahan terkadang masih panas. Tergantung musim juga sih.

Saya dua kali ke sini untuk sekedar menikmati senja. Yang pertama sedikit gagal. Sebenarnya cuaca sedang bagus-bagusnya. Apa daya, ketika waktunya tiba, awan menutupi senja yang sedang cantik-cantiknya. Kedatangan kedua, membuat saya takjup tidak bisa berkata-kata. Senja yang bulat cantik sempurna dengan kapal yang hendak pulang ke peraduan.

Dari kedua waktu yang berbeda itu, ada satu hal yang sama. Kedatangan kapal tangker! Bila kalian tidak suka berselfie ria, kapal tangker ini bisa menjadi hal yang dinanti. Seperti menanti seseorang yang telah lama pergi. Ia akan ada walau rasa tak sama lagi.
Kapal tangker yang selalu lewat ketika senja di Pelabuhan Sleko
Sesungguhnya senja kali ini tidak memiliki makna yang begitu berarti untuk saya pribadi. Seolah-olah sudah ribuan senja saya temui, semuanya sempurna sampai tidak menemui makna. Tapi senja tetaplah senja, mau jutaan kali datang tetap tak akan kehilangan panggung. Ia akan tetap berdansa dengan segala macam romansa. Mengalunkan nyanyian untuk jiwa yang kesepian. Memainkan peran sebagai tokoh yang selalu dirindukan. Merayakan hingar-bingar bak petasan yang menggelegar.

Pantai Sodong

Tempat kedua yang saya sarankan tapi tidak saya sarankan. Kok seperti tidak niat? Iya, sampai detik ini saya masih mendengar perlakuan tidak nyaman di pantai yang satu ini. Kalian bisa membacanya di sini untuk lebih tahu apa yang pernah saya alami. Dan hal serupa masih saja berjalan dengan baik sampai saya menulis ini.

Pantai Sodong terletak di Desa Karangbenda Kecamatan Adipala. Kurang lebih berjarak 25 km dari pusat kota Cilacap ke arah timur. Kalian bisa tahu arah jalannya dari postingan saya tentang View Gunung Selok. Yap, Pantai Sodong dan Gunung Selok masih satu lokasi.

Hamparan pantai yang kalian lihat di View Gunung Selok itu adalah Pantai Sodong. Pantai dengan panorama komplit ini sebenarnya bisa menjadi primadona. Sayang, ah, kalian baca saja postingan saya tautkan pertama.

Bagaimana tidak menjadi primadona?

Pantai Sodong tepat dibawah Gunung Selok dengan aliran sungai dan persawahan yang memisahkannya. Di tepian pantai banyak ditumbuhi pohon cemara yang berjejer teduh. Apalagi kalau datangnya sore hari menjelang senja.

Kalian akan melihat pemandangan seperti ini:
Senja horey di Pantai Sodong.
Waktu saya datang memang bukan saat yang tepat karena senjanya tertutup awan. Kalau kalian datang di waktu yang tepat, mungkin akan lebih bagus mendapatkannya. Tentang kesannya, ya, tergantung perginya sama siapa.

Bukankah sebaik-baiknya perjalanan bukan tentang pemandangan. Tapi tentang manusia yang hidup, menghidupi, dan dihidupi karenanya.

Dan, bila kalian bertanya padaku, “Senja mana yang paling melekat di hati?”. Semuanya! Bahkan ketika cahaya jingga menyelinap masuk lewat jendela. Yang saya nikmati pergantian warnanya ketika baru bangun tidur di sore yang enggan. Tetap meninggalkan rasa di dada. Entah sendu, syahdu, ragu, atau malu.

NB: Dan tentang senja di Cilacap, selanjutnya pasti ada lagi. Tungguin part selanjutnya, ya! (Ini adalah penutupan sebagai upaya agar dibilang travel blogger) (padahal, nganu) (apalagi judulnya, duh!)

Wednesday, May 10, 2017

Desa Pasir, Wisata yang Kekinian dan Menawan



Bagaimana rasanya tinggal di tepi pantai?

Setiap pagi bagun dengan semangatnya sunrise. Setiap siang terbuai dengan angin yang sepoy-sepoy. Setiap sore larut dalam hangatnya sunset. Setiap malam menggantungkan mimpi di antara ribuan bintang.

