“Mba, besok pagi sepedaan, yuh,”
kata Mamah di malam minggu yang pahit ini.
Malam di mana muda-mudi seusiaku
sedang berhaha-hihi di pojok sebuah cafe. Entah ada gunanya atau tidak, yang
penting eksis dulu. Agar tidak terlihat merana. Aku? Mana bisa nongkrong di
malam minggu.
Bukan hanya karena status yang
menyakitkan itu. Tapi nongkrong di dekat tempat tinggalku, itu cuma bisa dengar
jangkrik main gitar akustik. Atau paduan suara dari kodok yang nongkrong di
pojok-pojok sawah. Yang paling aku suka hanya nyanyian angin sunyi, di mana
bisikannya selalu menenangkan.
“Mba,” Mamahku memanggilku lagi
untuk meyakinkan kalau anggukan kecil yang aku berikan benar-benar jawaban,
iya.
“Emmmm, ya,” suaraku keluar
dengan malasnya.
“Kamu itu perlu sepedaan, keluar
rumah biar sehat. Kalau di ... .”
“Iya, besok sepedaan,” kali ini
aku cepat menyahut karena benar-benar malas mendengar ocehan Mamahku. Yang
semakin dibiarkan semakin menjadi-jadi.
![]() |
Sepeda yang aku pakai pagi ini. |