Itu yang saya bayangkan ketika mengunjungi Desa Pasir, Kecamatan Ayah, Kabupaten Kebumen. Desa yang memilki keindahan pemandangan tepi pantai yang indah. Pantai sekaligus bukit beserta tebing-tebingnya. Jadi, pengunjung tidak hanya disuguhkan pemandangan tepi pantai tapi juga dari atas bukit sehingga bisa melihat hamparan laut yang luas.
Keadaan tersebut membuat Desa Pasir layak menjadi destinasi wisata. Spot untuk berswafotonya juga banyak. Baik yang berornamen kekinian atau pemandangan yang masih alami, semuanya bagus-bagus. Tempat yang dibuka untuk objek wisata pun tidak hanya satu, tapi beberapa.
Lokasi Desa Pasir ini juga mudah dijangkau kendaraan bermotor. Desa Pasir ini terletak di bagian barat Kabupaten Kebumen. Kalau dari kota bisa lewat Gombong lalu ke arah Karang Bolong. Desa Pasir ini bersebelahan dengan Karang Bolong.

Thursday, April 20, 2017

Kisah Cinta Di Balik Indahnya Baturraden



Cinta memang tidak akan pernah berakhir. Dari dulu sampai sekarang, cinta selalu menunjukkan kekuatannya. Kisahnya selalu hidup tak akan punah oleh waktu walau musim terus berganti. Mereka akan terus tumbuh tanpa harus dipupuk.

Cinta bisa membuat bahagia juga mendatangkan duka. Dahsyatnya cinta tidak mengenal siapa. Menembus batas-batas logika. Bahkan yang tidak mungkin bisa menjadi mungkin hanya karena cinta. Ceritanya pun bermacam-macam. Ada yang seperti Habibie-Ainun, setia sampai akhir. Ada yang harus melawan perjodohan seperti Siti Nurbaya. Atau mencintai ibunya sendiri seperti Sangkuriang. Bahkan ada yang rela berjuang membangun seribu candi hanya untuk Roro Jonggrang.

Beda tempat tentu ceritanya yang berbeda walau cinta masih tetaplah cinta. Seperti kisah cinta yang tersembunyi di balik keindahan Baturraden. Bermula dari seorang laki-laki bernama Suta yang bekerja sebagai pembantu di Kadipaten Kutaliman. Suta ditugaskan untuk merawat kuda peliharaan Adipati Kutaliman.

Icon Baturraden, Suta dan Sang Putri
Sore hari setelah selesai bekerja, Suta jalan-jalan di sekitar Kadipaten Kutaliman. Suta mendengar teriakan seorang wanita. Karena penasaran, ia mencari sumber teriakan itu. Ternyata di bawah pohon ada seorang wanita yang wajahnya pucat ketakutan. Di dekat wanita itu ada ular besar yang siap menggigit. Dengan keberaniannya, Suta menyelamatkan wanita itu dari gangguan ular besar.

Friday, February 17, 2017

Kemit Forest - Wisata Edukasi Di Sidareja Cilacap

Selamat datang di Kemit Forest

Tidak ada perjalanan yang mulus, baik-baik saja. Pasti ada saja yang terjadi, entah sebelum, saat, atau pun sesudah perjalanan itu dilakukan.

Beberapa hari yang lalu, saya mengunjungi Kemit Forest atau Hutan Kemit. Saya sendiri baru tahu nama tempat ini. Bahkan teman saya yang anak daerah setempat saja belum tahu dengan keberadaan Kemit Forest. Berbekal dadakan, nekad, dan asal pergi saja akhirnya saya dan teman saya berangkat mencarinya.

Setelah dzuhur kami bertiga berangkat dari Karang Pucung. Dari info yang saya dapat di internet arah jalannya dari Sidareja semua. Sedangkan, kami berangkat dari Karang Pucung. Teman yang tahu tempatnya hanya memberi petunjuk dari SMP N 3 Gandrungmangu lurus terus. Ada jalan, masuk saja.

Saturday, January 21, 2017

Berswafoto Ria Di Pantai Watu Bale Dan Bukit Panduran



Semesta itu sudah indah apa adanya. Laut, gunung, pohon, air, langit, daratan, dan apa pun itu memang sudah indah dari awalnya. Tinggal bagaimana manusia sebagai makhluk paling sempurna memanfaatkannya.

Di belahan Indonesia bagian mana pun tiap hari nampaknya melahirkan tempat wisata baru. Pergerakan ini terus meningkat seiring berkembangnya media sosial dan kreatifitas masyarakat. Seperti yang terjadi di Kebumen.

Nyaris semua pantai dari Ayah sampai Karang Bolong menjadi objek wisata baru. Banyak postingan di instagram betapa objek wisata baru itu sangat instagramable dengan tempat swafotonya. Sebelum merebak seperti sekarang saya sudah pernah mengunjungi Pantai Ayah dan Pantai Menganti. Dan baru beberapa waktu lalu saya punya kesempatan mengunjungi Pantai Watu Bale.

Selamat datang di Pantai Watu Bale dan Bukit Panduran.



Tuesday, November 29, 2016

Pantai Di Cilacap Part 4: Bersepeda Pagi Ke Pantai Bunton



“Mba, besok pagi sepedaan, yuh,” kata Mamah di malam minggu yang pahit ini.

Malam di mana muda-mudi seusiaku sedang berhaha-hihi di pojok sebuah cafe. Entah ada gunanya atau tidak, yang penting eksis dulu. Agar tidak terlihat merana. Aku? Mana bisa nongkrong di malam minggu.

Bukan hanya karena status yang menyakitkan itu. Tapi nongkrong di dekat tempat tinggalku, itu cuma bisa dengar jangkrik main gitar akustik. Atau paduan suara dari kodok yang nongkrong di pojok-pojok sawah. Yang paling aku suka hanya nyanyian angin sunyi, di mana bisikannya selalu menenangkan.

“Mba,” Mamahku memanggilku lagi untuk meyakinkan kalau anggukan kecil yang aku berikan benar-benar jawaban, iya.

“Emmmm, ya,” suaraku keluar dengan malasnya.

“Kamu itu perlu sepedaan, keluar rumah biar sehat. Kalau di ... .”

“Iya, besok sepedaan,” kali ini aku cepat menyahut karena benar-benar malas mendengar ocehan Mamahku. Yang semakin dibiarkan semakin menjadi-jadi.
Sepeda yang aku pakai pagi ini.

Monday, October 24, 2016

Jelajah Jawa Tengah Dari Kaki Gunung Sampai Pantai Bersama Mamih



Hai, aku Kero!

Hai, para pejalan!

Perkenalkan, aku Kero, punya sayap tapi belum bisa terbang. Aku sama seperti anak jaman sekarang yang selalu ingin dibilang kekinian. Bukan lebay, tidak tahu diri, atau hanya meninggikan gengsi. Aku pikir semua jaman juga ada kekiniannya masing-masing. Semua orang suka atau tidak suka pasti pernah merasakan kekinian di jamannya. Walau hanya sekali saja.

Belum genap dua bulan aku diadopsi oleh @kisahkasih_. Ya, dialah Mamihku sekarang. Aku tuliskan ceritaku ini karena si Mamih selalu bilang, “Tahu kau mengapa aku sayangi kau lebih dari siapapun? Karena kau menulis. Suaramu takkan padam ditelan angin, akan abadi, sampai jauh, jauh dikemudian hari.” Kata-kata yang itu dia kutip dari bukunya Pramudya Ananta Toer, penulis idolanya Mamih.

Awalnya aku sama seperti kalian. Senang sekali menulis dengan kata-kata yang unik atau temannya Mamih bilang itu alay, sampai susah dibaca. Tapi Mamih bilang, “Tidak apa kamu ingin berbeda, tapi jangan lupa berbagi dengan yang lainnya jauh lebih berharga. Kalau tulisanmu hanya bisa kamu baca sendiri, buat apa?”

Tuesday, October 4, 2016

Mari Menikmati Wisata Retribusi, Wahananya Banyak Menyenangkan Hati



Namanya wisata retribusi. Pengunjung bisa menikmati wahana karcis di sana-sini. Nikmatnya luar biasa, fasilitasnya tidak ada apa-apa. Hanya pohon hijau yang bawahnya berceceran sampah. Pengelolanya ramah sampai pengunjung pulang dengan penuh kesan. Kesan mendalam sampai tidak mau datang lagi.

Berkali-kali sebenarnya aku ke tempat ini. Hanya sekedar naik sepeda pagi-pagi. Atau bersama teman dari masa kecil, luar kota, sampai yang baru bertatap muka. Menghabiskan berbagai kenangan dari matahari terbit sampai tenggelam. Dalam keadaan pengunjung ramai ataupun sepi. Lah, wong tempatnya tetangga desa.

Tapi baru kemarin ini, merasakan hangatnya wahana retribusi. Kami bertujuh, hanya aku yang anak lokal. Sisanya teman dari luar kota. Bersama-sama berangkat dari rumahku sekitar jam sembilan pagi. Hari masih panjang walau langit mulai mendung tanda akan datangnya hujan.

Sunday, October 2, 2016

Refleksi Diri Di Kampung Kurcaci



“Sugeng rawuh wonten Kampung Kurcaci, Mba,” “Selamat datang di Taman Kurcaci, Mba,” begitu kata penjaga loket tiket di Kampung Kurcaci sambil tersenyum.
Pintu masuk Kampung Kurcaci
Sejak kapan kamu belajar berbicara? Aku, tidak ingat kapan pastinya. Orang pertama yang mengajarkan aku berbicara tentu ibuku. Bahkan ketika pertama kali aku menyusu padanya, ibu sudah mengajakku berbicara. Dari sekedar mengoceh belaka sampai bertutur indah didengar. Aku beruntung hidup di keluarga yang mengajarkan tata krama dalam berbicara. Dimana saat ini kesopanan dalam berbicara mulai luntur di kalangan anak muda.

Translate

Popular Posts